Namaku Sin Yoona. Aku seorang prajurit perempuan satu-satunya di batalion. Aku tergabung dalam kesatuan perwira pembela negara(KPPN) di negaraku. Saat ini, kami sedang menjalankan misi penyelamatan di perbatasan negara.
Para tawanan yang kebanyakan lansia, di sandera oleh musuh dengan tangan dan kaki terikat rantai. Alasan mereka di tawan yaitu karena mereka tak sengaja menyebrang ke perbatasan dan dianggap pemberontak saat menggembala ternak.
Namun para musuh hanya menangkap para lansia karena mereka adalah makhluk paling lemah diantara rakyat lainnya. Mereka pun memaksa para aparat negara supaya tunduk dan patuh pada perintah mereka dengan menyandera tawanan itu. Jika kami tak mau, maka mereka akan di bunuh secara sadis.
Demi penyelamatan mereka, kami menggempur pertahanan musuh untuk membebaskan para tawanan. Dengan berbekal senjata dan amunisi, kami terus berperang siang dan malam.
Korban berjatuhan dimana-mana. Para rekan seperjuangan kami banyak yang gugur di medan perang. Mereka tak bisa di selamatkan dan mati sebagai pahlawan.
Pertempuran berlangsung selama lima hari. Musuh pun akhirnya dapat di lumpuhkan dan di pukul mundur oleh kami, namun sesuatu terjadi saat kami membawa para tawanan dan rekan yang selamat.
Tiba-tiba, sebuah bom meledak di area perbatasan dan gerbang masuk ke negara kami. Mungkin para musuh sudah mengantisipasi ini dan menyiapkan sebuah rencana khusus. Semua prajurit yang berada di posisi paling belakang tewas terkena ledakan bom tersebut, termasuk aku.
Aku ikut gugur dalam pertempuran itu. Namun apa yang terjadi sekarang? Aku tak mati, dan malah berada di tempat asing. Jiwaku terperangkap masuk kedalam tubuh seorang gadis lemah seperti nona keempat ini. Mungkin, raja neraka berbelas kasih untuk menghidupkan ku kembali. Tapi, kenapa harus tubuh selemah ini?????
©©©©
Para tabib hebat di kota Yongsheon ini di panggil ke kediaman perdana mentri, demi menyembuhkan nona keempat. Orang tuanya pun datang untuk melihat kondisi putrinya yang kabarnya hilang ingatan.
"Xin'er, apa kamu baik-baik saja?" Tanya seorang pria tua dengan kekhawatirannya.
Terlihat jelas di wajah pria tua itu, bahwa ia sangat mencemaskan putri di hadapannya yang sedang di periksa oleh tabib.
"Xin'er, katakan pada ayah. Apa yang kamu rasakan saat ini?" Tanya pria tua itu lagi.
Gadis itu hanya terdiam sambil mengamati mereka. Rasa nyaman bercampur sayang terasa olehnya, saat tangan pria tua itu menggenggam tangannya.
"A-aku baik-baik saja!" Ucapnya walau sedikit ragu.
Pria tua yang memanggil dirinya ayah itu langsung memeluk tubuh si gadis. "Syukurlah, ayah senang mendengar kamu baik-baik saja nak. Jika tidak, ayah akan merasa bersalah pada mendiang ibumu. Bagaimana ayah mempertanggungjawabkan di hadapan makam ibumu." Ucapnya dengan sedih.
Gadis itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya, membalas pelukan sang ayah. "Ayah jangan khawatir, aku pasti baik-baik saja!" Ujarnya menenangkan hati sang ayah.
Saat sedang merasakan pelukan hangat ayahnya, tiba-tiba terdengar suara dari belakang membuat Xin'er dan ayahnya menoleh. "Xin'er, syukurlah kamu tidak apa-apa nak. Ibu dan kakakmu sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatanmu."
Walaupun nada bicaranya sangat sedih, tapi ekspresi yang di buat-buat itu sangat kentara di mata Xin'er. Dia tahu jika wanita tua di hadapannya itu hanya sedang berakting supaya terlihat baik di hadapan semua orang. "Cih," gumamnya sambil memutar bola matanya malas.
Sin Yoona seorang ahli perang. Dia tahu mana orang yang sedang berbohong dan tulus di hadapannya, maka dari itu dia bisa langsung menebak apa yang akan di katakan wanita tua dihadapannya itu yang mengaku sebagai ibu.
"Ibu sangat sedih saat mendengar kamu tenggelam ke danau," ucapnya sambil menangis. "Dan saat bibi Tangli bilang bahwa kamu hilang ingatan, ibu bertambah sedih." Lanjut wanita tua itu masih menunduk dengan tangan menutupi wajahnya.
Seorang wanita mendekat dan mengusap bahunya pelan. "Sudahlah ibu, jangan menangis lagi! Xin'er baik-baik saja. Iya kan, tabib Jang?" Kata wanita itu bertanya pada tabib pribadi mereka.
"Betul, Nyonya Yun. Kondisi Nona keempat sudah stabil. Mungkin saat bangun tadi nona keempat syok, sehingga tak mengenali kami." Sahut tabib Jang.
"Baiklah tabib Jang. Terima kasih atas bantuan tabib, karena sudah menyelamatkan putriku!" Ucap ayah Xin'er dengan ramah.
Tabib Jang menunduk. "Ini sudah kewajiban saya, tuan perdana mentri. Kalau begitu, saya pamit undur diri. Tolong ramuannya di minum sesuai aturan, pagi dan malam. Supaya tubuh nona keempat cepat pulih," sahut tabib Jang sopan sambil menyerahkan racikan obat yang di buat olehnya sebelumnya.
Segera Mengshu mengambil alih ramuan obat yang di berikan oleh tabib Jang kepada tuannya. "Tuan, biar aku yang menyimpan obat nona keempat." ujarnya yang di angguki tuannya.
"Baik Mengshu, kedepannya kau jaga Xin'er dengan baik!" Kata Yun Xiaoyu, ayah Xin'er sambil beranjak dari duduknya. "Oh iya Mengshu, saya ingin tahu kejadian saat Xin'er jatuh ke danau waktu itu. Seorang pengawal bilang, saat di danau Xin'er tidak sendirian. Apakah ini murni kecelakaan atau ...," Sebelum perkataan ayah Xin'er selesai, ibu tirinya langsung menyela.
"Tuanku, kamu jangan memikirkan hal itu lagi. Kasihan Xin'er jika kita terus mengingatkan kejadian buruk itu." Ucapnya sambil mengelus kepala Xin'er dengan sedikit pelan. Padahal, dia selalu berbuat buruk pada gadis itu jika di belakang suaminya. "Dia gadis yang polos dan sangat lugu. Aku khawatir akan ada banyak orang yang memanfaatkannya karena kepolosan putri kita ini," sahutnya dengan dramatis. Namun, wajah dan hatinya sangat bertolak belakang. Dalam hatinya dia sangat senang jika Xin'er mati.
Yoona yang berada di tubuh Xin'er dalam sekali lihat saja bisa tahu maksud perkataan ibu tirinya. Dia yakin jika ada sesuatu yang di sembunyikan oleh wanita tua saat si pemilik tubuh tenggelam ke danau waktu itu. Xin'er menepis keras tangan yang mengelus kepalanya itu.
Plakk
"Singkirkan tangan kotor mu itu, nenek lampir! Jangan sok baik di hadapanku!" Tegas Xin'er dengan nada tinggi, membuat mereka semua tercengang terutama ibu dan kakak tirinya.
"Xin'er, apa yang kamu katakan? Dia ibumu. Kenapa kau berkata seperti itu padanya? Dia hanya mencemaskan keadaanmu saja," bentak ayahnya dengan keras.
Ibu tirinya berpura-pura menangis di hadapan mereka. "Jangan menyalahkan Xin'er atas sikapnya, tuanku! Aku yang salah karena tak memberikan perhatian padanya. Aku sering mengabaikannya, hiks!" Ucapnya sambil menangis.
Yun Mingna langsung merangkul ibunya. "Xin'er, kamu tega sekali berkata seperti itu pada ibu. Ibu hanya mengkhawatirkan keadaanmu saja. Kau malah mengucapkan kata-kata yang menyakiti hatinya," ucap kakak tirinya itu.
Xin'er memutar bola matanya jengah melihat drama kedua wanita licik di hadapannya itu. Dia melipat kedua tangan di dada sambil memicingkan sudut bibirnya. "Penuh kepalsuan," cibirnya kemudian.
"Xin'er. Jaga sikapmu itu!" Bentak ayahnya.
Yun Muning meraih lengan suaminya. "Jangan membentaknya, tuanku! Wajar jika dia tidak menghormati ku, karena aku ini hanya seorang ibu tiri. Tapi asal kamu tahu, aku menganggap dia sebagai putri kandungku walaupun aku tak melahirkannya ke dunia. Jadi jika kau marah, marahlah padaku jangan padanya." Ucapnya.
"Istriku, Xin'er beruntung punya ibu yang baik sepertimu. Seharusnya dia patuh padamu, bukan malah menentang mu." Ujar tuan Xiaoyu dengan lembut. Kini wajahnya berbalik menghadap putrinya. "Tangsin!" Panggil tuan Xiaoyu pada seorang pengawal pribadinya.
Seorang pria bertubuh kekar sudah berjongkok memberi hormat di hadapan tuannya. "Iya, tuanku. Hamba Tangsin, menghadap tuan perdana menteri!" Ucapnya sambil memberi hormat.
"Karena Xin'er tak sopan kepada ibunya, mulai hari ini aku menghukum dia untuk tidak keluar dari kamarnya!" Perkataan tuan Xiaoyu membuat mereka membelalakan mata. "Jaga tempat ini dan jangan biarkan Xin'er keluar dari kamarnya selama seminggu. Biarkan dia merenungi kesalahannya." Lanjut tuan Xiaoyu seraya melangkah pergi.
"Baik, tuanku!" Jawab Tangsin.
Xin'er berlari mengejar ayahnya. "Tidak ayah, jangan hukum aku dengan mengurung ku di sini. Aku akan merasa bosan, ayah. Tolong!" Pintanya dengan memelas pada ayahnya.
Namun, tuan Xiaoyu tak memperdulikannya. Dia melangkah pergi keluar kamar Xin'er di susul Muning dan Mingna. Kedua wanita itu tampak senang karena Xin'er di hukum langsung oleh ayahnya.
Hahaha, walaupun aku tak memberikan pelajaran pada gadis bodoh itu, setidaknya ayah menghukumnya untuk tidak keluar kamar selama seminggu. Dengan begitu, aku bisa menemui pangeran Zhaohan. Batin Mingna kegirangan.
"Ayah ... ayah, jangan mengurungku!" Teriak Xin'er namun pintu segera di tutup oleh Tangsin.
"Maaf Nona keempat, saya hanya menjalankan tugas perdana mentri!" Ujarnya kemudian mengunci pintu kamar dari luar.
Xin'er terkurung di kamar bersama pelayan pribadinya, Mengshu.
"Nona keempat, tenangkan hatimu. Nyonya memang sudah biasa seperti itu," sahut Mengshu menenangkan. "Ayah nona akan lebih percaya dengan apa yang di lihat. Jadi ..."
"Jadi, kita harus memperlihatkan sisi baik kita padanya." Ujar Xin'er. "Kita harus bisa membuka topeng si nenek lampir itu di hadapan ayah." Lanjutnya penuh semangat dengan mengacungkan kepalan tangan di depan.
Walaupun Mengshu tak mengerti akan perkataan nona nya, dia ikut bersemangat sambil mengacungkan kepalan tangan. "Semangat!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
RIA SARI
semua cerita sama y ....
2025-01-20
0
silent reader🤫
ini ceritanya beda ama yg di bab 1 ya thor
2022-12-29
1
Meigha
bukankah xin'er d buang ke jurang,kenapa jadi tenggelam d danau...🤔🤔🤔
2022-10-25
2