Di malam yang damai, Nova menghadap keluar dari balik dinding kaca. Dia sedang melihati pemandangan Kota Ningru yang dihiasi lampu-lampu warna-warni dari ketinggian.
Di baliknya aku berdiri untuk melaporkan apa yang terjadi di sekolah. Rencana kelas 3 sihir sudah ketahuan. Rencanaku juga sudah kubuat. Tinggal menunggu persetujuan.
"Jadi itu yang mereka incar?" Nova masih menatap keluar dinding kaca.
"Ya," jawabku datar.
"Peristiwa itu... Hanya diketahui sekitar 5 orang." Nova menutup matanya.
"Aku, anakku Doni, Kakakmu Rizki, Kau, dan Kakak tertuamu yang kini hilang Nazrul Aji."
"Apakah Kakakku Aji pelakunya?"
Nova terdiam hanya menggelengkan kepalanya. Dia membuka matanya dan kembali menatap kota.
"Tidak mungkin dia,"
"Lalu?"
"Ada yang menyadap." Nova membalikkan badannya dan menghadapku.
Dia berjalan mendekatiku dan memegang kedua bahuku. Tatapannya sangat dalam namun kosong.
"Cari dan habisi sang penyadap!"
"Maaf tidak bisa," tegasku dengan datar.
"Aku saat ini adalah guru. Aku juga sudah berjanji untuk tidak membunuh lagi." Aku menatap Nova yang lebih pendek dariku dengan tatapan menakutkan.
"Janji ya?... Temanmu sangat khawatir padamu diakhir hidupnya." Nova menyinggung temanku yang sudah tiada.
Aku dengan cepat menarik pageblug-ku dan menghadapkan Curved Sword-ku padanya. Nova tidak kelihatan takut sedikitpun. Seakan dia sudah siap mati kapanpun.
Matanya yang menatapku seakan bertanya. "(Apakah kau yakin?). Aku yang sudah kesal terpaksa menarik kembali pageblug-ku.
"Aku tidak akan menghabisinya. Aku hanya akan memberikan tuduhan palsu padanya sehingga dia akan dihukum berat, bagaimana." Aku yang tersudut mengajukan banding.
Nova menutup mata dan menundukkan kepalanya.
"Apakah kau yakin memenjarakannya adalah hal yang benar? Bagaimana kalau dia punya teman yang membencinya karena tindakannya. Jika dia dipenjara, temannya akan menjadi sangat membencinya. Tapi jika dia binasah, temannya akan sedih karena dia mengetahui kebaikan yang akan dilakukan temannya."
"Bila dia mati, dia tidak sempat mengatakan selamat tinggal. Tapi bila ia dipenjara dia bisa keluar dan menjelaskan apa yang terjadi. Itu tergantung kemauannya. Aku tidak peduli dia bisa apa tidak. Yang kupedulikan adalah menepati janjiku."
".............." Nova terdiam dan matanya masih tertutup.
Kesunyian mendatangi ruangan bupati itu. Suara angin dari luar bisa terdengar dengan jelas.
"Lakukanlah yang kau suka! Keduanya tetap menguntungkanku." Nova membuka matanya dan berjalan kembali ke kursinya.
"Kalau begitu aku pamit pergi, permisi" Aku pergi meninggalkan ruangan itu.
Hari ini akan jadi sangat sibuk.
-----------------------------------------------------------------
Bunyi ponsel terdengar dari sakuku. Sebuah notifkiasi dari Kakakku terlihat. Aku membukanya.
(Mana kau?, Rizki Kamil)
(Di kan-), aku sebaiknya berbohong saja. Aku harus senatural mungkin. Tidak boleh melibatkannya untuk saat ini.
(Aku ada di rumahnya muridku. Memberi dia pelajaran tambahan, Rasyid Londerik)
(??????????????????? HAHHHHHH?!) Pesan terkejut Kakakku menyadarkanku. Aku langsung menarik kembali pesanku. Sayangnya aku salah pencet dan hanya menekan "hapus untuk saya".Aku membanting ponselku ke sofa. Bodohnya aku. Aku harus cepat menjelaskannya.
(Maksudnya aku dipaksa muridku untuk melatihnya tarung di arena)
(Bukan tarung di tempat lain, kan?).
(Kau tahu itu tidak mungkin, kan).
(Hmmmm aku luoa), dari caranya salah menulis pesan. Dia sedih saat aku menulisnya.
Pembicaraan terhenti. Aku menutup ponselku dan pergi ke tempat yang sudah ditentukan. Nova mendeteksi penyadap dengan Anitya di dalam diri si penyadap.
Nova adalah pencipta Anitya. Kemampuan miliknya bahkan melebihi kemampuan dengan Anitya terkuat(kakakku) saat ini. Para penyadap berurusan dengan orang yang salah.
Sebuah rumah terbengkalai di pinggir kantor polisi merupakan tempatnya. Suasana sangat gelap bahkan aku tidak bisa melihat adanya lampu dari sini.
Aku berjalan memasuki rumah itu. Aku menggunakan sihir es untuk mendeteksi hawa kehidupan di dalam rumah. Sihir ini kudapat dari wanita kelas 3 sihir tadi.
Gelap rumah benar-benar bisa menyembunyikan sebuah kejahatan. Dengan adanya kantor polisi di sampingnya. Rumah ini benar-benar tidak terjamah sama sekali.
Aku mengeluarkan sebuah serbuk-serbuk putih yang dibungkus dalam kantong plastik tipis. Aku menyebarkannya ke sekitar rumah itu. Ngomong-ngomong serbuk ini asli.
Serasa cukup, aku berjalan ke kantor polisi sebelah dan mengeluarkan kartu nama khusus untuk bawahan dari Nova.
"Apa yang anda inginkan?" Polisi yang duduk di bagian resepsionis berdiri sambil merinding ketakutan.
"Aku kesini menyampaikan keresahan masyarakat," tegasku.
"A-apa itu?"
"Aku dengar rumah di samping adalah tempat peredaran nark*ba. Dan bodohnya kantor polisi di sebelahnya tidak menyadarinya sama sekali. Apa kalian benar-benar bekerja?" Aku menakuti resepsionis itu.
"Se-sebentar pak! Aku akan memanggil atasanku!" Dia mengangkat telepon dengan tergesa-gesa.
"Ya baik!" Dia menutup telponnya. "Dia akan datang!"
Tak lama kemudian seorang perwira polisi datang menemuiku. Ketegasannya tiba-tiba hilang saat melihat wajahku. Apakah aku semenakutkan itu?
"Kau ke sini!" Aku menyuruh perwira yang gugup itu mendatangiku.
Aku menjelaskan apa yang terjadi pada rumah gelap di samping kantor polisi ini. Perwira yang ketakutan mengiyakan untuk menginvestigasinya. Dia tidak berani mengelak, apakah aku hanya ingin menjerat seseorang apa tidak. Aku menggunakan keluhan masyarakat sebagai tamengku.
Rumah gelap itu diselidiki dan terdapat 3 orang di sana. Mereka semua ditangkap atas tuduhan peredaran obat-obatan berbahaya dan barang bukti ditemukan di mana-mana. Meskipun, kalau itu salah tangkap. Akan tetap sangat sulit bagi mereka untuk bebas
Aku mencoba melihat data mereka. Mereka rupanya bekerja di bawah perintah gubernur. Aku mendapat kado yang bagus untuk Nova.
Aku kembali ke ruangan Nova. Nova duduk diam sambil menutup mata di sana untuk menungguku.
Bak!!
Aku masuk ruangan dengan membanting kedua pintu. Kedua mata nova langsung terbuka. Aku langsung menghampirinya dan menundukkan badanku.
"Lapor... Aku sudah menyelesaikan tugas!" Suaraku keras namun datar.
"Ini datanya. Anda akan suka isinya." Aku menyerahkan flashdisk berisi data para pelaku.
"Hmmm...." Sebuah lekukan terbentuk di mulutnya.
"Kerja bagus." Nova menekan layar di ponselnya
Ponselku berbunyi.
"(Pengiriman Uang Berhasil)"
"Kalau begitu...Selamat malam." Aku menudukkan kepalaku dan menaruh tangan kananku di dada.
Sebaiknya tidak berlama-lama di sini dan pamit pulang. Nova mengangguk dan mempersilahkanku keluar.
Aku meninggalkan kantor. Jam sudah menunjukkan pukul 23.44. Kantung di mataku sudah berbentuk. Saat di depan halte bis, aku tersadar. Terlalu malam untuk mendapatkan bis jarak dekat. Yang tersisa hanyalah bis antar kota atau provinsi.
Aku mau memanggil Kakakku. Tapi di jam segini dia pasti sudah tidur. Apakah sebaiknya cari ojek online?
Seseorang mendekatiku saat aku membuka ponselku.
"Sudah kuduga...Kau pasti disini." Aku mengarahkan pandanganku ke orang itu.
Wajah serius terpampang di wajah Kakakku.
"Kenapa?" Aku bertanya.
"Aku pergi ke Rumah Sophia, muridmu."
Celaka aku. Keringat dingin mengaliri tubuhku. Dia pergi ke rumah Sophia hanya untuk mengecekku? Ini menambah masalah.
"Sebaiknya kau beritahu aku! Bukannya kau sudah janji padanya?!" Kakakku menepuk ke dua bahuku.
Aku tidak bisa menjawab. Hanya menutup mulutku tanpa bisa mengatakan apapun.
"Sudahlah, ayu pulang!"
Aku pergi pulang menaiki mobil Kakakku. Sebuah notifikasi terpampang di layar ponselku.
(Pak Rasyid. Kenapa kakakmu mencarimu?, Kanda Sophia).
Semua menjadi semakin rumit. Aku ingin lenyap saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments