Pagi hari seperti biasa. Aku dan kakakku sarapan berdua di meja makan. Aku pernah bertanya pada kakakku, Rizki. Apa yang terjadi pada kedua orang tua dan kakak tertua kami berdua?
Saat aku masih sekolah. Kedua orang tuaku tiba-tiba meninggal dan sudah dimakamkan saat aku baru saja pulang sekolah. Seminggu kemudian kakak tertua kami bernasib sama. Aku bertanya berkali-kali bahkan sampai sekarang kakakku tidak pernah menjawabnya.
"Bagaimana kau akan melakukannya, Syid?" Kakakku bertanya soal rencana untuk menghancurkan reputasi kelas 3 sihir itu.
"Kepo sekali kau!" Aku sedang malas berbicara dengan kakakku karena dia membawaku kembali ke urusan ini.
"Ya sudahlah. Aku yakin kau bisa melakukannya." Kakakku berdiri dari kursinya dan berangkat ke kantor.
Sepertinya sekarang aku sendirian lagi.
Merasa tidak ada yang bisa kulakukan, aku akhirnya memutuskan berangkat pagi.
***
Hari ini latihan tanding lagi. Aku dan murid-muridku berkumpul di arena.
Latihan hari ini sediki berbeda dari latihan yang kemarin. Kini kelas sihir yang diajar oleh Pak Vicky juga ikut serta dalam latihan ini.
Pria itu sekarang berdiri di sampingku sambil memegang pageblug yang ada di pinggangnya dengan bangga. Yang membedakan hari ini adalah kelas sihir bergabung dalam sesi latihan.
Bila memurut analisaku, senajata yang dia miliki merupakan senjata yang mengandalkan kekuatan sihir. Terdapat beberapa benang di sekitar pageblugnya, kemungkinan senjata itu melayang di belakang. Senjatanya tidak lain dan tidak bukan adalah senjata tajam yang melayang. Bisa pedang terbang, kapak terbang, atau senjata tajam sejenisnya.
"Hari yang indah untuk berlatih, benarkan, Pak Rasyid?"
"Hmm(mengangguk)..."
"Ngomong-ngomong bila dilihat-lihat, muridmu sepertinya tidak ada kemajuan sama sekali. Apa kau benar-benar bisa melatih mereka dengan benar? Lihat bahkan Maul tidak perlu bergerak sama sekali untuk menang"
Jika tidak sedang dalam pelajaran, bakal kubanting ini orang. Dia mencoba membuatku marah. Kemungkinan dia ingin menganalisa kemampuan bertarungku dengan memprovokasiku. Aku harus mengabaikannya dan fokus ke muridku yang sedang bertarung di arena.
Kini Hakam sedang bertarung dengan Maul.
Hakam terlihat kewalahan di sana. Dia tidak bisa mendekati Maul sama sekali, yang dia lakukan hanyalah menghindari sihir-sihir yang terbang ke arahnya. Keadaannya sangat parah, Hakam yang tidak mau menggunakan sihir harus berhadapan dengan lawan yang kekuatan utamanya adalah sihir.
Bola-bola api beterbangan mengikuti targetnya sementara Hakam hanya terus menghindari bola-bola itu sambil membawa senjatanya yang berat. Maul hanya tersenyum puas karena keadaannya menguntungkannya.
TEETTTTT.
Suara terompet berbunyi. Menandakan pertarungan latihan antara Hakam dan Maul telah selesai. Aku melihati daftar murid. Sebuah nama yang familiar kudapatkan. Aku coba memilih anak itu untuk berlatih kali ini.
"Gita! Sekarang waktumu!" Aku berteriak memanggilnya.
Gita berdiri dan mengangkat tangannya setelah aku memanggilnya. Dia langsung bergegas pergi ke tengah arena dan bergantian dengan Hakam.
Hakam yang habis bertanding langsung duduk ke kursi penonton dengan terdiam kecewa. Dia tidak terlihat senang karena tahu akan sangat mustahil melawan kelas sihir tanpa sihir.
Sungguh mengenaskan.
Aku yang melihatnya situasinya mencoba mendatanginya secara diam-diam dan duduk disampingnya tanpa ketahuan.
"Kenapa kau bertarung?"
Keberadaanku seketika membuatnya terkejut.
"Pak Rasyid, sejak kapan?"
"Aku tanya sekali lagi. Kenapa kau bertarung?"
"Hah?"
"Melawan musuh yang senjata utamanya adalah sihir hanya bermodalkan serangan fisik itu bagaikan melawan tank dengan pedang. Itu mustahil! Kenapa kau melakukannya?!"
"Aku hanya ingin kuat dan bisa melindungi adikku. Sayangnya aturan tempatku tinggal menolak para pengguna sihir. Setiap ada yang menggunakan sihir pasti akan diusir dari sana. Sihir disana masih dianggap pembawa nasib buruk dan akan mendatangkan musibah"
Bahkan di tahun 2052 masih ada orang yang percaya mitos-mitos seperti itu. Inilah kenapa aku bisa menjalankan misi-misiku saat masih bekerja di bawah komando Nova.
"Kenapa orang-orang tidak peduli dengan nasibku?! Padahal aku sudah melakukan apa yang mereka mau!"
"Kau tahu? Orang-orang tidak peduli dengan nasibmu. Seberapa banyak yang kau lakukan jika kau melanggar sekali, maka kau akan disebut tidak berguna. Jika kau tidak dihormati di sana, maka pindahlah!"
"Tidak mungkin! Aku dan adikku sudah tidak punya keluarga lagi"
"Apakah karena Musim Panas Api di tahun 2046?"
"Hmm(mengangguk)....Orang tua dan kerabat-kerabatku meninggal saat peristiwa itu. Aku bahkan tidak mau mengingat musim panas itu"
Ahh... Sudah kuduga pasti karena Insiden 'itu'. Musim Panas Api, insiden yang menewaskan banyak jiwa. Mayoritas korbannya adalah warga Kota Ningru yang tidak memakai Anitya. Banyak yang bilang kalau ini adalah ulah Nova untuk memaksa semua orang memakai karyanya. Karya yang kumaksud adalah Anitya. Nenek itu adalah penciptanya.
"Jika kau mendapat kesempatan untuk menerima rumah baru. Kau ingin tinggal di mana?"
"Kenapa bapak menanyakan itu?"
"Bukan apa-apa. Setidaknya kau harus punya tujuan untuk menggapai sesuatu. Melindungi adikmu adalah tujuan yang kabur bagiku."
"(Menunduk) Saya berharap saya bisa tinggal tanpa dikelilingi oleh orang-orang seperti itu."
"Lebih baik juga bila dekat dengan pasar." Tambahnya.
Aku mengelus kepalanya. Hidup tanpa orang tua dan saudara pastilah sulit. Terlebih di jaman dimana kasta benar-benar ada. Hakam pasti bekerja mati-matian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan adiknya. Sambil melihat Gita yang bertarung di arena, aku mencoba membuat keputusan.
"Aku ingin tahu apa kau benar-benar bisa menggunakan sihir apa tidak." Aku harus memastikannya
"Ya karena itu adalah keinginan bapak, ya mau bagaimana lagi."
Hakam sangat hormat pada gurunya. Dia menurutiku dan membuka telapak tangannya tanpa bertanya alasannya.
*Sussh!
Sebuah cahaya bewarna hijau membentuk di atas telapak tangannya. Aku bisa merasakan adanya pusaran angin yang memutari cahaya itu.
"Elemen sihirmu fokus pada tipe support.." Aku mengatakan itu dengan refleks. "Cahaya bisa mempercepatmu atau rekanmu, angin bisa memperkuat sihir kawanmu. Itu sihir yang bagus, kok."
Jika dia menggunakannya dengan baik, dia bisa menggunakan halberd-nya 10 kali lebih efektif. Sayang sekali bila kemampuan seperti ini tidak dipakaj dengan baik.
Seketika aku mengingat seseorang. Orang itu membutuhkan teman untuk bertarung. Mungkin anak ini adalah kandidat yang tepat.
Aku kembali ke mode diam-ku dan menyuruhnya berhenti. Tatapanku kembali ke Gita. Gaya bertarungnya sungguh tidak biasa. Menggunakan senjata berbentuk M4 apalah(aku tidak kenal persenjataan), Gita dengan mudah menghancurkan seluruh sihir-sihir lawannya dengan menembak setiap sisi lemahnya. Pertarungan berakhir dengan kemenangan Gita yang begitu cepat. Assaultt riffle memang mengerikan.
Teettttt!
Terompet berbunyi menandakan kemenangan Gita.
Sementara itu, jam pelajaran mau berakhir.
Aku merasakan ada sesuatu yang tidak beres sedang berjalan kemari(ketempatku duduk bersama Hakam).
"Habis lihat muridmu yang rata-rata kalah, apakah anda tidak kesal, Pak Rasyid?... Bagaimana kalau kau menyuruh muridmu untuk menyerah sebelum ujian akhir?"
Orang ini kenapa? Kenapa dia mengatakan omong kosong seperti itu?
Mendengar itu aku berdiri dan mencoba mendekatinya. Namun, seketika Sophia dan Gita mencoba menghentikanku.
Mereka mungkin mengira aku terprovokasi olehnya?
"Pak Rasyid jangan termakan omongannya!" Gita menahanku dari kiri.
"Pak Rasyid, kumohon jangan!" Sophia menahan bahuku dengan sangat erat dari kanan karena tahu seberapa mengerikannya aku sebenarnya. Mungkin saja dia berpikir aku akan mengakhiri orang ini seperti Fajri.
Aku mengatur nafasku lalu mengelus kedua kepala mereka. Tidak baik bila mereka salah paham padaku. Apalagi sampai mengira kalau aku ingin membunuhnya.
"Aku bertarung bukan karena termakan emosi. Aku hanya akan menjaga harga diri semua muridku," ucapku sambil mencoba tersenyum tipis.
Aku melepaskan kedua murid yang menahanku dan berdiri tegap ke arah Vicky.
"Kumohon tidak ada korban jiwa..." Sophia berbisik padaku.
Aku hanya bisa membalas dengan tatapan datar yang seakan mengatakan, 'kau kira aku ini binatang?'.
Aku mengeluarkan dan mengaktifkan pageblug-ku. Curved Sword yang kupegang memiliki satu mata yang sangat tajam dan sedang menunjuk ke arah Vicky yang berdiri di depanku dengan wajahnya yang kupikir menyebalkan.
"Dalam hidupku, ini pertama kalinya aku melihat orang aneh sepertimu."
"Siapa yang kau sebut aneh?!"
"..." Aku terdiam. Mataku menatap melas wajahnya yang kesal seakan mengatakan, 'coba tebak?'
"Kau akan bergabung dengan para muridmu sebagai bahan olok-olokan, Rasyid!"
"Aku terima... Tantanganmu."
Aku tidak bisa serius melawannya. Sesaat menatapnya dengan melas tadi, aku seketika tahu sampai mana kekuatannya. Bila aku sekarang menggunakan sedikit saja kekuatanku, maka dia tidak akan bertahan lama. Sepertinya aku harus bermain-main terlebih dahulu.
Pertarungan akan dimulai, kedua pengajar itu(aku dan dia) berjalan ke tengah arena dan saling berhadapan satu sama lain.
Penentuan wasit dipilih dengan lempar koin. Gita dan Maul adalah calonnya. Gita memilih angka dan Maul memilih gambar. Maul melempar koin itu dan mendapatkan angka. Dengan begitu, Gita menang untuk menjadi wasit.
Gita menuju tengah arena dan berdiri di antara kami dan bersiap memberi aba-aba.
"Ngomong-ngomong, kenapa kau tiba-tiba membenciku?"
"Itu... Bukan urusanmu."
Ada sesuatu yang disembunyikan olehnya.
"Ehm(berdehem)...!"
Wasit mengangkat tangannya untuk meminta perhatian.
"Pertarungan Antara Pak Rasyid dan Pak Vicky akan dimulai!"
"Kedua petarung harap mengambil kuda-kuda!"
Kami berdua bersiap. Pedangku kupegang erat-erat agar tidak terlempar saat terkena serangan kejutan. Vicky memperlihatkan keempat pedangnya yang melayang di belakangnya. Semua pedangnya terlihat seperti bisa terbang kemanapun dia mau.
"Pertarungan... DIMULAI!"
Vicky langsung mengeluarkan sekumpulan sihir air yang ditambah dengan sihir listrik untuk melapisi pedangnya. Sebuah kombinasi yang menakutkan bila terkena.
"One hit K.O!"
Vicky menjentikkan jarinya. Satu persatu pedang melesat ke arahku dengan cepat.
*Duar! *Duar! *Duar! *Duar! *Duar!
Hanya butuh waktu kurang dari 5 detik, seluruh tempatku berdiri tergenang oleh bekas sihirnya. Gita yang melihat adanya bahaya langsung mundur keluar arena.
"Kemenangan sudah ditentukan! WASIT!!!"
Vicky dengan sombongnya meneriaki Gita untuk segera menyatakan pemenangnya. Tapi Gita hanya bisa menggelengkan kepalanya, Vicky yang melihatnya kebingungan langsung menengok tempatku berdiri, disitulah ketidakpercayaan mulai keluar.
Kemenangan membuatmu lengah. Salah satu teknik dasar yang sering kugunakan. Sebuah lubang tertutup muncul di tengah arena. Tak selang lama setelah genangan air di sekitar surut, sebuah balok tanah naik ke atas seperti sebuah lift. Aku berdiri di atas balok itu dengan badanku yang kulumuri sihir tanah yang menyerupai zirah. Kombinasi air dan listriknya tidak bisa mencapaiku meskipun digabungkan sekalipun. Zirahku kebal pada keduanya karena aku sekali lagi main curang. Aku menggunakan sihir 'itu' untuk kesekian kalinya.
"Kau bodoh sekali." Aku melihat Vicky dengan wajah kecewa.
Aku langsung lompat dan mengayunkan pedangku kebawah menuju Vicky yang masih bengong melihatiku.
"Kenapa airku tidak efektif?" Ucapnya dengan pasrah.
SLASH!!!.
Sebuah tebasan lambat tapi kuat mengenai Vicky. Dengan ototnya yang masih kendur, dia akan dengan mudah merasakan sakit.
*Bruak!
Vicky tumbang seketika setelah ditebas secara vertikal dan tidak dapat melanjutkan pertarungan. Armorku yang sudah menjadi lumpur kunonaktifkan sebagai tanda lawan sudah K.O.
Meskipun bilang ingin bermain-main, tapi saat kulakukan. Aku malah menghabisinya dalam satu kali hit.
"Pemenangnya... Pak Rasyid!"
Arena menjadi sangat sunyi setelah mendengar nama pemenang. Baik dari kelasku maupun kelasnya Vicky terdiam. Aku mengabaikan mereka dan berjalan menuju Vicky yang masih terbaring. Aku menancapkan pedangku tepat di depan matanya. Dia reflek melihat ke mataku.
"Bila kau bisa menjaga mulutmu besok. Aku akan sedikit lebih lembut."
Aku sebenarnya ingin tahu alasannya membenciku, namun karena dia sedikit keras kepala dan telah menghina murid-muridku, jadi aku simpan saja dulu.
Setelah mengatakan itu aku menyuruh para muridku untuk meninggalkan arena. Aku bersiap meninggalkan arena mengikuti langkah murid-muridku. Namun, saat berada di pintu, aku dihadang oleh seorang siswi. Wajah Sophia terlihat lega sambil mengucapkan, "untunglah(menghela nafas), kukira tadi anda akan menghabisinya."
Aku tidak tahu itu sarkas atau memang isi hatinya.
"Pak Rasyid hebat sekali! Anda bisa bikin Pak Vicky terdiam seribu kata!"
Sophia langsung berjalan berdampingan denganku menuju kelas(sebenarnya dia mencoba merangkulku, namun kuhindari dengan cepat).
Sepanjang jalan Sophia menceritakan betapa menjengkelkannya orang bernama Vicky itu. Aku mencoba pura-pura mendengarkannya. Dia tidak bisa diam sama sekali.
Sampainya di tangga, Sophia mencoba menduluiku sambil berjalan mundur menatapku. "Ayo Pak Rasyid, saya menantikan pelajaran selanjutnya!"
Gadis ini sungguh berbeda dari pertama kutemui. Syukurlah dia sering tersenyum sekarang.
BAK!
Saat hendak berbelok menaiki tangga. Sophia menabrak seorang siswi yang baru saja keluar dari toilet.
"Aduh! Maaf, ya!" (Sophia)
"Tidak apa, aku baik-baik sa-..." Kalimatnya terhenti sesaat mereka saling bertatap-tatapan.
Mood ceria Sophia seketika hilang. Sisi pemalu gadis yang ditabraknya seketika berubah jadi pedas.
Rambut hijau itu?! 'Moka!!!.' Sebuah kebetulan yang tidak mengenakkan. Apa yang akan terjadi pada mereka berdua?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments