Sekolah Podoagung telah berbubah menjadi arena bertarung raksasa. Banyak tempat duduk ditambahkan untuk memuat lebih banyak tamu. Banyak bendera, pamflek, dan sponsor terpasang mengitari dinding-dinding arena.
Pertarungan ini akan menjadi yang sangat besar, karena akan dilihat oleh orang-orang tinggi, bahkan setingkat presiden sekalipun.
Para guru meminta semangat dari para murid yang di tempatkan di barisan yang sama. Para murid bersorak untuk guru mereka. Berdoa akan kemenangan bisa mereka capai meskipun hanya kemungkinan masuk final sebagai yang kalah.
Di sisi lain, aku berdiri menyendenkan badanku di tembok bagian tertinggi di tempat penonton. Nova memanggilku.
"Lupakan soal misi untuk memenjarakan para guru itu. Klaim kemenangan di final. Itu lebih menguntungkanku dari pada berurusan dengan para cicak."
"Baik"
Aku menutup panggilan, tanganku meremas ponselku dengan kuat. Nenek itu seenaknya menyi-nyiakan semua rencana yang kubuat dan berganti ke rencana yang dia mau.
Seseorang melihatiku yang kesepian dari dekat. Aku menatapnya, wajah santai dan senyumnya menungguku. Aku menajamkan mataku.
"Apa kau mau melanjutkannya, Gita?"
Gita melekukkan bibirnya lebih tajam. "Anda tahu, kalau nilai kelas juga berpengaruh untuk masuk perguruan tinggi, kan?"
"Lalu?"
"Semakin hebat yang mengajar di kelas tersebut maka semakin tinggi perguruan tinggi melirik kelas itu."
"Jadi, kau melakukan ini untuk kelas, kupikir untuk dirimu sendiri."
"Sebenarnya ini untuk diri sendiri, tapi hanya ini satu-satunya cara. Kelas 1 fisik 1 berada di skor paling bawah karena Pak Fajri saat itu seperti tidak peduli, tapi setelah anda masuk dan menghajar Vicky di arena. Skor kelas kita meningkat."
Aku berjalan mendekatinya, dia berdiri curiga kepadaku. Tapi kecurigaannya hilang setelah aku didekatnya. Aku mengelus kepalanya. "Kau anak yang baik, Gita."
"Siapa yang kau bilang baik?!" Wajah merahnya terlihat dengan jelas.
"Pokoknya anda harus lakukan yang terbaik di Penilaian ini!" Gita menunjukku dan berlari menjauh.
Beberapa selang setelah Gita pergi, aku menatap ke arena bertarung. Aku memikirkan, buat apa aku bertarung? Apakah menyelesaikan tugas dari Nova, untuk muridku, atau hal lain. Kebingungan dalam diriku melanda, tapi aku harus menyingkirkan alasanku dan fokus untuk menghancurkan semua musuhku.
Angin meniup bajuku, bendera-bendera berkibar lebar karenanya. Sebuah pintu besi otomatis terbuka dan mengeluarkan peserta pertamanya. Guru kelas 1 sihir 3, Vicky melawan Guru kelas 2 fisik 1, Rasputra.
Aku melekukkan bibirku, baru saja dimulai dan wajah itu terlihat. Aku mau lihat bagaimana dia menang atau kalah, wajah seperti apa yang akan dia pasang nanti.
Sayangnya, keinginanku untuk melihatnya diganggu. Notifikasi ponselku berbunyi, di layar terlihat nama Erika, layar kutekan sebuah pesan dia tulis. 'Di mana kau, Syid? Pertarungan akan segera dimulai dan anda belum duduk bersama murid-muridmu.'
Erika sangat khawatir melihat aku absen, sebaiknya aku tidak membuat orang-orang sekitar semakin menatapku. Aku pergi kembali ke tempat duduk yang ditempatkan di dekat murid-muridku.
Tatapan murid-muridku membuatku sedikit gugup, tapi aku sudah terbiasa akan hal ini. Sophia yang berada duduk di sampingku membisikan sesuatu.
"Anda dari mana saja?"
"Hanya mencoba melihat dari spot tertinggi." Aku tidak bohong kali ini.
Bibir Sophia membengkok. "Anda aneh sekali, dan hebatnya aku tidak kaget."
Aku tersenyum dan memberi jempol ke arahnya. Sophia menyendekan badannya ke kursi seakan menormalkan keanehanku.
Sementara itu di arena bertarung, Vicky sangat tersudut saat melawan Rasputra, semua pedang-pedangnya yang ia lemparkan tidak mempan melawan teknik tombak milik Rasputra, cukup dengan memutarkan tombaknya, pedang-pedang milik Vicky terpental kemana-mana.
Vicky mencoba mengeluarkan serangan tombak air dari atas, namun Rasputra menghindarinya dengan cepat-cepat menusuk Vicky yang masih menyiapkan sihirnya. Sama seperti aku yang mengalahkan Erika saat pertama kali masuk sekolah.
Vicky yang sudah tertusuk masih belum tumbang, dia mengeluarkan last resort-nya. Dia menggabungkan sihir air dan petir dan di arahkan ke tombak Rasputra, refleksnya begitu cepat. Rasputra yang masih memegang tombaknya terpental sampai menatap dinding, tapi sayangnya Vicky tumbang lebih dulu sebelum Rasputra. Pertarungan dimenangkan oleh yang bisa bertahan sampai akhir, Rasputra menang.
Tepukan penonton terdengar memberi selamat pada pemenang. Rasputra membalasnya dengan melambaikan tangannya sambil pergi keluar arena. Wajah presiden melihatnya dengan ekspresi bosan, mungkin karena sebenarnya yang dia tunggu bukan pertarungan para sampah ini. Melainkan, pertarunganku dengan para kelas 3 sihir.
Papan nama sudah di-update, nama Vicky dicoret dan Rasputra pindah ke kotak yang di depannya.
Papan itu mengganti layarnya dan menjadi pengacak pertandingan. Mesin sudah mulai mengacak, banyak nama berputar di layar. Aku berharap aku main diakhir saja, aku mau lihat bagaimana para orang biasa bertarung.
Papan berhenti mengacak, nama Samuel dan Candra keluar di layar. Pertarungan antara kelas 1 fisik 4 dan kelas 2 fisik 2, sepertinya pertarungan diatur untuk menjadi kelas 1 lawan kelas 2, sedangkan kelas 3 akan melawan peserta yang menang di pertarungan tersebut.
Tidak perlu waktu panjang, pertarungan mereka berdua telah usai dengan Samuel memenangkan pertarungan, Candra tumbang di arena karena tidak berpengalaman melawan orang yang menggunakan senjata riffle. Mungkin, Samuel menang karena kerja kerasnya selama ini. Selagi bukan melawan kelas sihir, Samuel akan terus menang.
Papan terus mengacak, pemenang dan sorakan terus dikeluarakn, tapi tak ada satupun yang menarik minat presiden. Dia kelihatan kecewa karena sekolah ini harusnya menjadi sekolah yang paling bergengsi di nusantara, tapi tidak memberikan pertarungan yang membuatnya tertarik.
Sampai pada akhirnya, namaku keluar di papan. Aku berdiri dari kursiku dan berjalan menuju arena. Sophia yang melihatku memberiku semangat. "Semoga beruntung."
Murid-murid yang lain juga menyoraki namaku, bagi mereka kemenangan ini adalah penentu bagaimana perguruan tinggi akan melirik mereka apa tidak. Sebenarnya aku tidak perlu menang, karena presiden saja sudah langsung menegapkan badannya saat namaku keluar. Tapi tugas tetaplah tugas, aku hancurkan musuhku dengan keinginan kuatku.
Lawanku adalah kelas 2 sihir 4, Matanya sangat tajam seakan dia tahu kekuatanku yang sebenarnya.
"Aku dengar dari adikku, katanya kau mengalahkannya dengan sekali serang."
Wajah mengkerut dia keluarkan, ternyata dia kakak Vicky. Ini sepertinya sudah menjadi takdir bagiku untuk menghancurkan para Kakak dan Adik.
Aku melirik presiden, wajahnya sangat bersemangat untuk melihat pertarunganku. Dia tidak sadar memajukan badannya saat duduk di sana.
'Akan kuberikan yang kau mau' Pikiranku sudah tertuju pada lawanku, pageblug kuaktifkan dan kucengkram Curved Sword-ku setelahnya. Lawanku merupakan pengguna tongkat sihir, sama seperti kakakku, itu hanya penyuplai bukan untuk memukul.
TETTTTTT!!!
Aba-aba mulainya pertarungan sudah didengar.
Aku maju kedepan secepat kilat dan mengayunkan pedangku dari bawah ke atas, percikan tanah kukibaskan melalui pedangku. Mata lawanku langsung kesakitan, tidak boleh menunggu lama, aku menambahkan tebasan memutar badan.
Slash! Slash! Slash!
Sekitar 3 tebasan kuberikan padanya, dengan cepat dia sudah tidak lagi berdiri dan tumbang ke tanah. Penonton bersorak dengan berdiri, untuk pertama kalinya mereka melihat pertarungan yang bahkan selesai hanya dengan kedipan mata.
Aku keluar dari arena dan mendapat banyak notifikasi pesan dari teman-teman guru. Aku menekan dan membuka pesan-pesan mereka.
(Hebat sekali... Sangat cepat 'mata bersinar', Marika Tasya.)
(Seperti yang diharapkan darimu, Erika Rahmana.)
(Kau benar-benar meningkatkan kekuatan dengan sempurna, Samuel Yucheng.)
(Kerja bagus, Pak Rasyid, Xander Xander.)
Aku juga mendapat pesan dari murid-muridku.
(Anda hebat sekali oak :D, Kanda Sophia.)
(Aku belum tahu kalau anda sekuat ini, Monika Mahama.)
(Jadi ini kekuatan sebenarnya?, Luna Gita Lestari.)
(Hehhh...Ternyata anda hebat juga, Stevent Xander.)
(Bagus sekali, pak, Hakam Surya.)
Terdapa satu lagi pesan, mataku berair saat menemukannya.
(Kerja bagus, Syid, Rizki Kamil.)
Air dari mataku langsung turun seketika, dia benar-benar ingin mendukungku.
'Aku akan memenangkan ini, bukan untuk hal lain selain mendapatkan maafmu, Kak'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments