Bab 15. Festival

Setahun kemudian. Alissa berusia enam tahun.

Tok! Tok!

“Masuk!” teriakku dari dalam kamar, mempersilakan siapa pun yang mengetuk pintu. Kupikir, tadi Dea yang datang, tetapi ternyata orang lain.

“Alissa, Ayah menunggumu untuk--- wah!!”

“Oh, Kak Theo!” Aku menghampiri Theo yang berdiri di ambang pintu kamar. Raut wajahnya menunjukkan keterkejutan. Bagaimana tidak, aku muncul di hadapannya dengan wujud yang berbeda.

“Rambutmu … putih begitu?!” tanya Theo. Aku memegang rambut panjangku yang menjuntai di pundak.

“Oh, ini … warna bulunya Kyu. Aku sedang bertransformasi dengannya sekarang,” jawabku.

Theo geleng-geleng melihatku. “Jangan membukakan pintu kamar sembarangan. Bagaimana kalu orang lain yang lihat!”

“Hehehe, tadinya kupikir Dea yang mengetuk pintu, tapi ternyata malah Kakak!” Aku cengengsan. Memang di rumah ini, baru Dea dan Theo saja yang mengetahui keberadaan Kyu.

Sudah setahun berlalu sejak aku membantu Theo mendapatkan hewan mistisnya. Kini, sikap kakak tiriku itu sudah banyak berubah terhadapku. Dia jadi lebih sering menyapa saat kami berpapasan di koridor. Theo memang masih pendiam seperti dulu, tetapi setidaknya kini dia menganggapku bukan sekadar hewan kotor. Terkadang, dia tersenyum ketika menanggapi pembicaraanku. Sesekali, dia juga datang ke kamarku seperti ini bila ada perlu sesuatu.

Theo menjadi sosok kakak bagiku. Tak jarang, dia bertanya-tanya soal perkembanganku bersama Kyu. Rupanya kalau soal mempelajari sesuatu, Theo tidak sungkan-sungkan untuk menimba ilmu dan tidak sombong, meski harus mendapatkannya dari orang yang usianya lebih muda.

“Kamu sudah bisa transformasi?” tanya Theo. Lagi-lagi dia antusias seperti ini, ketika mengetahui perkembangan kekuatanku.

Aku menunjukkan rambut putih yang sekarang ada di kepalaku. “Iya, baru bagian rambut saja, sih!”

“Itu sudah bagus untuk seusiamu.”

Bertransformasi dengan hewan mistis berarti menyatukan tubuh sang pemilik dengan hewannya. Untuk tahap-tahap awal, baru sebagian kecil tubuhnya saja yang berubah, seperti misalnya rambutku ini. Nanti bila seorang summoner sudah makin pandai bertransformasi, tubuhnya bisa berubah seratus persen, menyatu dengan hewan mistis yang dimilikinya. Dikatakan berhasil apabila setelah penyatuan tersebut, hati dan pikirannya masih bisa dikontrol layaknya manusia.

Jadi, kalau ada yang melihat seekor harimau berjalan-jalan di kota dan berbicara bahasa manusia, ketahuilah kalau dia adalah seseorang berkekuatan tinggi.

“Selesaikan transformasimu, Ayah menunggu di bawah untuk mengajak kita bertiga jalan-jalan,” ucap Theo kembali.

Aku mengangguk, lalu memejamkan mata. Dalam sekejap, Kyu muncul dari dalam tubuhku dan rambutku kembali berwarna cokelat gelap seperti biasa.

“Baiklah, Kak Theo, aku bersiap-siap dulu.”

***

Bila akhir pekan tiba, aku, Theo, dan Cass akan diajak Ayah untuk berkeliling kota. Kami akan menikmati pemandangan, makan di restoran, atau sekadar menyaksikan permainan musisi jalanan di alun-alun kota. Itulah yang akan kami lakukan hari ini. Terlebih lagi, ada festival musim gugur saat ini. Ada banyak makanan enak dijual ketika festival dibuka.

Aku menuruni tangga menuju lobi. Kulihat Cass sudah bersiap dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek hitam, serta sepatu hitam mengilat. Theo sendiri telah memakai kemeja cokelat muda berlengan panjang dan celana panjang hitam, ditambah rompi berwarna senada.

“Hei, kamu lama!” teriak Cass padaku begitu melihat aku menghampirinya. Aku sendiri mengenakan gaun berwarna biru muda. Kami bertiga mengenakan mantel masing-masing untuk menghadapi dinginnya angin musin gugur.

“Maaf, tadi ada sedikit masalah di kamar, hehehe!” jawabku.

Tak lama, Ayah muncul di ambang pintu lobi. Wajahnya terlihat sedikit lesu. Aku tidak tahu apa yang terjadi, sampai akhirnya Theo menanyakan hal tersebut. “Bagaimana, Ayah?”

Ayah menggeleng lemah. “Ibumu tetap tidak mau ikut dengan kita.”

Setahun sudah aku bisa menjinakkan Theo dan Cass hampir bersamaan. Cass adalah anak kecil yang masih polos dalam hatinya. Cass mudah sekali kukendalikan ketika aku mengetahui apa saja barang-barang kesukaannya.

Theo, dia lebih dewasa. Awalnya memang susah menaklukkan hatinya. Namun, berkat bantuanku dalam mendapatkan hewan mistis miliknya, kini Theo jadi lebih baik padaku.

Akan tetapi, hal yang sama tidak terjadi pada Nyonya Rinia, alias istri Ayah itu.

Sang nyonya rumah benar-benar menganggapku seperti angin lalu. Saat berpapasan di koridor, misalnya, walaupun Theo membenciku dulu, ketika berpapasan setidaknya dia melemparkan tatapan jijiknya padaku sebelum pergi. Setidaknya, ada satu respons darinya meskipun negatif. Namun, hal itu tidak kudapatkan dari Duchess sama sekali.

Sang Duchess tidak memberikan respons negatif, tetapi juga tidak positif. Benar-benar nol tanggapan. Dia hanya meganggapku angin lalu. Ketika berpapasan, sang nyonya rumah itu akan terus berjalan tanpa melihat ke arahku sedikit pun. Beliau juga tidak pernah mau berada di dalam satu ruangan yang sama denganku. Saat aku berada di taman ketika dia sedang minum teh di gazebo, dia langsung berdiri menyelesaikan kegiatan minum tehnya.

Kalau dari Theo dan Cass setidaknya aku mendapat tanggapan, dengan Duchess Rinia aku merasa tidak berada dalam satu semesta yang sama dengannya.

“Apa karena aku …?” tanyaku. Sejujurnya, aku juga merasa bersalah bila terus seperti ini. Seolah-olah, aku mengambil kebahagiaan Duchess Rinia bersama keluarganya. Akan tetapi, mau bagaimana lagi. Aku benar-benar tidak diberi kesempatan untuk berdekatan dengannya sedikit pun.

Ayah menghampiriku dan memeluk. Sebelah tangannya membelai kepalaku. “Bukan, Sayang. Bukan karenamu. Ibumu hanya sedang tidak enak badan saja. Jangan murung begitu, ya!”

Ayah berusaha menghiburku, meskipun aku tahu kenyataan yang sebenarnya.

“Kalau begitu, nanti biar kita bawakan saja Ibu oleh-oleh dari festival,” usul Theo.

“Benar! Biar aku yang pilihkan oleh-olehnya!” seru Cass ceria.

“Tapi, ingat ya, Cass, bukan permen cokelat kesukaanmu itu!” celetuk Theo.

Cass bersungut. “Memangnya kenapa! Permen cokelat itu, kan, enak!”

Aku dan Ayah hanya tergelak mendengar perdebatan mereka berdua.

***

Perjalanan dari kediaman Valcke menuju alun-alun ibukota hanya memakan waktu sekitar sepuluh menit. Selain kami berempat, ada beberapa pengawal yag mengiringi perjalanan kami dengan menaiki kuda, di keempat sudut luar kabin. Seorang duke memang harus siap dengan pengawalnya kapan pun dan kemana pun dia pergi. Terlebih lagi, Ayah sedang mengajak tiga anak-anak saat ini.

Alun-alun ibukota memang tempat yang sangat ramai, terutama di hari festival seperti ini. Para bangsawan dan rakyat biasa berkumpul bersama, menikmati pemandangan daun-daun merah musim gugur berjatuhan dari pepohonan sekitar. Ada banyak makanan hasil panen dijual di stan-stan. Ada ubi manis, buah-buahan, daging barbeque siap makan, dan banyak lainnya.

Tampak sekali kebahagiaan terpancar dari raut wajah Cass. Kakak tiriku yang satu itu memang hobi makan. Meski begitu, tubuhnya tidak pernah gemuk karena dia terlalu aktif bergerak hingga kalorinya terbakar kembali. Ketika dia melihat orang-orang mulai membuka stan mereka dan menjajakan makanan, Cass langsung melesat, ingin segera mengisi perut.

“Cass, tunggu! Jangan lari-lari!” teriak Theo.

“Hati-hati, ada banyak orang di sini. Kalian jangan berpencar!” peringat Ayah.

Theo segera menyusul Cass yang sudah berada di depan salah satu stan, menunggu makanannya dihidangkan. Theo berhasil menarik kerah Cass kembali ke tempat dimana aku dan Ayah berdiri.

“Aku masih ingin makan yang lain!” teriak Cass. Mulutnya penuh dengan saus barbeque.

“Jangan berpencar, nanti kamu hilang!” seru Theo. Dia mulai terlihat gusar.

“Aku, kan, bukan anak kecil lagi!” Cass tidak mau kalah. Ketika Theo ingin mendebatnya lagi, aku segera melerai mereka.

“Sudah-sudah. Kak Cass, nanti kita jajan bareng ya, bersama Ayah juga.” Aku berusaha menenangkan dirinya.

Cass melihat ke arahku dan Ayah. Dia mulai mengalah. “Ummm, baiklah … Ayo cepat! Aku ingin makan banyak!”

“Iya, ayo kita cari makanan enak!” seru Ayah, disambut sorakan gembira dari Cass.

Namun, belum sampai sepuluh langkah kami berjalan, tiba-tiba Ayah jatuh bersimpuh dengan sebelah lutut di atas tanah.

***

Terpopuler

Comments

SoVay

SoVay

semangat uuup

2022-05-15

1

AdindaRa

AdindaRa

Keren kak 😍👏

2022-05-11

1

S_

S_

Up!

2022-05-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!