"Kau!"
Sling!
Anak panah yang ditembakkan oleh Erika melesat ke arah Rasyid.
Dengan cepat Rasyid menghindar ke samping dan membiarkan anak panah itu lewat.
Anak panah itu terus melaju dan menancap dinding arena.
Tembakan lurus ke depan?
Rasyid mulai mengevaluasi lawannya, dan dari apa yang dia dapat, lawannya bukanlah di level bawah atau menengah, bahkan melebihi level atas, wanita itu berada di level tertinggi, Champion.
"Kau... Champion sungguhan?"
Rasyid mencoba memastikan kata-kata yang dilontarkan Bahar saat sebelum pertarungan dimulai. Kata-kata tadi terus terbayang di pikirannya.
Apakah sebutan Erika sang Juara(Champion) tadi sungguhan, dan bukan hanya omong kosong?
"Fokus, bodoh!"
Namun bukannya sebuah jawaban yang ia dapat, malah sebuah hinaan yang lebih.
Erika bersiap menembakkan tiga anak panah sekaligus ke arah Rasyid, dan kali ini ada sebuah gumpalan elemen yang mengitari anak panah itu.
Dia mencoba menembakkan beberapa anak panah?
Dua anak panah berelemen api, dan satu elemen listrik berada di tengah.
Dia mau membuat sebuah ledakan dengan mengghantamkan elemen listrik dan api itu.
Jadi meskipun aku menghindar, dan kedua anak panah(listrik dan api) saling bergesekan, maka akan menyebabkan sebuah ledakan dan aku yang menghindar akan terkena efek ledakan.
Sungguh, dia mencoba sesuatu yang mengerikan.
Bahkan dia terlihat seperti menikmatinya saat bersiap melesatkan anak panah itu.
Slash!
Tiga anak panah meluncur dan berpencar.
Anak panah api itu melesat ke samping dan mencoba mengepung Rasyid dari dua arah, sedangkan anak panah listrik melesat lurus langsung ke arah pria itu.
Rasyid saat ini hanya punya dua opsi, mundur ke belakang, atau...
Opsi pertama jelas akan beresiko, ledakan saat api dan listrik bertemu bukanlah sesuatu yang bagus bila terkena.
Tubuh akan langsung hancur menjadi berkeping-keping dan menembus organ dalam.
Maka, sisanya hanyalah opsi kedua untuk Rasyid.
Rasyid mencengkram kuat pedangnya dan diayunkan ke sekitar.
Clang! Clang! Clang!
Ayunan itu menebas ketiga anak panah yang melesat ke arahnya. Ketiga anak panah itu dihentikan hanya dengan satu kali ayunana.
"A-apa?!"
Baik Erika maupun Bahar terlihat terkejut dan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat.
Menepis tiga anak panah dari tiga arah yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan jika profesional sekalipun, mereka harus setidaknya melakukan 3 kali tebasan cepat untuk itu.
Di sisi lain, Rasyid yang baru saja melakukan sesuatu yang menakjubkan tadi tidak terlihat bangga dengan apa yang baru saja dia lakukan. Matanya masih lemes seperti biasa.
"Kau kuat sekali... Bahkan aku belum melihat kekuatan elemenmu sama sekali."
Erika menyeringai melihat apa yang baru saja ia lihat, ditambah dengan lawannya yang bahkan tidak memberikan sedikitpun ekspresi takjub dengan apa yang dia lakukan. Erika menyimpulkan satu hal.
"Orang besar(Orang elit) pendosa!"
Erika memiliki prinsip, mereka(orang elit) adalah para pendosa besar. Sesuatu yang berhubungan dengan masa lalunya telah membuatnya seperti ini. Sesuatu itu pasti sesuatu yang mengerikan sehingga dia menjadi dibutakan dengan argumen itu.
Erika memegang busurnya semakin kuat, kini kemarahan menyelimuti dirinya.
"Aku akan dengan senang hati merobek-robekmu!"
Tanpa pikir panjang, Erika berlari maju dan melupakan kalau dia adalah petarung jarak jauh.
"Gyah!"
Sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Semburan api dan listrik keluar dari dua telapak tangan wanita itu, semburan itu mencoba menembus perut lawannya. Dia dengan memasang wajah tersenyum menyeringai mencoba mengakhiri pertarungan dengan cepat.
Duar!
Api dan listrik bertemu dan bergesek menyebabkan sebuah ledakam yang cukup besar.
"Yes! Aku menang! Tapi itu masih belum cukup!"
Asap tebal menyelimuti arena, tak ada satupun yang bisa melihat apa yang terjadi di sana. Bahkan Bahar yang berada di atas sekalipun tidak bisa melihatnya.
"Apakah ini berakhir?" Bahar mencoba mengecek keadaan.
Matanya mulai menelusuri ke dalam asap tebal itu namun hasilnya nihil.
Tak ada satupun yang bisa dia dapat.
Dan itu artinya, kemenangan pasti menjadi milik Erika.
"Eh-" Bahar mencoba memperingati Erika, namun sebagai juri, dia tidak boleh melakukannya. Belum lagi dia adalah orang yang menjunjung tinggi harga diri.
Bahar merasakan sebuah kejanggalan yang terjadi saat ini.
"Terlalu banyak asap..."
Asap tebal, ini bukan berasal dari efek gesekan api dan listrik, namun berasala dari-!
Bahar yang menonton dari atas akhirnya menyadari sesuatu.
"Wakil bupati itu tidak sedang bercanda..." Dengan wajah bermandikan keringat, Bahar mencengkram kuat pagar penghalang yang menjadi pembatas area penonton dan arena petarung itu.
Kembali ke pertarungan.
Asap tebal masih menyelimuti sekitar dan membutakan semua penglihatan. Erika dengan terengah-engah melihati asap tebal itu dengan senyuman kecil.
"Eh?"
Tapi dia akhirnya menyadarinya, sesuatu yang aneh ada pada asap itu.
"Asap ini... Bukan dari reaksi elemenku, melainkan sebuah badai pasir kecil!"
Dengan ketakutan dan tergesa-gesa, Erika mengarahkan busurnya ke atas dan bersiap mengeluarkan kekuatannya yang lain.
"Kau pasti ada di sekitar, bukan?! Kau pasti menggunakan momentum ini untuk menyerangku dari dekat!"
Tak ada yang menjawab, apakah Erika hanya parno, atau memang musuhnya sedang bersembunyi?
Lingkaran raksasa tiba-tiba terbentuk di sekitar Erika, lingkaran itu berputar dan memercikan listrik yang sangat kuat.
Semakin ditarik tali busur itu, semakin kuat juga percikan dari listrik itu, dan semakin deras pula keringat yang membasahi wajah wanita itu. Rambut dan pakaiannya ikut berkibas-kibas oleh efek dari percikan listrik.
Wanita itu bersiap melepas anak panah itu dan melesatkannya, namun...
"Hujan panah? Itu yang ingin kau lakukan?"
Tepat sebelum anak panah melesat ke atas dan membuat ratusan anak panah melesat ke bawah, sebuah cengkraman menahan lengan wanita itu.
"Gyeh!"
Ada sensasi lain saat pria itu berada di dekatnya. Erika merasakan sesuatu yang panas dan menembusnya.
Perlahan wanita itu mulai menurunkan arahnya melihat, sampai pada bagian perut, dia melihat sebuah pedang yang berkarat telah menusuk jantungnya.
Kesadarannya perlahan hilang dan kekuatannya untuk menopang tubuh mulai kendur.
Sampai matanya juga tidak bisa menahan untuk terus terbuka, dia akhirnya-.
Brak!
Dia pingsan.
Rasyid yang masih menancapkan pedang di perut wanita malang itu hanya bisa terdiam setelah melihat lawannya tumbang.
Perlahan dia menarik keluar pedang itu dan menatap rendah lawannya.
Tetanus tidak akan mengenai wanita itu, karena warna karat di besi pedang itu hanyalah sebuah 'skin'.
"Aku menang..." Hanya itu yang keluar dari mulut pria itu.
Tenang saja dia tidak mati, Anitya menahan kematian, apapun bentuk bahaya fisiknya.
Pertarungan berakhir dengan dimenangkan oleh Rasyid. Tidak terlihat nafas yang terengah-engah keluar dari wajahnya, namun keringat tetap membasahinya.
Dia terlihat gugup akan sesuatu.
Sejujurnya, kalau saja aku terlambat sedikit saja mungkin aku akan kalah.
Bagaimanapun Rasyid tetaplah manusia, dia juga mengalami sesuatu yang disenut gelisah.
Hujan panah, itu serangan paling mengerikan yang pernah aku lihat di televisi saat itu.
Tak ada satupun lawan yang berhasil selamat bila mereka berdiri di lingkaran listrik di saat anak panah turun.
Rasyid mengakui satu hal, wanita yang ada di depannya bukanlah wanita biasa. Dia mungkin saja orang yang sangat kuat, atau memang begitu.
Rasyid tidak pernah update soal hal-hal beginian, terlebih lagi soal selebriti dunia. Baginya mereka hanyalah uang berjalan bagi para pembisnis.
Ada juga kemungkinan dia memanglah Champion, tapi jawaban itu belum bisa dia konfirmasi.
Sepertinya aku harus update terhadap media.
Helaan nafas keluar dari mulut pria itu. Hal yang paling dibenci harus dia hadapi, yaitu media.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments