Saat kupikir bila berangkat pagi adalah kepagian, maka aku mungkin melakukan kesalahan besar saat ini.
Meskipun masih pukul 6 kurang 4 menit, suasana ruang guru sudah bagaikan mendekati detik-detik bel berbunyi.
Mulai dari guru kelas satu sampai kelas tiga, semuanya sudah ada di sini. Xander dan Samuel menjadi salah satunya. Mereka seperti sedang membicarakan sesuatu yang penting.
Bila dikatakan ini adalah rapat, tidak mungkin, karena mereka berdiskusinya kelompok. Bila dikatakan sedang mempersiapkan acara kejutan, juga salah, mereka terlalu serius untuk sebuah acara meriah.
Mereka melambaikan tangan ke arahku sesaat melihatku.
"Selamat pagi, Pak Rasyid!" (Keduanya)
"Pagi~... (membuat wajah bingung)Kenapa kalian berangkat pagi sekali?
Sepertinya pertanyaanku malah membuat mereka terkejut.
*Bruak(suara meja yang dipukul).
"Woy apa kau lupa?!" (Samuel)
"Sebentar lagi ada penilaian para guru. Semua guru dari kelas 1 sampai 3 akan ditandingkan.." Dia menambahkan.
"Itu artinya, ini adalah ujian buat kita(para guru)." (Xander)
"Penilaian ini akan dihitung dengan sistem tim dan akan ditandingkan secara acak dengan sistem jaring. Seluruh guru dari kelas 1 Fisik yang berarti kita(Samuel, Xander, Rasyid, Erika, dan Tasya) adalah satu tim. Kau mengerti penjelasanku?"
Cara penyampaian dari pangeran ini sungguh payah. Aku bahkan tidak konek sama sekali dengan apa yang dia katakan.
Aku mengangguk paham(karena tidak mau menyakitinya) dengan apa yang dikatakannya.
"Baiklah kalau begitu(memasang wajah bangga sambil mengangguk)." (Xander)
Ha~ Kenapa tidak ada yang memberitahuku soal ini?
Apakah ini karena Erika lagi?
"Kau bilang ujian ini adalah pertandingan, bukan? Apakah yang dimaksud adalah tanding di arena?"
Berhubung ujian ini adalah tentang pertarungan. Sepertinya aku dapat dengan mudah melewatinya. Tidak ada niat sombong ngomong-ngomong.
"Ini sekolah Podoagung yang paling bergengsi di Nusantara, ya jelaslah ujiannya pasti itu! Belum lagi kali ini bukanlah ujian biasa, ada beberapa tokoh besar, bahkan presiden juga ikut datang."
Jadi itu alasan kenapa mereka berdiskusi sangat serius sekarang ini. Pikirku sambil melihat ke arah guru lain yang sedang sibuk berbicara.
Ada satu hal yang mengganjalku saat mengingat kalimatnya tadi.
Kali ini? Apakah itu artinya ini pertama kalinya?
Dan kenapa presiden juga ada?
Aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi di sana. Sesuatu yang akan menjadi masalah yang harus kubereskan tanpa dibayar. Sesuatu yang sangat merepotkanku.
"Ya itu benar! Ini akan menjadi pertandingan yang sangat sulit. Apalagi saat kita harus berhadapan dengan kelas sihir. Mereka selalu punya kejutan saat bertarung. Tapi beruntungnya aku tidak takut pada mereka. Karena bila takut, itu artinya aku akan mempermalukan diriku, kalian, dan guruku di depan presiden!" Ucap Samuel dengan bersemangat.
Guru? Dia punya orang yang seperti itu?
"Aku bisa dengan mudah melawan mereka karena senjataku adalah tipe jarak jauh. Yang jadi masalah adalah~(suaranya menahan)... Para guru kelas 3. Mereka sangat kuat, bahkan dikabarkan selalu menjadi kelas yang mendapatkan urutan pertama di ujian."
Bahkan Samuel yang maniak bertarungpun masih memuji kehebatan para guru kelas 3.
*Krekk!
Pintu ruang guru terbuka.
Seorang wanita pendek yang terlihat seperti gadis bule masuk bersama wanita berkacamata dengan rambut kematiannya.
Erika dan Tasya juga berangkat pagi?!
'Woi! apakah ini seserius itu? Kenapa hanya aku lagi yang tidak tahu.'
"Hwaaaaaahh!!!! Minggu depan sudah penilaian guru(merengek)!" Tasya berlari sambil menangis layaknya bayi manja ke arah kami. "Apakah aku akan gagal?! Aku dengar guru kelas sihir sangat menakutkan. Belum lagi ada guru kelas 2 dan kelas 3!(suaranya naik saat menyebut kelas 3)"
Belum tanding dia sudah down.
"Tenanglah Tasya, penilaian ini bersifat kelompok. Meskipun hanya ada 1 dari kita yang masuk semi final, maka kita(seluruh guru kelas 1 Fisik) akan tetap aman."
Bila sistemnya adalah jaring, maka berarti hanya ada 4 kelompok(kelas) yang bisa lolos dan 2-nya akan gagal. Tapi bagaimana bila dalam semi final yang bertanding di arena merupakan dari kelas yang sama?
"Bila kita ada di tim yang sama dan bertemu di persimpangan jaring. Maka tim(kelas) kita harus memilih salah satu peserta untuk maju melawan kembali lawan yang dikalahkan sebelumnya."
"Misalnya Aku(Erika) dan Tasya bertemu setelah aku(Erika) mengalahkan Samuel dan Tasya mengalahkan Xander, maka bila kau(Rasyid/suara terbanyak) memilih Tasya, maka Tasya akan melawan Samuel yang sudah kukalahkan sebelumnya tadi, begitu juga sebaliknya, bila aku(Erika) yang dipilih maka akulah(Erika) yang harus melawan Xander yang sudah dikalahkan oleh Tasya sebelumnya."
"Bisa dibilang itu akan jadi save point bagi yang kalah untuk mendapat kesempatan ulang."
Erika seperti seorang cenayang, dia bisa tahu apa yang sedang kupikirkan dan menjelaskan dengan sangat detil.
"Dan aku berharap kau tidak setengah-setengah berjuangnya, Rasyid Londerik~." Wajahnya mendekat sambil berbisik tajam.
"Entahlah... Tergantung situasi saja."
Situasi yang kumaksud adalah kecurigaanku pada setting ujian ini.
"Terserah kau. Asalkan kita tidak masuk ke posisi 5 atau 6 karenamu, maka aku akan memaafkanmum"
Aku tidak tahu harus bagaimana. Hanya saja, bila dari penilaianku jika aku memprediksi kemampuan mereka, maka yang terpikir di dalam diriku adalah Tasya>Samuel>Xander>Erika. Erika adalah yang terkuat bila menghiraukan keberadaanku. Dengan adanya tanding saat itu, mereka akan menganggapku di bawah Samuel untuk saat ini.
"(Kedua tangannya menepuk seperti sedang berdoa)Aku hanya bisa berharap Xander dan Erika tidak langsung menghadapi lawan yang kuat(para guru kelas 3)."
*Pruak!
"Sebaiknya kau juga berlatih!" Erika menepuk kepala Tasya.
"Aduh duh duh! Aku tahu kok! Aku gak bakal jadi beban numpang menang!" Dia menangis layaknya bayi lagi.
--------------------------------------
"Terima kasih, pak! Hati-hati di jalan, ya?!"
Pulang sekolah aku bertemu dengan Sophia dan ke rumahnya untuk berlatih seperti kemarin.
Sekarang, sudah selesai. Aku berjalan pulang dan menyusuri jalan setapak yang sangat panjang. Tidak ada mobil maupun motor yang melintas. Keberadaan mereka masihlah sekitar 3 km lagi. Yang ada di sini hanyalah aku dan pepohonan.
Saat berjalan pulang, aku masih terbawa pikiran dengan ujian atau Penilaian Guru ini.
Bila itu(kedatangan sang presiden) baru terjadi sekarang, maka aku bisa menduga satu hal. Itu pasti ulah orang itu. Bagaimana ini bisa terjadi pasti karena makhluk beruban itu.
Alisku mengkerut saat memikirkannya.
Tidak ada orang lain yang bisa membuat seorang presiden bergerak selain dirinya dan pak tua itu.
*Tulut!
Notifikasi ponselku berbunyi.
Sebuah pesan dari kakakku terpampang jelas di layar itu.
Mataku melebar, namun seketika menajam dengan penuh rasa kesal. 'Sudah kuduga pasti dia!'
[Ke kantor bupati sekarang! Nyoya Nova Sena ingin bertemu denganmu!] Pesan dikirim Rizki Kamil baru saja.
[Bukannya kau bilang tidak akan menganggu kehidupan sekolahku dengan darah lagi?] Pesan dibalas.
[Maaf ya! AKU SUDAH MENGATAKANNYA TAPI NENEK KOLOT ITU TETAP MEMAKSA!] Pesan dikirim dari Rizki Kamil baru saja.
[Terserah!] pesan dibalas.
Aku sebenarnya tidak mau berurusan dengan wanita itu lagi. Nenek itu sudah bagaikan mimpi burukku di masa lalu. Melihatnya sebentar saja sudah membuatku merinding.
Tapi berhubung ini adalah permintaan kakakku, aku terpaksa mengikutinya.
Setan dari masa lalu sepertinya mulai datang untuk menjadi hakimku.
'apa yang kau pikirkan, Nova!'
Dengan rasa takut dan kesal, langkahku mulai menjauh dari rumah besar gadis itu. Tidak ada tanda-tanda bila dia mengintip atau menguping pembicaraanku, tapi sebaiknya aku tidak melakukannya(bermain ponsel di halaman rumahnya) lagi.
Perlahan-lahan semua menjadi gelap. Setan dari masa lalu ingin mengucapkan salam padaku.
***
Di dalam kantor bupati. Tempat dimana kakakku bekerja.
Dan juga... tempat dimana aku dulu bekerja(dalam artian lain) untuk seseorang.
Gedung yang memberikan panorama kota malam Ningru yang terlalu indah ini tidak cocok untuk disebut gedung bupati. Ini pantasnya disebut gedung konglomerat, seandainya aku bisa mengatakannya.
Kota ini sudah seperti wilayahnya dan gedung yang kuinjaki sekarang ini adalah matanya yang mengawasi seluruh kota.
Di sebuah ruangan tertinggi, terluas, dan termewah di seluruh ruangan gedung itu. Seorang nenek berusia 59 tahun berdiri menghadap ke kaca sembari melihat ke seluruh pemandangan Kota Ningru di malam hari.
"Lama tidak berjumpa... (Balik badan)Rasyid."
Raut mukanya tersenyum licik padaku. Dia seperti sedang mengetesku akan sesuatu.
"Aku dengar minggu depan ada Penilaian Guru di sekolahmu"
Dia berjalan ke mejanya dan mengambil sebuah dokumen.
Jadi sekarang, semua kecurigaanku mulai memperlihatkan titik terangnya. Dia jelas pelakunya.
Saat dia membukanya, terdapat 4 foto orang di sana. 4 wajah familiar yang bisa kutemui di sekolah itu. Wajah yang kukenali namun tak kutahu namanya. Mereka adalah para guru kelas 3 sihir.
"Kau tahu maksudnya kan?"
Ya aku tahu, kau mau aku mengerjakan sesuatu, kan?
Dalam diriku, aku berbicara banyak hal, namun di luar. Aku sebenarnya diam saja sambil mendengar ocehannya.
"Mereka memiliki rencana busuk untuk menggulingkanku. Saat ini aku masih tidak tahu apa yang mereka rencanakan, namun yang pasti mereka berusaha memenangkan penilaian itu dan berusaha mengambil hati presiden dan rakyat untuk memaksaku turun. Jika kali ini mereka menang, maka ada kemungkinan rencana mereka akan dilancarkan."
Aku mendengarkan keinginan Nova.
"Misimu kali ini.... Buat kelas itu ada di posisi 6! Hancurkan harga diri mereka! Masukkan mereka ke jurang rasa malu!"
Ambisi nenek ini sangat besar sampai lupa umur.
"Dan ingat, buat orang ini(menunjuk foto wanita berambut panjang dan bermata merah) kehilangan harapannya!"
Aku tak tahu apa harapan yang dimaksud nenek itu.
"Maaf tapi tidak bisa!"
Ini terlalu beresiko buatku saat ini.
"Maafkan aku... Aku lupa kalau kau sekarang adalah guru di sana. Karirmu pasti akan bermasalah bila ketahuan(menyeringai)"
"Itu bukan masalahnya."
Ada sesuatu yang ingin kukonfirmasi.
"Lalu?"
"Setidaknya beritahu aku! Kenapa kau masih ngotot menyuruhku?! Bukankah anda bisa menyogok guru lain dengan mudah?!"
"Dari semua pencari nasi itu, hanya kaulah yang kuanggap mampu. Ini adalah misi yang sulit, mereka jelas akan berhianat bila mereka gagal karena ketahuan."
Well, itu masuk akal.
"Terlebih lagi(memangku pipi), kau juga belum memperlihatkan kekuatanmu yang sebenarnya pada mereka... Benarkan? Monster..." Kata sindirian itu menusuk sangat dalam.
"Untunglah aku sudah terbiasa mendengar ocehanmu, nek. Aku akan menerimanya kali ini. Tapi berapa kau akan membayar?"
Aku menerima tawarannya karena kali ini bukan urusan menghilangkan nyawa.
"Segini(memberikan sebuah kertas)!"
Rp.100.750.000., . tertulis di atas kertas itu.
"Aku terima!"
*Brak!
Aku langsung meninggalkan Nova yang masih ada di dalam kantor dan menemui kakakku yang menunggu di depan pintu.
"Bagaimana?"
"Cuman misi kecil. Aku menerimanya."
"..........., bila kau mendapat masalah, hubungi aku." Dia nampak cemas.
"Tenanglah, seperti biasa. Aku lebih suka melakukannya sendiri."
Hariku sebagai eksekutor akan kembali. Untungnya kali ini bukan masalah nyawa.
Aku harus menyelesaikan semua masalahku di sekolah minggu ini. Wajah Moka, Stevent, dan Hakam terpikir olehku. Mereka bertiga punya masalah yang belum selesai.
Terutama masalah Moka. Aku sudah membuatnya marah besar saat itu.
Soal Gita aku bisa mengabaikannya. Tapi aku tidak boleh ceroboh karena itu. Gita terihat seperti badut kelas tapi dia kelihatan punya rahasia yang lebih besar dari mereka bertiga.
Masalah terakhir, apakah aku akan menahan diri atau tidak saat ujian?
Akan kupikirkan nanti saja.
Untuk sekarang, akan kunikmati saja(secara sarkas).
Setidaknya aku dibayar(berbeda dari apa yang kupikirkan sebelumnya).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments