Bab 19. Duchess Rinia

“Tapi, Tuan, kekuatan Nona Alissa sangat diperlukan untuk kesembuhan Anda!” seru dokter Veil.

Duke Valcke mengibaskan tangannya. “Biarkan saja aku mati, dari pada aku membahayakan nyawa Alissa karena harus menolongku.”

“Ayah! Jangan seperti itu! Kami berjanji akan merahasiakan kekuatan Alissa ini dari semua orang. Tidak akan ada yang tahu! Ini semua demi kesembuhan Ayah!” Theo bersikeras. Namun, Ayah lebih keras kepala lagi.

“Cukup, Theo! Alisssa, keluar!”

“Ayah!” Theo tidak percaya bahwa Duke Valcke menolak menerima penyembuhan dariku. Theo beralih pada ibunya. Dia mulai merengek, sesuatu yang mungkin tidak akan pernah kulihat sebagai tindakan dari karakter putra sulung Valcke, sepanjang aku menulis cerita "Ksatria Lucius".

“Ibu, kumohon! Biarkan Alissa tetap di sini! Ini demi kesembuhan Ayah!”

Duchess Rinia tampak bingung. Beliau bergantian menatap antara Ayah, Theo, dan aku. Theo terus melancarkan kalimat-kalimat yang dapat membuat ibunya menerimaku berada di ruangan ini.

“Kumohon, Bu, izinkan Alissa berada di sini untuk mengobati Ayah! Aku tidak mau terjadi apa-apa pada Ayah hanya karena kita tidak berusaha lebih untuk itu!’

“Rinia! Aku lah kepala keluarga di sini! Alissa harus tetap keluar dari ruangan ini!”

Duchess Rinia memejamkan mata. Sepertinya dia sedang menimbang-nimbang keputusan. Sesaat kemudian, dia membuka mata dan menatap suaminya.

“Suamiku, kamu tahu Undang-Undang Kerajaan tentang Hierarki, bukan?” tanya Duchess. Ayah mengernyitkan dahi dan bertanya, “Apa maksudmu?”

“Dikatakan di sana bahwa 'Ketika seorang kepala keluarga tidak dapat menjalankan tugasnya dalam kepengurusan jabatan sebagai bangsawan, dan penerus belum memiliki cukup umur, maka istri dapat menggantikan posisi kepala keluarga, sampai penerus berusia tujuh belas tahun.'."

“Jadi, kamu … .” Duke Valcke menatap istrinya. Aku mengerti maksud sang nyonya rumah. Karena Theo belum berusia tujuh belas tahun, Duchess ingin mengambil alih posisi kepala keluarga untuk saat ini.

Duchess Rinia mengangguk mantap dan berkata, “Aku di sini yang berhak mengambil keputusan sebagai ganti dirimu. Aku memutuskan … .”

Duchess Rinia menatap diriku lekat-lekat. Kyu mendesis kembali, mengira sang nyonya rumah akan kembali berbuat kasar padaku. Namun, yang terjadi berikutnya sungguh di luar dugaan. Duchess Rinia membungkuk di hadapanku. Kedua tangannya terulur, menyentuh pundakku.

“Kumohon, selamatkan suamiku,” ucapnya pelan.

Pertama kalinya, Duchess berbicara padaku tanpa tatapan bengis dan menghina. Beliau bahkan memohon, sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang berpangkat sekelas Duchess. Dia tidak hanya mengakui keberadaanku, tetapi juga kekuatanku.

“Rinia! Apa yang kamu lakukan!” teriak Duke Valcke, dia terlihat marah sekali hingga urat di dahinya terlihat. Tangannya berusaha menggapai istrinya, namun kakinya masih belum bisa bergerak untuk melakukan hal itu.

“Apa pun akan kulakukan demi kesembuhanmu!” balas Duchess Rinia.

“Tapi Alissa masih kecil, aku tidak ingin membebani tubuhnya dengan mengeluarkan kekuatan sihir sebesar itu!”

Di dunia ini, banyaknya kekuatan sihir yang terpakai diukur dari besarnya jumlah mana dan stamina dalam tubuh. Bila jumlah mana besar, tetapi tidak diimbangi oleh stamina yang cukup, maka tubuh si pemilik hewan mistis makin lama akan menjadi lebih sering sakit. Maka dari itu, Ayah mengkhawatirkanku saat ini. Kekuatan sihir yang terus-terusan kupakai dapat berdampak pada tubuhku yang masih kecil.

“Ayah tenang saja!” seru Theo tiba-tiba. “Aku yang akan menjaga Alissa. Dengan bantuan kekuatan Firio, aku bisa memulihkan stamina Alissa berkali-kali. Di setiap dua jam sekali juga kami akan beristirahat.”

“Tapi---“

“Aku yang akan menjamin, suamiku. Tenanglah." Duchess Rinia tampak sudah bulat dengan keputusannya.

Ayah yang kalah suara mulai terdiam. Beliau memanggilku untuk mendekat ke arahnya. Kepalaku dielus begitu penuh kasih dan lembut. “Terima kasih, ya, Alissa. Tapi kumohon, jangan paksakan dirimu.”

“Jangan khawatir, Ayah,” sahutku. “Aku akan berusaha untuk menyembuhkan Ayah sekaligus menjaga diriku sendiri!”

***

Dua bulan kemudian, Theo menjemputku di kamar, saat aku baru saja akan hendak makan malam.

“Tapi, Nyonya, kan, tidak mau aku berada satu ruangan dengannya,” tolakku. Akan tetapi, Theo tetap menarik tanganku.

“Sekarang akan berbeda! Ibu sendiri yang memintaku untuk menjemputmu ke ruang makan!” seru Theo. Aku mengernyitkan dahi dan bertanya heran, “Belaiu ingin aku ikut bergabung …?”

Theo mengangguk. Aku mengikuti langkahnya, berlari menuju ruang makan yang terletak di lantai satu. Saat di koridor, aku berpapasan dnegan pelayan-pelayan yang membawakan troli makanan. Berbagai sajian dihidangkan dari mulai makanan pembuka hingga kue-kue manis sebagai penutup.

Apa sebanyak itu yang selalu dihidangkan untuk makan bersama di keluarga ini?

Aku memasuki ruangan besar dengan meja lonjong dan beberapa kursi yang memiliki sandaran tinggi. Ini adalah ruang makan di kediaman Valcke. Baru sekali aku makan di sini, yaitu dulu saat pertama kali aku menginjakkan kaki di rumah ini.

Pemandangan ruangan ini tidak banyak berubah, kecuali orang-orangnya. Waktu pertama kali makan di sini, hanya Ayah yang menemaniku. Kali ini, aku melihat ada Duchess Rinia dan Cass telah siap di kursi masing-masing. Langkahku terhenti ketika tatapan mataku beradu pandang dengan sang nyonya rumah.

Theo menyadari kalau aku mulai enggan memasuki lebih jauh ruang makan ini. Putra sulung Valcke itu menarik tanganku. “Sudah, tidak apa. Ayo!”

Urutan posisi kursi di meja makan ini biasanya adalah sebagai berikut: Ayah menempati kursi yang terletak di ujung meja. Kemudian, ada Duchess Rinia berada di sebelah kiri Ayah. Di sebelah kanan Ayah, kursi akan ditempati oleh Theo sebagai penerus pertama, lalu diikuti oleh Cass yang akan duduk di sebelah Theo. Aku pernah melihat susunan posisi ini, saat dulu tak sengaja melewati ruangan ini di jam makan malam. Aku hanya bisa mengintip dari pintu yang sedikit terbuka, tanpa pernah bisa ikut bergabung dengan mereka semua.

Namun, malam ini ternyata sedikit berbeda. Duchess tetap berada di sebelah kiri Ayah, tetapi ada Cass di sebelah Duchess. Sedangkan kursi yang harusnya ditempati oleh Theo di sebelah kanan Ayah, ditarik oleh kakak tiriku ini, kemudian aku dipersilakan untuk duduk di atasnya.

“Duduklah di sini!” seru Theo. Aku membelalak tak percaya. Kursi yang terletak di sebelah kanan kepala keluarga adalah hak untuk diduduki si penerus keluarga bangsawan tersebut. Akan tetapi, kini Theo memberikannya padaku.

“Lho, ini, kan, kursinya kak Theo!” sahutku. Theo menggeleng. “Khusus malam ini, tempatmu adalah di sini! Ayo!”

Demi menghapus keraguanku, Theo menghampiriku dan mengangkat tubuhku yang tingginya hanya setengah darinya. Dia mendudukkanku di kursi yang dibantu oleh bantal sebagai peninggi, supaya tanganku sampai ke atas meja makan.

Dengan posisi seperti ini, aku malah jadi berhadapan langsung dengan Duchess. Kutundukkan kepalaku, hendak memberi salam. Di luar dugaan, ternyata Duchess membalasku dengan anggukan.

Theo duduk di sebelah kananku. Di sebrang Theo, Cass mulai tidak sabar, ketika berbagai macam makanan dihidangkan di atas meja.

“Apa kita sudah bisa mulai makan?” tanya Cass polos. Theo menggeleng. “Belum boleh! Kita sedang menunggu sesuatu!”

“Menunggu siapa? Ayah? Bukannya sudah beberapa bulan terakhir, Ayah hanya bisa makan di kamar?” tanya Cass.

Semenjak terkena penyakit lamadur, kepala keluarga Valcke itu memang jadi tidak bisa kemana-mana, bahkan untuk sekadar makan malam bersama keluarga. Tulang punggung dan pinggangnya sempat terkena dampak penyakit tersebut meski hanya sedikit. Setelah penyembuhan berulang-ulang, tadi siang Ayah sudah bisa memutar badannya dalam posisi duduk, ke kanan dan kiri.

“Kali ini berbeda.” Duchess menjawab seraya mengelus kepala Cass. Tak lama, kedua daun pintu ruangan makan terbuka. Duchess menoleh dan menampilkan senyum cantiknya. “Lihatlah, yang ditunggu sudah tiba!”

Di ambang pintu, aku melihat Ayah sudah bisa duduk di kursi roda yang didorong oleh dokter Veil, memasuki ruangan makan.

***

Terpopuler

Comments

eva

eva

waaahh.. terharu saya....

2022-05-16

2

Hasan

Hasan

jejak 🤗

2022-05-16

2

Desilia Chisfia Lina

Desilia Chisfia Lina

wah ini benar2 suatu kemajuan

2022-05-16

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!