Erghhh...!
Aku terbangun dari tidurku.
"Argh!" Sinar matahari yang menembus kaca jendela seakan membakar diriku yang lemah ini sampai melepuh.
Sial, aku teringat hal itu lagi(menggengam kedua tangan dengan penuh rasa marah dan penyesalan).
Setiap kali mengingat hal itu, entah kenapa aku tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa. Semua memori itu membakarku hidup-hidup di tengahnya kekosongan jiwaku.
"Hey Rasyid, kenapa kamu berteriak seperti itu?" Kakakku nyelonong masuk dan menatapku dengan tatapan bodoh.
Kedua tangannya memegang pinggangnya. Di tangan kanannya terdapat sebuah sepatula yang bila dipegang pasti akan langsung membakar kulit.
"Tidak ada(melempar muka)... Ka-kau sedang masak?"
"Ya(tersenyum melupakan masalahku)! Jadi, ayo makan!"
"Hmm(menunduk dengan lemah)..."
Aku mengikuti kakakku menuju meja makan.
Saat duduk di sana, aku menatapi keanehan yang sebenaenya sudah menjadi hal yang lumrah di rumah ini.
Apa keanehannya?
Tentu saja cara berpakaiannya.
Hari ini, tepat di depan mukaku. Dia memakai baju serba formal dan mahal.
Jas layaknya pengusaha muda yang sukses...
Omong kosong, kau mau gaet cewek lagi, kan? Untuk KESEPERSIKIAN kalinya!
Aku diam saja meskipun ingin sekali berteriak ke arahnya.
Karena itu adalah hal yang sia-sia jadi aku diam saja. Dia bukanlah orang yang suka diberitahu.
"Rasyid, apa kau tidak ada kegiatan di hari libur?"
Kakakku bertanya sambil memulai sarapannya.
"Nggak, nggak ada(nyam)..."
Ada sesuatu yang harus kulakukan(memperbaiki senjataku).
"Ah, yasudah... Kalo begitu kau jaga rumah, ya? Kakak akan ada urusan(tersenyum)."
Jijik...
Aku tahu kemana kau mau pergi.
Bahkan mataku saat ini sudah melihat targetmu.
Wanita itu sedang berdiri di depan rumah sambil mengecek hapenya.
Wanita yang malang.
***
Sarapan sudah selesai, kakakku mulai bergegas keluar rumah dengan terburu-buru. Meskipun begitu, dia tetap meluangkan waktu untuk membenarkan pakaiannya.
"Kakak pergi! Jaga rumah! Da!"
*Brak(suara pintu yang tertutup)!
Dengan begitu dia pergi meninggalkan rumah.
"Hah(menghela nafas)..."
Untunglah dia tidak tahu kalau aku merusak senjataku. Kalau dia sampai tahu, maka dia pasti akan memaksaku untuk membeli yang baru.
Mumpung dia sudah pergi, aku saat ini bisa memulai memperbaiki senjataku.
*Tulut(pesan masuk)!
Namun tidak semudah itu. Masalah baru telah datang.
Pesan dari nomor yang tidak diketahui?
Oh, bukan... Ini dari grup.
[Selamat pagi, Pak Rasyid!]
[Bagaimana kabar anda?]
[Apa anda sedang senggang?]
[Bila iya, kami dari para guru kelas 1 Fisik ingin anda menghadiri pesta selamat datang buat kalian berdua]
(Kalian berdua yang dimaksud adalah aku dan Tasya)
[Datanglah ke tempat yang sudah kutandai di pesan ini]
[Lokasi∆], pesan terkirim 1 menit yang lalu.
Sebenarnya ingin sekali aku melewatinya, namun dalam rangka memperbaiki hidupku.
Aku harus memberanikan diri untuk mengatakan ya pada mereka.
Anggap saja ini sebagai langkah untuk mengenal guru lain dengan baik.
Bagaimanapun juga aku sudah berjanji padanya(orang yang pentinga bagiku).
[Baiklah, aku akan datang]
[Aku akan datang sedikit lambat, tapi pasti datang], pesan dibalas.
Aku bergegas mengunci rumah dan meninggalkannya beserta pekerjaanku.
***
Saat berada di lokasi yang ditujukan.
Sebuah gedung besar berdiri di depanku.
'Ini mah lapangan sepak bola juga kalah.'
Lahan parkirnya saja juga luas. Tapi, meskipun begitu luas, lahan parkir ini terlihat sesak dipenuhi mobil-mobil.
Ini hari minggu.
Aku kembali menatap layar ponselku dan mencoba mengecek kembali lokasi pertemuannya secara detil.
[Foto∆], pesan baru.
*Klik!
Saat dibuka, foto itu memperlihatkan sebuah meja usang dan sofa usang dimana dua wanita yang familiar di ingatanku sedang duduk di sana.
Satu-satunya hal yang paling mudah kuidentifikasi dari gambar itu hanyalah hidran kebakaran dan seseorang yang sedang berdiri di dekatnya.
Jika tidak salah itu ada di~(aku mulai menengok dari kanan ke kiri).
Ah, itu!
Aku menemukannya!
"Ha-hai...(tersenyum polos)." Aku menyapa orang yang berdiri di dekat hidran kebakaran itu.
"Hmm?(menatapku dengan bingung)"
Orang ini, meskipun tua tapi dia terlihat keren. Wajahnya seperti seorang pangeran tampan antagonis yang ada di film-film.
"..."
"..."
Kenapa dia tetap menatapku seperti itu?
"..."
Ayolah katakan sesuatu!
"Aku, Rasyid..." Sebaiknya aku memperkenalkan diri dulu.
"Ah, jadi kau, ya, Rasyid(terkejut)?!"
Saat namaku disebut, seseorang dengan kulit hitam, bermata sipit, dan berbadan besar karena dipenuhi otot datang mendekati kami berdua.
"Ah, akhirnya kau datang juga, padahal kukira kau tidak akan datang tadi(tersenyum)."
Orang ini, meskipun berbadan kekar dan terlihat kuat, namun sifatnya berbeda dari yang kupikirkan. Dia lebih ke ceria menurutku.
"Siapa yang bilang aku pasti tidak akan datang?"
Lupakan soal itu, siapa yang ingin aku tidak datang?
"Dia(menunjuk ke arah Erika yang sedang duduk dengan tangan menyilang)..."
Dari tatapannya, aku merasakan aura permusuhan darinya. Dia seperti membenciku saat ini. Bahkan dia sampai tidak sadar kalau bibirnya terluka karena digigit terus menerus.
"Hai!" Aku menyapa seperti tidak ada yang terjadi di antara kami.
"Halo, Pak Rasyid!"
Suara ceria itu?!
Aku menoleh ke sumber suara.
Tidak salah lagi, dia adalah Tasya. Dia memang benar-benar orang yang berbeda 180° denganku. Aura positifnya terlihat dimana-mana.
"... Halo, Rasyid(buang muka)..." Erika sepertinya memang punya masalah dengan masalah kemarin.
"Lupakan soal dia, perkenalkan aku Samuel, Samuel Yucheng, panggil saja Samuel!"
Orang yang memperkenalkan diri sebagai Samuel ini sepertinya sadar kecanggungan kami berdua, jadi dia segera melempar topik ke arah lain.
Jika dia Samuel berarti...(menoleh ke arah pria yang terlihat seperti pangeran sombong) Menurut semua daftar anggota grup yang hanya berisi 6 orang, maka dia pasti adalah Earl Xander Xander.
Tunggu, itu artinya dia memang benar-benar pangeran?!
Apakah dia akan menjadikan orang yang menyusahkan di kehidupanku(menghela nafas)?
"Kenapa kau menatapku dengan tatapan putus asa seperti itu?!" (Xander)
"Bukan apa-apa, senang bertemu dengan anda, Xander..."
Untuk awalan, aku coba memanggilnya dengan sebutan biasa saja.
Aku ingin tahu bagaimana reaksinya saat kupanggil seperti itu.
"Oh, kau tahu namaku, ya?"
"Kau itu seorang pangeran, siapa yang tidak akan tidak kenal denganmu, Xander?" (Samuel)
Aku mengangguk mengikuti.
Sebenarnya aku tidak tahu sama sekali, tapi mumpung Samuel membantu maka aku sebaiknya tidak menyia-nyiakannya.
"Tch! Susah sekali menjadi terkenal..." Dia tidak senang.
"Ayo, ayo, lupakan masalah ini. Mumpung semua sudah pada ngumpul, ayo kita masuk dan bersenang-senang di dalam!"
Samuel memimpin gerombolan ini dengan berada di paling depan.
"Oke!" (Tasya)
"Hmm(mengangguk)..." (Xander)
"Apa yang akan kita lakukan?" Tanyaku.
"Masuk saja dan kau akan tahu!" (Samuel)
"Pak Rasyid, anda sepertinya tidak pernah masuk ke dalam arena hiburan?" (Tasya)
"Ya, tempat apa itu?"
Wanita pendek itu tersenyum kecut, "ini adalah tempatnya!"
Oh, benarkah?! Aku tidak sadar!
"Kalau begitu, ikuti saja kami, aku yakin wajah datar anda akan segera lentur saat masuk ke dalamnya!" Tasya berjalan mengikuti Samuel dan Xander yang sudah duluan.
Saat aku hendak mengikutinya. Tanganku ditahan oleh genggaman lembut yang mengunci cukup kuat.
"Kau terlihat biasa saja setelah semua yang kau lakukan, apakah kemarin itu adalah hal yang sudah wajar kau lakukan? Bagaimana kau bisa melakukannya? Siapa KAU sebenarnya?!"
Wanita yang menutup rapat mulutnya seketika memborbardirku dengan banyak pertanyaan.
"Sudah kubilangkan, aku adalah adiknya wakil bupati, tidak lebih dari itu."
"Bukan begitu, maksudku-"
"Apakah hal itu dilarang?" Aku bertanya, kali ini nadaku sedikit datar. "Bila iya, maka aku tidak akan mengulanginya lagi."
"Bagaimana kau bisa mengatakannya se'enteng itu? Bagaimana juga aku akan percaya kalau KAU tidak akan melakukannya lagi?!"
Sepertinya kepercayaanku padanya sudah hancur sehancurnya.
Aku harus membuat kepercayaannya kembali setidaknya sedikit saja.
"Aku adalah orang yang hanya mengikuti perintah." Aku melepas genggaman tangannya. "Dan saat ini, kau adalah pengawasku. Bila kau melarangnya, maka aku juga akan berhenti melakukannya."
Aku berjalan mengikuti tiga orang yang sudah jauh itu.
Sementara itu, Erika menatap punggungku dengan mematung sambil tidak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan.
***
Di dalam tempat yang disebut arena hiburan itu. Mereka bertiga terlihat sangat menikmati tempat ini. Senyum ceria di wajah mereka memperlihatkan kalau mereka saat ini seperti ABG yang tidak melihat masa depan mereka.
"Mereka terlihat seperti menikmatinya..." (Erika)
Aku menatap dari kejauhan.
Di sampingku ada Erika yang sedang memasang wajah kusam sambil meminum kopi hangat. Dia masih bingung dengan perkataanku.
Sepertinya aku harus mengatakan sesuatu, atau tidak, dia akan terus begini.
"Erika..." Aku menatapnya sambil memegang dadaku. "Aku minta maaf soal kemarin."
"Urkhhhhh(Dia tiba-tiba terkejut sampai tersedak)?!!! Uhuk! Uhuk! Apa katamu?"
"Ya, aku minta maaf soal kemarin...!"
"Bukan begitu, kenapa tiba-tiba?"
"Masalah harus segera diselesaikan... Tidak baik bila pengawasku memiliki rasa kesal padaku."
"Rasyid...?"
"Maaf, sedikit bergumam."
Tatapan Erika yang tadi penuh ketakutan dan kekesalan seketika berubah menjadi penuh pertanyaan dan kekhawatiran.
"A-aku akan anggap ini sebagai-"
Namun tepat sebelum Erika mengatakannya, seseorang tiba-tiba mengganggu ucapannya.
"Apa yang kalian berdua bicarakan? Kelihatannya serius." Xander tiba-tiba berada di antara kami.
"Ah?!" (Aku dan Erika)
"Xander, kenapa kau tiba-tiba ada di sini?!" (Erika)
"Aku pengguna elemen cahaya. Datang secara tiba-tiba adalah keahlianku!" Ucapnya dengan bangga.
"Lebih ke 'keahlianmu dalam menguping dan stalking orang tanpa ketahuan'." (Erika)
"Tajam sekali mulutmu, sama seperti biasa..."
Kedatangan Xander membuatku tersadar.
Bukan hanya dia yang sadar akan tingkah kami berdua, namun seluruh guru itu menyadarinya.
Mereka menatap kami dengan tatapan curiga dan malu-malu.
"Ah(menggarut rambutnya), tidak kusangka Erika rupanya pemangsa anak baru..." (Samuel)
"Hah?!"
"Sudahlah, tidak usah ditutup-tutupi! Semuanya sudah jelas di mata kami."
Samuel melirik ke arahku dengan senyumnya.
"Hey anak baru, sebaiknya hati-hati! Dia sangat ganas."
"Berhenti mengatakan yang aneh-aneh padanya!" Erika cemberut. "Tidak ada apa-apa di antara kami! Hanya ada pengawas dan orang yang di awasi, mengerti?!"
Dengan begitu Erika berjalan menjauh untuk menenangkan pikirannya. Dia pergi ke salah satu mesin arcade yang ada di dekat sebuah lapangan luas di dalam gedung itu.
Tempat itu... Tidak salah lagi, itu adalah arena bertarung.
Sling!
Entah kenapa setiap kali melihat arena pertarungan, aku malah mengingat hari pertamaku mengajar.
"Dia marah." Samuel tertawa kecil tanpa ada rasa bersalah.
"Huh?" Namun seketika dia melirik ke arahku. "Apa yang kau lihat, Syid?"
"Arena bertarung, kelihatannya tidak ada yang pakai."Xander berjalan mendekat ke arena.
"Matamu sungguh tajam, Syid! Hey Xander(berjalan mendekat), ayo kita tanding!"
"Tidak mau, kau sudah kalah berkali-kali tanpa menang sama sekali! Bila kau ingin mengetes kemampuanmu, sebaiknya coba lawan yang di bawahku seperti kedua anak baru itu(menunjuk ke arah aku dan Tasya)."
Perasaanku tidak enak.
Tatapan Samuel sepertinya sudah terkunci kepada kami berdua sejak dialihkan Xander.
"Tasya, bagaimana kalau kita tanding?"
Dia bahkan blak-blakan memintanya?!
"A-aku?! Tanding?! Ti-tidak bisa! Pageblug dan elemenku bukanlah lawan yang bisa menyetarai Pak Samuel!"
Oah, Tasya sudah mengetahui jenis senjata dan elemen Samuel meski belum bertemu. Dia kelihatannya sangat menantikan sambutan ini sampai-sampai dia menghafal baik-baik semua guru ini.
Perasaanku jadi tidak enak.
"Yah(menggaruk rambut), kalau Tasya tidak bisa, maka(menoleh ke arahku secara perlahan)..."
Tidak, aku benci ini.
"Rasyid, bagaimana bila kau yang menjadi lawan tandingku?!"
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri berharap ada bantuan.
(Menoleh ke kanan dan ke kiri)
Namun, semua itu sia-sia. Mereka semua sepertinya sudah berserah diri padaku.
Bagaimanapun, aku satu-satunya yang tersisa.
"Kalau begitu(meraba pageblug di saku-ku)..."
Hal itu seketika membuatku teringat.
"Ah, sepertinya pageblugku ketinggalan(tersenyum kecut)."
Untung saja sedang rusak.
Aku bisa kabur dari pertarungan ini dengan mudah.
"Tenanglah kau bisa pakai punyaku." (Xander)
Tapi semua tidak berjalan mulus.
Xander meminjamkan pageblug miliknya kepadaku. "Pageblug-ku adalah rapier, aku yakin hampir semua orang bisa menggunakannya."
"Eh..." Tidak bisa kabur lagi.
"Apa yang kau tunggu, Rasyid? Ayo kita ke arena!" (Samuel)
Sepertinya ini sudah takdir.
Bagaimanapun, saat ini aku tidak boleh terlalu berlebihan dalam bertarung.
Setahuku prinsip menjadi normal bukanlah menjadi yang kuat, namun yang berada di antara mereka.
Sebaiknya aku membuat diriku berada di antara Samuel dan Tasya dalam masalah kekuatan.
Kalau begitu...
Saat ini kami sedang berhadap-hadapan di tengah arena pertarungan.
Xander berdiri di antara kami sebagai wasit.
"Samuel, aktifkan pageblug-mu!" (Xander)
"Baiklah!"
Dia mengambil pageblugnya dari saku dan mengaktifkannya.
*Clink!
Pageblug itu membentuk sebuah senjata jarak jauh bertipe sniper riffle, atau lebih detilnya, itu adalah AWM.
"Rasyid, giliranmu!" (Xander)
Aku mengaktifkan pageblugku(meskipun pinjam).
Benda itu berubah menjadi sebuah senjata mirip pedang namun sangatlah tipis dan runcing.
"Kedua petarung sudah siap?"
Aba-aba akan dimulai.
Aku dan Samuel memulai posisi siap untuk maju dan bertarung.
Di sisi lain, Tasya yang menonton dari kejauhan mengepal kuat seperti menanti pertarungan kami berdua.
Erika di sisi lain, dia tampak tidak peduli, namun matanya bolak-balik melirik ke arah sini meskipun dia fokus ke game-nya.
"Mulai!"
Saat aba-aba diteriakkan.
Kami berdua maju dan saling menyapa satu sama lain dengan kekuatan penuh.
Pertarungan berjalan sedikit tidak imbang, aku yang menggunakan senjata seharusnya berada di posisi diuntungkan, namun sepertinya teori itu tidak berfungsi di sini.
Samuel dengan tangan kosongnya membuatku terpojok beberapa kali dan membuatku kewalahan.
Dia bahkan tidak memberikanku waktu untuk bernafas meskipun sedetik saja.
Pada akhirnya aku kalah karena terpental dan Samuel menembakku dengan sniper rifflenya di saat aku terlempar ke belakang sampai membuatku knock out di saat itu juga.
Jadi dia menggunakan senjatanya sebagai finisher, sedangkan untuk pertarungan jarak dekatnya dia lebih mengandalkan tinjunya.
Sungguh sesuatu yang tak terduga.
Untunglah aktingku sangatlah sempurna karena keterkejutanku pada serangannya.
***
Pertarungan di menangkan Samuel.
Sedangkan sang pecundang hanya bisa memberi selamat padanya.
"Samuel, kau hebat sekali!" Pujiku.
"Pak Samuel keren! Aku semakin semangat bekerja bersama kalian!" (Tasya)
"Akhirnya kau menang, Samuel(buang muka). Meskipun lawan anak baru." (Xander)
Satu persatu dari mereka memberi selamat pada sang pemenang, namun ada satu orang yang justru malah datang ke arahku.
"Kau, kenapa mengalah?" (Erika)
Aku berbalik dan menatapnya dengan tatapan bodoh.
"Menurutku lebih baik begitu."
Aku memberi penjelasan singkat.
Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya, namun menjadi di puncak bukanalh sesuatu yang baik buatku.
Tentu saja perkataanku malah memberi lebih banyak pertanyaan pada Erika, namun aku tidak menggubrisnya dan pergi ke arah mereka(ke arah sang pemenang).
***
Semua itu tawa menyenangkan itu berakhir di saat matahari mulai terbenam.
Dan saat kami keluar gedung itu.
'sial, itu salah mantannya Rizki!'
Dia yang tidak sengaja melihat berjalan cepat ke arahku.
*PAK!
Tamparan keras mengenai pipiku.
"Anggap saja itu adalah pesanku buat kakakmu!" Wanita langsung pergi tanpa mengatakan apapun lagi.
"Si-siapa dia?!" (Tasya)
"Korban dari ke playboy-an kakakku."
Mereka tiba bisa menolong selain tersenyum kasihan padaku.
Kakak, bisa kau hentikan ini?
Nyawaku berada dalam bahaya untuk kesekian kalinya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments