Lie Wei bergerak mendekat kearah Xin'er, namun sesuatu terjadi secara tiba-tiba.
Tanpa diduga, Mengshu melompat dan memeluk Liu Wei dengan erat, serta memohon padanya. "Tolong aku, kakak! Aku sudah tak tahan," lirih Mengshu dengan mengiba membuat ketiga orang itu terkejut. "Ini rasanya sangat menyiksaku," lanjutnya kemudian.
Xin'er mendekat dan melepaskan pelukannya dari pengawal Pangeran Ketiga. "Ashu, apa yang kau lakukan?" tanya Xin'er dengan berusaha melepas pelukan gadis itu dari pria asing. "Ashu, sadarlah!" pinta Xin'er sambil menepuk pipinya pelan.
Namun, Mengshu malah menepis keras tangan Xin'er dan mendorongnya hingga terjerambab ke lantai. "Jangan buat aku sengsara!" pintanya memelas.
Baik Xin'er, Pangeran Ketiga, dan Liu Wei sangat terkejut. Namun seperdetik kemudian, mereka ingat masalah obat terlarang itu. "Ini pasti efek sampingnya," ucap mereka bersamaan.
Pangeran dan pengawalnya menoleh cepat kearah Xin'er, begitu juga sebaliknya. Kenapa dia bisa tahu mengenai itu? Mungkin itu yang ada dalam benak mereka. Namun, seperdetik kemudian, mereka dibuat terkejut dengan pergerakan Mengshu yang tiba-tiba membuka seluruh pakaiannya.
Pangeran dan pengawalnya sontak berbalik badan untuk menghindari pemandangan indah itu, namun Xin'er melompat untuk menutupi tubuh Mengshu.
"Hei, bocah nakal. Kau malah membuatku malu," cebik Xin'er dengan menutupi kembali tubuh Mengshu yang memberontak karena merasa kepanasan. Kemudian, Xin'er berteriak kepada kedua pria bertopeng yang dikira penculik itu. "Hei kalian, tolong lakukan sesuatu untuk menyadarkan Ashu!" pintanya pada kedua pria itu.
"Siram pake air dingin," ucap Pangeran Ketiga tanpa berbalik.
"Ya sudah, ambilkan airnya sekarang juga!" kata Xin'er yang tak sadar telah menyuruh seorang Pangeran, karena dia tak tahu. "Cepat, ambil airnya!" teriaknya lagi karena keduanya masih diam ditempat.
Rahang Pangeran mengeras seiring kepalan tangan. Beraninya gadis bodoh itu menyuruhnya, pikir Pangeran. Dia pun berteriak kepada Liu Wei yang sedari tadi diam tanpa bersuara. "Liu Wei!" teriaknya dengan nada tinggi.
Si pemilik nama pun langsung berlari keluar tanpa diminta dua kali, sambil menjawab. "Siap, Tuan!"
Beberapa menit kemudian, Liu Wei kembali dengan seember air yang diambil dari sumur milik warga. "Ini airnya, Tuan." menyerahkan ember tersebut pada Pangeran Ketiga. Namun, Pangeran Ketiga tak menerimanya, malah melempar tatapan tajam yang mengisyaratkan bahwa Liu Wei harus melakukannya sendiri.
Mendapatkan tatapan tajam bak pisau yang menusuk, tentu Liu Wei menjadi kikuk dan berbalik menghadap Xin'er yang masih menutupi tubuh Mengshu. "Ini, Nona." ucapnya sembari menyerahkan ember tersebut.
"Hei, bagaimana aku melakukannya?" tanya Xin'er yang kebingungan karena tangannya mendekap tubuh Mengshu yang terus memberontak. "Hei, kau!" panggilnya pada Liu Wei. "Kau siram dia setelah aku melepaskannya, ya. Sebelum aku melepasnya, kamu jangan menyiramnya terlebih dahulu!" titahnya yang di angguki Liu Wei. "Dalam hitungan ketiga ... " belum sempat Xin'er menyelesaikan hitungannya, Liu Wei sudah menyiram tubuh Mengshu beserta Xin'er sekaligus. Sehingga, gadis itu memekik karena terkejut.
"Huaaaaaaa," teriakan Xin'er memenuhi seluruh ruangan kecil tersebut. Sampai Pangeran Ketiga maupun Liu Wei harus menutup telinganya, begitupun Mengshu yang baru tersadar dari efek obat terlarang itu.
"Bisa dikecilkan tidak sih volume suaramu itu? Berisik banget, tahu!" ketus Pangeran Ketiga yang terganggu dengan teriakan Xin'er.
Xin'er mengelap wajahnya dengan telapak tangan, kemudian menatap Liu Wei dengan kesal. "Sudah ku bilang, sebelum aku selesai berhitung, kau tidak boleh menyiramkan air itu. Dasar gila," cerca Xin'er dengan nada tinggi.
"Maaf!" hanya kata tersebut yang keluar dari mulut Liu Wei. Pria itu cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Huaaaaaaa, bajuku basah semua tahu!" rengek Xin'er dengan manja, membuat Pangeran Ketiga sedikit menyipitkan matanya dibalik topeng yang ia kenakan.
Melihat Xin'er yang terus-terusan merengek, membuatnya jengah dan ia segera pergi meninggalkan mereka yang langsung diikuti pengawalnya.
Setelah diluar, Liu Wei segera bertanya. "Tuan, apa yang harus kita lakukan?"
"Antarkan mereka pulang lagi. Namun, tanpa diketahui siapapun!" jelas Pangeran. "Tapi sebelum itu, berikan mereka makan terlebih dulu. Pasti saat ini mereka sedang kelaparan," lanjutnya lagi. Liu Wei pun mengerti maksud tuannya, dan segera melaksanakan tugas yang diberikan.
Segera mereka pergi meninggalkan kedua gadis itu di dalam ruangan tersebut, untuk mencari makanan. Tapi mereka tak tahu, jika kedua gadis itu kabur dari tempat itu karena mengira kedua pria bertopeng itu adalah kelompok penculik. Dengan berhati-hati, mereka kabur dan mencari jalan pulang ke Kediaman Perdana Mentri.
Saat kembali, Pangeran Ketiga dan Liu Wei terkejut dengan tidak adanya kedua gadis itu di dalam ruangan. "Mereka kabur, Pangeran." ujar Liu Wei memberitahu.
Pangeran Ketiga hanya tersenyum menanggapi keterkejutan Liu Wei sambil menggelengkan kepalanya. "Gadis bodoh itu!"
•
•
Mata Mingna perlahan mengerjap, menelisik seisi ruangan yang cukup ia kenali, namun bukan miliknya. Ruangan berhiaskan lukisan bunga sakura di sudut kamar, serta lukisan seorang wanita paruh baya yang cantik jelita terpajang berbingkai besar di dinding ruangan tersebut. Ya, kamar ini adalah kamar milik Xin'er, adik tirinya.
Mingna berusaha menggerakkan tubuhnya yang remuk redam, terasa seperti dipukuli beberapa orang. Saat tubuhnya menyamping ke kiri, matanya langsung membulat melihat seorang pria yang tidur dengan bertelanjang dada di sampingnya.
"Astaga!" pekik Mingna langsung beranjak, namun dia kembali duduk karena terkejut untuk kedua kalinya. Tubuhnya yang polos dihiasi banyak tanda merah tercetak manis. "Aa-apa-apaan ini?" tangannya meraih selimut untuk menutupi tubuhnya kembali. "Ya Dewa. Apa yang terjadi?" raut wajahnya terlihat sangat cemas saat ini. Dia menatap pria yang sedang tertidur pulas itu, dan memperhatikannya dengan seksama. "Pa-Pangeran Zhaohan!" gumamnya lirih.
Si pemilik nama langsung terbangun kala mendengar namanya disebutkan walaupun hanya gumaman saja. "Pagi, Xin'er!" sapa-nya pada Mingna dengan tersenyum.
Pangeran Zhaohan hanya mengetahui nama saja, dan tidak tahu wajah dari si pemilik nama. Maka dari itu, dia mengira jika gadis yang sudah ditidurinya adalah gadis incarannya.
Mendengar nama Xin'er, Mingna mengepalkan tangan dengan erat sampai urat dipergelangan tangannya pun terlihat. "Xin'er. Setelah melakukan ini, dia masih tidak tahu bahwa wanita yang ditidurinya bukan wanita yang dicarinya." cibir Mingna dalam hati. Namun, ia tak sampai mengeluarkan perkataan tersebut. Mingna hanya tersenyum pahit melihat Zhaohan tersenyum kearahnya.
Tangan Zhaohan terulur, kemudian memeluk tubuh polos Mingna, lalu mencium setiap inci tubuh itu kembali. Dia pun memberikan sentuhan sensual untuk membangkitkan gairahnya lagi dan membakar nafsu hingga menggebu.
Tidak dipungkiri, Mingna sangat menikmati setiap sentuhan jari-jemari Zhaohan di tubuhnya. Dia terlena kembali akan buaian alunan melodi cinta Pangeran Pertama, dalam beberapa detik saja. Tentu itu membuat Zhaohan kegirangan, karena berhasil menaklukan gadis bodoh yang akan diperalat olehnya.
"Kau siap untuk melakukannya lagi, sayang?" bisik Zhaohan tepat ditelinga Mingna yang langsung mengangguk sebagai jawabannya.
Tanpa menunggu lama, mereka pun kembali menyatukan raga keduanya di pagi hari yang indah ini. Namun, aktivitas mereka harus terganggu oleh teriakan seseorang diluar sana.
Perdana Mentri, Muning, Xin'er dan Mengshu, saat ini berada di depan kamar Xin'er. Kedatangan mereka untuk memastikan satu hal, yaitu pasal wanita yang berada di dalam kamar Xin'er yang sedang bersama Zhaohan untuk menghabiskan malam panjang mereka.
"Tuan, saya mohon! Panggilkan Pangeran untuk keluar dan menemui ku!" pintanya memelas.
"Tidak bisa, Nyonya Yun. Sebelum pangeran keluar sendiri, kami tak diizinkan untuk mengganggu kegiatan beliau didalam." tegas para pengawal.
"Tapi, tuan ..." lirihnya lagi memelas.
Perdana Mentri Yun segera menyentuh pundak istrinya dan berkata, "tenangkan dirimu. Kita harus sabar menunggu Pangeran untuk keluar terlebih dahulu!" bujuknya kepada sang istri.
Muning menangis dalam pelukan suaminya. "Huhuhu, Tuanku. Jika yang berada didalam itu Xin'er, bagaimana perasaanmu? Pasti kamu juga akan sedih, bukan!" rengeknya kembali.
"Tapi, kemarin saat Pangeran meminta izin menemui Xin'er di kamarnya, kau pun tak sesedih ini. Malah, kau terlihat senang karena Pangeran langsung menemuinya dikamarnya. Sekarang setelah tahu bahwa itu Mingna, kau begitu terluka! Bukankah Mingna ataupun Xin'er sama-sama putri kita?" cerca Perdana Mentri Yun.
"Itu beda. Xin'er yang diinginkan Pangeran, sedangkan Mingna ...?" sahut Muning memberi alasan dengan balik bertanya.
"Ya sudah, kita sabar ya!" ucap Perdana Mentri menenangkan istrinya.
Zhaohan yang sedang menikmati 'sarapan paginya' pun terganggu. Pasalnya, Muning menangis dengan kencang, seolah kehilangan sesuatu. Ya, memang benar dia kehilangan sesuatu yang berharga. Yaitu, kesucian putrinya yang dirampas Pangeran jahat yang ada didalam kamar tersebut.
"Ribut sekali," gerutu Zhaohan seraya beranjak dari ranjang. Meninggalkan Mingna yang tangah berharap sentuhan dan hujaman yang lebih lagi. "Tunggu sebentar, dan jangan bergerak sedikitpun dari tempat tidur ini! Aku akan memeriksa keributan apa yang terjadi diluar. Setelah itu, kita lanjutkan sarapan paginya." ucapnya dengan nada menggoda.
Mingna mengangguk sambil berkata, "cepat kembali!"
Kecupan dibibir sekilas didaratkan Zhaohan sebelum ia keluar. Langkah kakinya menuju pintu, lalu membuka kuncinya. "Ada keributan apa ini? Sampai berani mengganggu waktu berhargaku!" ketusnya dengan nada tinggi.
Semuanya menunduk setelah Zhaohan berdiri di hadapan mereka. "Maafkan atas kelancangan hamba, Pangeran! Hamba hanya ingin ..."
Sebelum Perdana Mentri menyelesaikan ucapannya, Muning segera berlari masuk kedalam kamar Xin'er untuk menemui putrinya sambil berteriak. "Mingna, kamu tidak apa-apa sayang?"
Mendengar nama gadis lain, Zhaohan menoleh dengan tajam kearah semua orang. "Mingna? Jadi, gadis itu bernama Mingna?" semua orang menundukkan wajahnya, tak berani menatap. "Lalu, dimana Xin'er?" lanjutnya bertanya.
Xin'er muncul dibalik tubuh kekar ayahnya. "Hai, aku Xin'er!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Machacy
Mungkin ada baiknya, "mengecilkan suaramu saja," apa lgi ini jaman kekaisaran
2023-08-20
0
@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡
haii juga 🤣🤣🤣 aduhhh lucunya salah sasaran dehhh 😆😆😆😆
2023-03-05
0
Devi Anggraini
keren bngt. jaman dulu ada bahas volume..
2022-11-03
2