Dea adalah salah satu figuran yang muncul dalam adegan kilas balik masa kecil Alissa Valcke di novel “Ksatria Lucius”. Sikapnya pada Alissa tidak pernah baik. Ada saja yang Dea lakukan untuk membuat Alissa tidak betah di rumah barunya ini. Salah satunya adalah dengan memberi pelayanan yang tidak sepantasnya pada sang putri duke.
Apakah Dea melakukannya karena disuruh seseorang? Jawabannya adalah tidak. Meskipun Duchess Rinia membenci Alissa, tetapi beliau diam saja. Duchess hanya menampilkan sikap dingin dan tidak mau bicara sama sekali pada Alissa.
Apa yang Dea dan pelayan-pelayan lain lakukan pada Alissaa adalah semata-mata karena baktinya pada sang Duchess. Mereka menyadari bahwa Nyonya Rinia merasa tersiksa di rumahnya sendiri dengan kehadiranku. Nyonya Rinia tidak melakukan apa pun, karena itulah para pelayan merasa mereka yang harus berbuat begini.
Senyuman licik Dea mengembang saat melihatku diam saja di hadapan baskom air kotor itu. Ini tidak bisa dibiarkan, tetapi aku juga tidak bisa bertindak gegabah. Posisiku hanyalah anak kecil di sini. Ilegal pula. Meskipun aku tidak tahan untuk menampar mukanya itu, aku harus bersabar.
Oh, aku tahu caranya … .
“Ada apa, Nona? Ada yang salah?” tanya Dea dengan nada mengejek. Aku hanya tersenyum.
“Ah, ini, aku melihat airnya kotor … .” sahutku. Aku ingin dengar apa responsnya.
Namun, dengan tawa mengikik yang ditahan, Dea menjawab, “Pfft, maaf, Nona. Hanya ada itu persediaan air di rumah saat ini.”
“Oh, begitu … kasihan sekali, ya, kalau di sini sampai kekurangan air bersih. Kau tahu, dulu di desaku, kami sangat mudah mendapatkan air bersih! Meskipun para warga harus menimbanya dulu, sih, tapi air yang didapat sangat jernih! Kemudian … .”
Panjang lebar aku bercerita kesana-kemari. Aku snegaja mengulur waktu, karena sedang menunggu sesuatu.
Tak lama kemudian, terdengar pintu diketuk. Aku segera membenamkan wajahku di air kotor tersebut. Jijik sekali rasanya, tetapi mau bagaimana lagi.
“Siapa? Masuklah!” tanyaku pada si pengetuk pintu, padahal aku sudah tahu siapa yang datang.
“Alissa,” sapa Duke Valcke sesaat setelah memasuki kamarku. “Kamu sudah siap? Ayo, kita berkeliling rumah ini.”
“Ah, Ayah!” Wajahku langsung semringah. Kuintip Dea sejenak, dia begitu pucat pasi.
Aku berlari menghambur ke arah Ayah dengan wajah yang masih basah dan sebuah kain lap bekas di tangan.
“Alissa, jangan berlarian dengan wajah basah begitu!” seru Ayah. Namun, aku tidak peduli. Kuserahkan lap yang akan menjadi handuk wajahku pada beliau.
“Ayah, bisakah kamu mengelap wajahku? Dulu, Paman Krish dan Bibi Edma senang sekali melakukannya padaku! Tiba-tiba, aku kangen sekali pada mereka,” kataku dengan wajah yang dibuat sangat sedih. “Apa Ayah bersedia menggantikan posisi Paman dan Bibi untuk melakukannya?”
“Tentu saja, Sayang.” Ayah tersenyum. Kemudian, dia meraih handuk di tanganku.
Ekspresi Ayah selanjutnya sangat menyenangkan untuk dilihat. Dia begitu terbelalak ketika membuka lipatan kain tersebut. Kotor dan penuh jelaga. Warna putihnya bahkan hampir tidak terlihat lagi.
“Apa-apaan ini?!” Suara Ayah menggeram sampai seolah ingin meretakkan lantai yang dipijaknya.
“Ah, kenapa Ayah?” Aku berpura-pura tidak tahu.
“Kenapa bisa kotor begini?!”
“Oh, itu … kata Dea, tidak ada lagi air tersisa di rumah ini, jadi yang ada hanya air seperti di baskom itu.” Aku menunjuk baskom di atas meja. Ayah bergegas untuk melihat isinya. Kedua matanya begitu terbelalak ketika melihat sebaskom penuh air kotor.
“Tadi kamu mencuci muka dengan air kotor ini?” tanya Ayah. Aku mengangguk.
Detik itu juga, Ayah menghampiri pelayan bernama Dea tersebut dan tangannya langsung melayang, menampar Dea hingga dia melayang dan jatuh tersungkur.
“Beraninya kau perlakukan anakku seperti ini!” teriak sang duke. Kemudian, beliau menampar lagi yang kedua kali di pipi Dea yang lain. Aku sengaja mencegah Ayah begitu dia ingin melakukan tamparan ketiga.
“Ayah, jangan kasar begitu, kasihan Dea … .”
“Ma-ma-maabkan aghu, Tuan-ghu. Aghu menyesal … .” Dea bahkan tidak bisa lagi berbicara normal. Mungkin saking kerasnya Ayah menampar, tulang rahang bawah Dea sampai bergeseer.
“Sudah cukup, Ayah! Sudahlah! Kasihan Dea!”
“Kasihan, katamu? Dia ini sudah menghinamu, Alissa! Dia juga menghina keluarga Valcke! Beraninya dia berkata bahwa air di rumah keluarga ini kotor. Itu adalah sebuah penghinaan! Seharusnya dia sudah kubunuh!”
“Jangan, Ayah … *hiks *hiks.”
Ini, dia! Aku mulai mengeluarkan isak tangis andalanku. Setelah mendengarnya, Ayah pasti menjadi tidak tega.
“Jangan menangis, Alissa … sudah, ya, Sayang. Baiklah, aku tidak akan memukul pelayan ini lagi.”
Ayah menggendong tubuh mungilku ke dalam dekapannya. “Akan kupanggilkan pelayan lain untukmu, ya!”
“Tidak, ayah! Jangan! Biar Dea saja yang menjadi pelayan pribadiku!” Aku menjawab sambil melirik ke arah Dea.
“Apa?! Tapi rencananya, Ayah ingin memecat pelayan ini hari ini juga!”
“Jangan, Ayah! Aku tidak apa-apa. Mungkin tadi Dea melakukannya karena dia tidak mengenalku. Jadi, mulai sekarang, aku akan berteman dengannya, ya!”
“Kamu yakin, Alissa?” tanya Ayah. Aku mengangguk mantap.
“Baiklah, kalau itu keinginanmu. Tapi, kalau dia berbuat ulah lagi, jangan segan-segan untuk melapor padaku, ya!”
“Baik, Ayah!”
“Baiklah, kalau sudah selesai bersiap-siap, temui Ayah di lobi.”
Setelahnya, Ayah pergi dari ruangan, menyisakan aku dan Dea, berdua saja. Kutatap Dea yang rambutnya kini berantakan setelah dipukuli Ayah. Dia hanya menunduk ke bawah tak berani menatapku.
“Hoi.” Kupanggil dia. Dea mengintip ke arahku. Wajahnya terlihat sedikit terkejut. Mungkin karena aku memanggilnya dengan nada tidak sopan, tidak seperti sebelumnya, saat Ayah belum datang.
“Sakit, tidak, yang tadi dipukuli Ayah?” tanyaku. Dea mengangguk.
“Baiklah. Kyu!” Kupanggil Kyu dari dunia arwah. Lingkaran mantra muncul, dan hewan mistisku itu melompat dari dalam lubangnya. Dea begitu terbelalak ketika melihat Kyu.
“I-itu … hewan mistis?! Anda sudah bisa melakukan summon?!”
Tentu saja Dea sangat terkejut. Di dunia ini, tidak ada yang bisa summon hewan mistis dari dunia arwah di usia semuda diriku.
“Kyu, sembuhkan orang ini, ya!” perintahku. Kyu mengangguk. Kemudian, dari arah matanya terpancar cahaya yang mengarah pada Dea, bergerak dari ujung kepala hingga kaki, seperti sedang memindai sesuatu. Luka-luka di tubuh Dea yang dilalui oleh sinar cahaya itu sembuh seketika.
Setiap elemen memiliki ciri tersendiri, selain bisa dikendalikan menjadi bermacam-macam bentuk oleh pemiliknya. Misalnya saja, selain dapat membakar musuh, api dapat digunakan untuk memulihkan stamina diri dan teman. Air digunakan untuk menyucikan diri sendiri dan teman dari pengaruh kutukan elemen gelap. Elemen gelap tentunya dapat memberikan halusinasi dan mimpi buruk bagi pikiran musuh. Sementara itu, angin dapat mempercepat laju gerak seperti yang kualami saat naik kereta kuda dari desa ke mansion ini. Tanah dapat memperkuat pertahanan tubuh diri sendiri dan teman. Terakhir, cahaya memiliki kekuatan untuk menyembuhkan seseorang.
Sangat sedikit sekali orang-orang yang bisa summon hewan berelemen cahya. Meskipun aku adalah penulis dunia ini sendiri, tetapi aku masuk ke tubuh Alissa yang sama sekali tidak memiliki kekutan sihir dalam cerita. Aku tidak bisa menebak hewan apa yang akan kudapatkan ketika aku mengasah bakat sihir Alissa dua tahun lalu. Jadi, aku sangat beruntung mendapatkan Kyu sepeerti sekarang ini.
Luka-luka Dea sudah sembuh, seperti tidak pernah da sedikit pun luka di sana. Dia menunduk ke arahku dan memohon ampun.
“Maafkan atas sikap saya, Nona, saya---“
PLAK!
Kali ini, aku yang menampar Dea secara langsung. Pelayan itu langsung kaget dibuatnya.
“No-nona---“
“Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Aku tahu, setelah ini kau akan merencanakan sesuatu yang lebih parah untukku. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”
PLAKKK!
Sebuah tamparan lagi mendarat di wajah Dea. Aku tahu persis, ketika Alissa memaafkan para pelayan yang bersikap keji padanya, mereka malah akan makin menjadi. Aku memang menuliskannya seperti itu dan sudah tidak bisa kuubah sekarang. Jadi, kudidik saja mereka langsung supaya tidak kurang ajar.
Setelah puas menampar berkali-kali hingga ujung bibir Dea sobek, kuambil baskom air kotor tadi dan kuminumkan paksa ke mulut pelayan itu.
“Habiskan! Cepat!”
Gelagapan, Dea meminum air kotor bekas lap tersebut. Dia menghirup udara sebanyak-banyaknya ketika selesai meminum semua. Ketika wajahnya sudah babak belur, aku meminta Kyu menyembuhkannya kembali. Ketika dia melawan, aku meminta Kyu untuk menahan kedua pergelangan tangan dengan borgol yang terbuat dari cahaya. Luka yang terlihat di tubuhnya memang sembuh, tapi rasa sakitnya pasti masih membekas.
“Kau dengar, sekali lagi bersikap kurang ajar padaku, atau berani melawanku, aku akan menyiksamu berkali-kali dan menyembuhkanmu berkali-kali juga sampai kau gila. Jadi, jangan macam-macam, mengerti?! Mengangguk dan tersenyumlah bila kau paham.”
Kini, Dea tidak dapat lagi tersenyum bila tidak kuminta. Rasakan itu.
***
...\=\= follow IG author @author_ryby \=\=...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
eva
wooowww... sugoooooiiii
2022-05-04
0
S_
kurang suka sama sikapny alissa yg gtu
2022-05-01
1
Siti Masithoh
wow... kecil kecil sadis tapi aku suka jadi tidak gampang di remehkan😆
2022-05-01
2