"Aduduh...," suaraku lirih.
Aku pergi dari arena dengan perutku yang sakit karena dipukul Erika. Dia susah dimengerti sekali. Lagipula tadi itu seharusnya latihan kenapa malah jadi bertarung beneran? Dan kenapa Tasya yang memohon untuk melatihnya kelihatan lebih hebat daripada yang dia katakan.
Butuh sekitar 5 menit untuk rasa skit di perut hilang.
Aku berjalan menuju kelas untuk bertemu dengan Sophia. Akan malah tambah kacau jika aku lupa menemuinya.
"Bagaimana pak? Apa kita akan menggunakan sihir yang baru kita buat saat penilaian guru?" Salah seorang guru dari kelas 3 sihir terdengar saat aku melewati kelasnya.
"Diamlah... Ada hawa kehidupan didekat sini." Salah satu guru menyadari keberadaanku.
Sihir sensor, itu yang mereka gunakan. Tapi yang namanya sihir pasti menggunakan elemen. Sihir sensor merupakan sihir yang mendektesi hawa panas dengan mengandalkan sihir es.
Hawa keberadaanku yang ketahuan langsung kututupi dengan menyelimutiku dengan sihir es. Seluruh badanku berubah menjadi sangat dingin. Aku yakin mereka tidak tahu sihir ini.
"Jadi kau menyembunyikan dirimu dengan sihir itu, pintar sekali. Aku tidak kaget saat mendengar Nova mengirim mata-mata kesini." Guru wanita muda menyadari keberadaanku.
"Kalau kau keluar kau akan selamat."
Dia mengubah ruangan dan teras kelas 3 sihir menjadi lava. Selimut es dalam diriku langsung meleleh karena kepanasan.
"Gawat!" Aku memasukkan diriku ke tanah menggunakan sihir tanah.
"Dia hilang... Bahkan tanpa jejak?" Wanita itu kehilangan hawa keberadaanku.
Aku sebenarnya ingin mendengar apa yang dibicarakan mereka tapi mereka pasti sudah meningkatkan kewaspadaan. Saat ini aku hanya bisa mundur.
Aku datang ke kelasku dengan rambut berantakan. Sophia yang melihatku langsung kaget sambil menahan tertawa.
"Kenapa kau, Pak Rasyid. Apakah kau dikejar anjing?" Moka yang ada di kelas menertawakanku tanpa rasa bersalah.
"Hey kau tidak boleh begitu..." Sophia menegur Moka, namun mimik mukanya seperti orang tertawa.
"Maaf maaf." Moka mengelap air matanya.
Aku merasa tidak senang saat Moka merasa tenang. Bila ditertawakan oleh orang yang tidak terlalu kau kenali rasanya sangat sakit. Apakah itu memang alasannya?
"Kenapa Moka ada di sini?" tanyaku.
"Ayo Moka...katakanlah." Erika membisiki Moka.
Moka maju ke hadapanku. Badannya seperti orang yang sangat gugup.
"Pak Rasyid! Aku minta maaf!" Moka menyatakan permintaan maafnya.
"Kenapa kau meminta maaf? Akulah yang seharusnya minta kaaf." Aku membalikkan pernyataannya.
Ada sesuatu yang membuatku tidak bisa dimaafkan. Itu semua terjadi karenaku.
"Aku tahu anda yang membunuhnya tapi semua itu terjadi karena aku yang menyuruhnya." Moka menundukkan kepalanya.
"Aku kesal karena dia tidak berani melakukannya sendiri. Jadi aku membentaknya. Dia lalu marah dan mencekikku," tambah Moka.
"Kalau begitu apa boleh buat." Aku menggaruk rambutku.
Aku anggap masalah ini sudah selesai sajalah. Tidak akan baik bagiku atau Moka jika meneruskannya.
"Okeh... Masalah kita anggap sudah selesai. Sekarang waktunya untuk pelajaran." Sophia melerai Aku dan Moka dengan muka gembira.
"Tunggu!...Kenapa Moka ada di sini?" Aku bertanya.
"Dia bilang mau membantu sebagai permintaan maaf." Sophia menaruh jari telunjuknya di pipi.
"(Astaga...Satu saja sudah membuatku pusing. Sekarang malah dua)." Aku menundukkan kepala sambil menghela nafas.
Aku diberi pelajaran sampai matahari terbenam. Rasanya sangat mengerikan saat diajar mereka berdua. Tidak bisa aku jelaskan bagaimana kondisi wajahku sekarang.
TRING!!!
Notifikasi di ponselku berbunyi.
(Kakak sekarang sedang kencan. Mau dibawakan apa pas pulang, Rizki Kamil).
(Bawakan aku 6 buah donat saja. Aku harap Kakak tidak jadi bagian dari donat itu, Rasyid Londerik).
(Apalah, Rizki Kamil).
Harus kuakui dia tidak pernah kapok. Aku berharap sekali saja dia kena imbas dari apa yang dia lakukan. Dia selalu saja selamat dari mantannya, namun aku yang jadi korban.
Berjalan keluar aku dari gerbang sekolah. Aku menuju halte bus untuk pulang. Langkahku terhenti saat bertemu mereka kembali. Guru-guru kelas 3 sihir sepertinya benar-benar ingin memenangkan penilaian ini.
"Kali ini sebaiknya aku langsung mengaktifkan sihir es dan petir jadi satu." Aku tidak mau melakukan kesalahan lagi.
Aku berjalan ke kumpulan mereka. Hawa keberadaanku sudah benar-benar hilang. Bahkan wanita yang tadi masih was-was akan keberadaanku tidak bisa mendeteksiku.
"Sepertinya orang itu tidak bisa datang ke sini." Wanita itu senyum bangga.
"Mungkin dia ketakutan dan berlari kembali ke Nova?" Salah satu guru tua menertawakanku.
"Hahahah." Sekarang mereka mentertawakanku.
Asli, kalau bukan karena aku sekarang guru. Aku bakal tebas mereka semua menjadi daging cincang.
"Baiklah karena pengacau sudah pergi. Mari kita lanjutkan rencananya. Kalian ingat apa yang terjadi pada tahun 2046, bukan." Seorang guru pria tua dan kurus berbicara.
"Tahun itu...Tentu saja, sebuah peristiwa yang menewaskan hampir 1/2 penduduk Kota Ningru. Berita di seluruh nusantara menginformasikan kalau itu adalah fenomena alam... Tapi kita tahu kebenarannya." Seorang guru muda gemuk memberikan penjelasan soal kejadian itu.
"Ya...Ini semua adalah salah bupati kita, Nova Sena. Dia melakukan eksperimen ke 2 untuk memperkuat Anitya supaya bisa mengeluarkan sihir." Wanita yang tadi was-was kini menjelaskan.
"Sebuah bola api raksasa keluar dari dalam sekolah. Banyak yang bilang kalau itu akibat kesalahan para siswa yang sedang bereksperimen. Tapi kenyataannya Nova menaruh tes subjek di sana sebagai percobaan. Kini tes subjek itu telah mati namun pengorbanannya menghasilkan keuntungan bagi nenek tua itu." Wanita itu menambahkan.
"Dasar Nova...Apa yang dia inginkan?!" Guru wanita tua memukul dinding karena kesal.
"Dari yang kuamati, ada dua spekulasi. Pertama, Nova ingin memaksa semua orang menggunakan Anitya. Bila dihitung dari jumlah korban, rata-rata mereka tidak menggunakannya. Kedua, Dia ingin membangkitkan sesuatu." Pria tua memberi spekulasi.
"Anggap yang kedua tidak pernah ada." Pria gemuk menyelanya.
"Kembali ke inti. Kita akan gunakan sihir yang sama seperti saat itu. Kita buktikan kalau kejadian itu adalah karena kuasa Anitya. Saat ronde final, keluarkan sihir itu. Buat para tamu terkejut. Nova pasti akan kehilangan kepercayaan dari bawahannya saat mereka tahu kalau sihir yang sama adalah penyebab insiden itu." Wanita was-was menjelaskan rencana mereka.
"Baiklah!" Ketiga guru lainnya menyetujui rapat dan bubar.
Wanita itu tetap berdiri di sana sambil tersenyum senang. Hari yang sangat dinanti-natinya akan datang.
"Aku akhirnya akan bisa membalas dendam! Wanita tua itu akan hancur! Oh...Tania adikku. Penderitaanmu akan kubalaskan segera!" Sebuah deklarasi ia ucapkan.
Wanita itu pergi dari posisinya.
Aku melepaskan sihirku dan berjalan ke arah bekas dia berdiri.
"Sepertinya kekacauan akan benar-benar terjadi. Tapi borgol tangan akan berjumlah 4 pasang." Aku mengatakan itu, berdiri di tengah-tengah bekas kejadian, mataku bersinar di tengah kegelapan. Rencanaku sudah ku pastikan.
Ini akan menjadi hari kelulusan mereka berempat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments