Aku terdiam di kelas, menatapi langit-langit dengan penuh penyesalan. Pak Halim sudah meninggalkan kelas. Nova sudah menutup panggilan. Dia membuatku masuk lebih dalam lagi. Mungkin ini yang dimaksud Kakakku.
"Sepertinya anda sangat bersedih, Pak?" Suara orang terdengar duduk di jendela kelas.
Aku menengoknya dan mendapati Gita duduk bersantai di sana.
"Kau mendengarnya?"
"Semuanya."
"Bagaimana bisa?"
"Meskipun aku adalah badut kelas, tapi aku juga bertalenta. Menguping dan mencari informasi adalah bakatku."
Dari mukanya yang santai seperti itu, dia tampak tidak ada niat melakukan hal buruk padaku. Tapi, pasti ada tujuan dia menguping.
"Apa tujuanmu?" Mataku menajam.
"Sederhana...Aku ingin Bapak mengeluarkan kekuatan penuh saat final!" Gita menunjukku.
"Kenapa?"
Gita memintaku mengeluarkan kekuatan penuh. Ada yang aneh di sini. Memikirkan sekarang adalah pilihan buruk. Aku terus menerus digempur oleh masalah.
"Bagaimana ya bilangnya..."
"Cepatlah! Aku tidak punya banyak waktu!"
"Tenangkan diri anda, Pak!"
"Harus mulai dari mana ya?" Gita mengerutkan dagunya dengan tangan.
"Aku dengar anda bekerja di bawah perintah bupati...Anehnya di dalam riwayat anda. Tertulis kalau anda memenangkan banyak pertarungan formal dan liar. Di dalam pertarungan liar..." Gita menutup matanya saat masuk bagian pertarungan liar.
"Semua lawanmu menghilang setelahnya." Gita membuka matanya.
"Lalu soal Pak Fajri yang dikeluarkan dari sekolah karena alih-alih pergantian tahun ajaran, dia juga menghilang setelah itu. Nama dan fotonya terpampang di semua sosial media."
Aku mulai mengeluarkan keringat dingin, tapi aku harus tetap tenang. Firasatku soal bahaya anak ini memang benar. Gita bukan sembarang murid biasa yang masuk sekolah petarung untuk menggapai atas. Dia lebih ingin menjadi yang memegang kendali dalam tempat aman.
"Meskipun anda terlihat tenang tapi keringat keluar dari wajah anda." Gita menunjuk ke keringat yang ada di kepalaku.
"Lalu soal kejadian tahun 2046, Aku tidak tahu pasti, tapi anda adalah salah satu orang yang terlibat, bukan?"
"Lebih tepatnya-" Suara Gita terputus.
Seseorang datang kemari, Gita mendercakkan bibirnya kecewa, karena ada penganggu yang menghalanginya. Dia mengalihkan pandangannya dan menatapku.
"Sebaiknya anda mengikuti saja...Karena aku tahu siapa dirimu," Muka bahagia nan licik dia berikan sebelum pergi.
Seseorang mememasuki kelas, janggut, kumis dan badan besarnya menutupi cahaya yang masuk ke kelas. Di sana, Bahar berdiri dengan nafas yang terbata-bata.
"Kenapa kau di sini?......Aku lelah karena berlari ke sini untuk mencarimu.....Apa yang...terjadi? Kenapa gubernur...bicara padamu?" Suara Bahar patah-patah karena lelah berlari.
"Tidak. Dia hanya menyapaku karena kenal dengan Kakakku."
Aku menggelengkan kepalaku. Bahar yang baru saja datang menatapku penuh curiga. Matanya menajam seakan bisa merobekku bila aku mengecewakannya.
"Aku akan pura-pura tidak dengar."
Bahar membalikkan tubuhnya. Dia tahu kemana pembicaraanku akan pergi, kegelisahannya saat itu masih tertempel di ingatannya, meskipun dia bilang dia sudah memaafkan tindakanku.
--------
Hari telah berganti malam, aku dihadang oleh Kakakku saat pulang ke rumah. Dia sudah mendengar yang terjadi di sekolah, muka marah dan kesal ingin dia lontarkan padaku, tapi dia tidak bisa.
"......"
Aku tidak bisa berkata apa-apa selain memalingkan wajahku dan tidak berani melihatnya. Ini sering terjadi pada kami dulu sekali, saat aku masih dibangku SMP.
"Lakukanlah..." Ucap lirih Kakakku.
Aku tiba-tiba terkejut, menatapnya tidak percaya. Aku mengambil langkah mundur sambil melihati Kakakku yang sudah putus asa menghadapiku.
"Aku hanya perlu melindingimu lagi bila sesuatu terjadi padamu! Itu yang kau mau, kan?!" Kakakku membentakku.
Aku masih tidak bisa berkata-kata. Aku menatapinya dengan ekspresi kaku, sesuatu harus kukatakan tapi tidak bisa.
"Aku hanya mengikuti arus...," suaraku lirih sambil memalingkan wajah.
Suara langkah dengan cepat mendekat. Kakakku berlari ke arahku.
"Hyah!"
Buk!
Sebuah pukulan keras di arahkan ke pipiku, aku mundur dibuatnya. Wajah sedih dengan air mata membasahi seluruh area mata di mukanya. Beberapa saat kemudian, dia berjalan ke kamarnya tanpa mengatakan apapun setelahnya.
Apakah ini kuanggap selesai?
Sakit terasa di bagian dadaku karena sudah menyakiti orang-orang yang peduli padaku. Malam ini aku akan merenungkannya, karena besok ada sebuah pertarungan yang harus kuselesaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments