Aku Dipaksa Menjadi Guru di Sekolah Petarung Bergengsi
Orang-orang selalu bilang, "lebih baik membuat orang lain jadi alat-mu daripada menjadi alat mereka."
Tapi, di dalam diri-ku...
Aku merasa tidak memperdulikannya, jadi alat mereka atau menjadikan mereka alat tidaklah penting.
Bagiku...
Yang terpenting adalah hasilnya.
Meskipun aku menjadi alat dari nenek itu sekalipun, aku tidak peduli. Asalkan impianku terwujud, maka itu cukup.
Begitulah apa yang ada di dalam pikiran laki-laki yang sudah berinjak umur kepala tiga itu.
Kring!!!!!
Sebuah suara dari alarm ponsel terdengar keras di sebuah kamar berukuran kecil dan kumuh itu.
Terdapat sebuah lemari kayu kecil yang hanya memuat pakaian sehari-hari dan sebuah lemari kaca yang pecah di sana, satu-satunya penerangan alami hanyalah jendela seukuran kaki orang dewasa yang langsung menembus ke matahari pagi.
Tik!
Sebuah jemari telunjuk yang kerempeng namun keras menggesek layar ponsel itu, dan mematikan suara bising itu.
"Jadi... Ini adalah harinya?"
Aku tidak percaya dia benar-benar melakukannya.
Rambutnya yang pendek habis dipotong terlihat masih berantakan setelah melewati satu malam, matanya yang hitam masih mengisi daya dan bergegas menghadap hari baru
Rasyid Londerik, seorang pria yang tidak punya tujuan hidup dan hanya bekerja demi uang akhirnya dibuat menemui kehidupan yang baru
Bukan sebuah hidup dengan orang lain atau pernikahan, namun sebuah pekerjaan yang akan mengubah pola pandang hidupnya selama ini.
"Oh, kau sudah bangun... Ayo makan! Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu."
Saat keluar dari kamarnya, Rasyid yang masih memiliki kantung mata di matanya langsung disambut dengan seorang pria yang terlihat muda tapi sebenarnya lebih tua darinya.
Pria itu tersenyum lebar ke arah Rasyid, seperti tak ada rasa dosa sedikit pun, dia dengan tenangnya mengatakan itu pada seorang mantan pembunuh bayaran(Rasyid).
Pria dengan rambut panjang sampai punggung, berkulit sawo matang sama seperti Rasyid, dan mengenakan jas dan dasi yang sangat formal ala politikus itu merupakan seorang yang memiliki hubungan darah dengan Rasyid.
Kakakku tidak pernah seperti ini... Pasti ada alasan dibaliknya.
Rizki Kamil, orang yang paling disegani di kota ini. Dia merupakan wakil bupati dari Kota Ningru ini, meskipun begitu... hubungannya dengan adiknya(Rasyid) tidaklah begitu baik, bahkan mereka tidak pernah bicara satu sama lain, dan baru seminggu yang lalu orang itu tiba-tiba bicara dengan Rasyid.
"Jadi, apa yang kau inginkan dengan tiba-tiba mendaftarkanku menjadi guru di sekolah itu? Belum lagi pakai orang dalam. Apakah kau tidak takut statusmu akan terancam?"
Pasti ada udang di balik batu, begitulah yang dipikiran Rasyid saat ini.
Namun, bukannya sebuah jawaban yang muncul dari muka mengesalkan itu, namun sebuah tangan yang di ayunkan ke arah meja makan.
"Makan yuk!" Ucapnya tanpa menghilangkan senyum itu.
"Tch!" *Sling!*
Kesal dengan perilaku kakaknya, Rasyid membuat sebuah pedang berkarat dari benda berbentuk silinder yang berada di sakunya dan mengarahkan ujung pedang itu ke leher kakaknya.
Benda silinder yang digunakan Rasyid itu disebut Pageblug, benda yang bisa berubah menjadi senjata sesuai dengan data yang tersimpan di dalamnya, dan kebetulan data yang berada di pageblug milik Rasyid adalah pedang berkarat itu.
Dengan sedikit ekspresi terkejut yang dibuat-buat, Rizki membalikkan kepalanya dan menghadap ke Rasyid. Masih sama, senyuman itu tidak bisa lepas dari mukanya.
"Kamu kesal? Apakah kau mau menghabisku? Tapi kamu tahu, bukan? Kamu tidak bisa melakukannya... Karena ini adalah perintah langsunh dari nenek itu."
Mendengar kakaknya menyinggung nenek itu, Rasyid dengan sedikit terkejut mulai menurunkan pedangnya yang karatan itu.
Dengan perasaan berat, dia mengubah pedang itu kembali menjadi silinder yang berukuran segenggam manusia itu.
Aku tahu aku tidak bisa, tapi jika aku dikacangin begini, aku tetap tidak terima!
Dengan menurut apa yang kakaknya mau, Rasyid menghabiskan makanannya dan ikut dengan kakaknya.
***
Di dalam sebuah mobil sedan hitam, Rasyid dengan kemeja biru mudanya ditemani dengan kacamata yang tergantung di matanya duduk di sebelah kakaknya yang sedang menyetir melihati gedung-gedung besar khas dari Kota Ningru.
Gedung-gedung tempat para orang-orang besar dan berduit berkumpul untuk memamerkan kekayaan mereka.
Sejak kematian menjadi sesuatu yang mustahil saat ini, kesenjangan sosial menjadi terlihat jelas. Orang yang miliki uang dan jabatan akan menjadi hidup di atas sedangkan yang lemah tetap berada di bawah.
Bahkan dengan kekuatan sekalipun, mereka tidak akan bisa menang melawan orang yang berada di atas. Menyiksa orang bawah sampai menjadi trauma adalah alasan kenapa itu mungkin terjadi.
Mau bagaimana lagi, kematian selain usia sudah tidak bisa dilihat saat ini.
Sambil memikirkan itu, Rasyid melihati telapak tangannya yang terlihat lembut dan lemah.
Dari luar tangan itu terlihat biasa, tapi baginya, tangan itu adalah penjaga dari kestabilan era ini. Tangan Rasyid sudah sering berlumuran darah, bahkan dia sampai tidak bisa menghitung dengan jari jumlah korbannya.
Semua itu dia lakukan demi-
Aku melakukan ini... Demi apa?
Rasyid melupakan tujuan hidupnya.
Meskipun lupa, tapi dia tetap ingat, tangannya adalah hakim untuk menghukum orang yang melanggar.
Kembali ke dalam mobil, Rasyid melihat dari kaca spion mobil itu. Dia melihat sebuah mata yang bolak-balik menatapnya.
"Bicara..." Dengan nada yang lemah Rasyid menyuruh orang yang berada di sebelahnya bicara.
"Hebat sekali, padahal aku sedang fokus ke jalan, tapi kamu selalu tahu apa yang ada di dalam pikiranku."
Kau terlalu terlihat bodoh!
Hanya dengan menatap kakaknya dengan datar, Rasyid mengisyaratkan kakaknya untuk segera menjawab.
"Nanti saat sampai, ada seorang wanita yang akan menunggumu, dia Erika Rahmana, panggil dia Erika. Dia yang akan menjadi pengawasmu."
Kembali menatap jalan, Rasyid tidak terlihat begitu tertarik dengan apa yang kakaknya beritahu.
Seorang wanita... Pengawas... Sudah berapa jauh di mempersiapkannya?
Bodoh ah, lakukan saja.
***
Mobil berhenti tepat di depan sebuah gerbang besar.
Sebuah pagar tinggi mengelilingi sebuah gedung tingkat dua yang megah itu. Kemungkinan ukuran bangunan beserta pagarnya bisa sebesar stadiun sepak bola bahkan dua kalinya.
Di dalamnya terlihat hanya ada sebuah parkiran mobil dan hanya ada dua mobil yang terparkir di sana.
Sepertinya aku harus ke dalam...
Sambil memikirkan itu, Rasyid menoleh ke belekang tepat ke arah kakaknya yang masih dalam kemudi.
"Aku hanya bisa sampai sini, setelahnya urus sendiri. Lagipula semuanya sudah kupersiapkan jadi tidak perlu khawatir. Ingat kata-kataku tadi!" Dengan tersenyum menjengkelkan Rizki mengatakan itu
Dengan begitu, Rasyid terpaksa berjalan keluar dari mobil sedan itu dan menghadap ke arah gerbang.
Tak lama kemudian suara mobil yang kian menjauh terdengar di belakangnya, kini kakaknya telah pergi dan meninggalkannya sendirian.
Berjalan masuk melewati gerbang, Rasyid melihati sebuah parkiran mobil yang sepi ini.
Kelihatannya ini parkiran guru, dan mereka masih belum datang.
Meskipun begitu, Rasyid merasakan keanehan dari sepinya parkiran itu.
Dua mobil yang terparkir di parkiran itu kelihatannya milik staff yang kerja pagi, namun juga tidak menutup kemungkinan kalau mobil-mobil itu adalah milik guru yang menjadi pengawasnya.
Tapi itu terlalu banyak hanya untuk mengawasi satu orang.
Kemungkinan salah satunya milik Erika.
Tanpa memperdulikan lebih panjang, Rasyid kembali berjalan mendekat ke pintu gedung utama.
Tepat seperti yang dikatakan kakaknya. Seorang wanita dengan rambut hitam yang dikepang ke depan bahu, mata hitam namun bersinar dipenuhi kehidupan ceria, mengenakan jas bewarna ungu gelap dan celana panjang yang dilapisi rok pendek di luarnya sedang menanti kedatangannya.
Wanita itu memegang sebuah papan daftar di tangannya seperti orang yang hendak mengabsen.
Matanya terus melihat ke arah pria yang terus berjalan mendekat ke arahnya.
Mulutnya menutup datar seperti tidak memberikan kesan apapun pada Rasyid.
Namun, saat Rasyid sudah mendekat, mulut itu menekuk dan membuat sebuah senyuman.
"Apakah anda Rasyid?"
Rasyid menjawab dengan mata yang sudah membaca gelagak mulut wanita itu. "Ya, benar." Kepalanya mengangguk.
"Erika?" Rasyid mencoba memastikan.
"Ya, aku adalah Erika, yang akan menjadi pengawas anda. Ngomong-ngomong, anda sepertinya bukanlah tipe yang suka banyak bicara..."
Matanya menatap curiga.
"Aneh, kenapa Pak wakil bupati merekomendasikan orang ini?" Suaranya mendesis terdengar jelas oleh Rasyid tanpa ada niat mengecilkannya.
"Sudahlah... Aku tidak boleh meragukannya!"
Dengan tangan mengepal, Erika kembali menatap Rasyid dengan tatapan biasa.
"Ikut saya, saya akan membawa anda ke tempat registrasi."
Ini adalah langkah awal Rasyid dalam dunia barunya, tapi sepertinya kehidupan itu tidak akan berjalan mulus buatnya.
Karena suatu masalah akan menimpanya sebentar lagi.
Rasyid merasakan itu, tapi tidak bisa mengkonfirmasi masalah apa yang akan ia temui.
......................
Tik tik tik...
Suara ketukan layar dari sebuah tablet yang cukup lebar terdengar konstan dari dalam ruangan.
Saat ini Rasyid bersama Erika sedang mengisi data diri pria itu.
Nama:
Elemen:
Pageblug:
Anitya:
Kekuatan setiap elemen:
Ke lima itu adalah hal penting dan yang akan menjadi penentu utama sekolah ini.
Namun, Rasyid berpikir lain saat melihat kelima tabel itu.
Aku tidak bisa memperlihatkan semuanya, aku harus mengisi secara hati-hati, terutama di bagian elemen dan Anitya.
Bagi orang normal, mereka hanya bisa memiliki 2 elemen saja. Elemen-elemen itu terbentuk saat pertama kali Anitya disuntikkan ke tubuh mereka, dan elemennya akan menyesuaikan dengan kepribadian mereka saat itu juga.
Anitya di sisi lain, mendengar namanya saja sudah pasti membuat semua orang langsunh takjub dan bersujud, bagaimana tidak, Anitya adalah maha karya di dunia ini. Manusia tidak bisa mati karena cairan ini.
Untuk lebih detilnya, Anitya adalah cairan yang disuntikkan saat manusia minimal berumur 5 tahun, cairan itu akan mengalir dan bersarang di jantung dan otak, saat itu juga mereka akan kebal dari kematian, setiap luka yang mereka dapatkan akan segera beregenerasi, tapi tetap saja, trauma adalah musuh utama mereka. Meskipun Anitya bisa menyembuhkan luka fisik, namun luka batin tetaplah sesuatu.
Sekarang, Rasyid harus berpikir, dia memang saat ini terlihat seperti orang biasa dan terlihat amatir. Tapi tetap, pengalaman dan kekuatan diri-nya berbeda dari yang lain.
Rasyid bisa mengenakan ke-delapan elemen sekaligus, dan dia juga memiliki kekuatan terlarang yang hanya bisa dipakai oleh 3 orang di dunia ini.
Sekarang... Apa yang harus kupilih?
Anityanya bisa ku kecoh-kan dengan 'Basic' saja, namun soal elemen... Aku harus memikirkannya baik-baik. Memilih elemen saat ini, berarti aku harus memakai elemen yang kupilih selama di sekolah ini.
"Rasyid? Kenapa anda melamun?"
Sebuah suara lembut mengembalikan pria itu ke kesadarannya.
"Maaf, hanya sedikit bengong..." Dia mengelak dengan tersenyum bodoh.
Tidak mungkin buatnya mengatakan dia bingung memilih elemen, semua orang jelas akan menulis bagian elemen paling cepat karena mereka tidak bisa diubah sampai mati.
"Bengong?"
"Tidak, bukan apa-apa..."
Dengan tergesa-gesa, Rasyid menulis elemennya secara acak dan menguji kekuatan elemennya di tablet itu.
Nama: Rasyid Londerik
Elemen: Air/Tanah
Pageblug: Rusted Sword
Anitya: Basic
Kekuatan setiap elemen: 40/20
Sebuah formulir yang sangat biasa, bahkan sangat buruk.
Erika yang memasang wajah tersenyum sopan dengan sekilas membuat wajah kesal. Namun, karena profesioal dia dengan cepat mengembalikan raut mukanya dan memasang wajah normal.
Dia... Mendercakkan mulut?
Rasyid melihatnya.
"Sudah, sepertinya ini adalah saatnya."
Erika menekan sesuatu yang ada dikupingnya, semacam alat komunikasi. Dia dengan berbisik mengatakan, "ini saatnya." Di dalam alat itu.
Erika mengatakannya dengan pelan, namun Rasyid menyadarinya. Di ruangan yang sempit dan tertutup ini, suara kecil akan terdengar keras.
"Rasyid, mari ikut saya... Ada sesuatu yang harus kamu lihat saat pertama kali berkunjung di sini."
Dengan wajah serius, Erika meminta.
Dia berbalik tanpa menunggu Rasyid mengiyakan atau tidak. Dia tahu kalau Rasyid pasti akan mengikutinya karena dia bukanlah tipe orang yang banyak bicara.
Saat berjalan keluar, Rasyid melewati teras-teras kelas. Saat melihat ke arah dalam, dia melihat ruang kelas yang masih kosong.
Itu adalah hal yang normal, karena sekarang masihlah sekitar jam 5 pagi, matahari bahkan belum terlihat.
Ruang-ruang kelas di sini tertata rapi mengitari dua lapangan yang dipisahkan oleh sebuah gedung raksasa. Terdapat dua lantai di setiap baris ruang kelasnya, namun tidak terlihat seperti semuanya terpakai.
Bekerja dan belajar di sini mungkin menjadi impian semua orang, bagaimana tidak, sekolah ini adalah sekolah paling bergengsi di negara ini yang bahkan langsung dipantau oleh mereka.
Butuh ilmu dan skill yang mumpuni untuk bisa menginjakkan kaki di sini, bukan hanya untuk sang guru, namun juga sang murid.
Sedangkan itu, di sini saat ini ada orang yang bahkan tidak berusaha bisa masuk di sekolah ini hanya dengan menggunakan orang dalam.
Tidak ada rasa bersalah, itulah yanh Rasyid coba lakukan.
Rasyid terus membuntuti punggung Erika sampai di sebuah gedung raksasa yang memisahkan dua lapangan.
Firasatku buruk...
Sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
Erika membuka pintu utama gedung itu dan masuk. Rasyid berjalan mengikutinya.
Saat berada di dalam, gedung ini sangatlah gelap, bahkan Rasyod buta oleh sekitarnya. Dia tidak bisa melihat apapun di sini.
Namun tak lama kemudian...
Dar!
Lampu-lampu menyala bersamaan, menerangi seluruh area gedung.
Rasyid menatapi sekitar dan melihati dengan seksama gedung ini.
Lapangan melingkar, dinding tinggi dan terdapat banyak bangku penonton di sekitarnya. Tidak salah lagi... Ini adalah Arena!
Tanpa buang-buang waktu, Erika yang ada di depannya dengan cepat berbalik dan mengeluarkan sebuah benda silinder dari sela-sela dadanya.
"Maaf Rasyid, tapi aku tidak bisa membiarkanmu berjalan lebih jauh!"
Sambil mengatakan itu, sebuah busur yang sering disebut 'compund bow' terbuat dari pageblug miliknya.
Busur itu diarahkan ke kepala Rasyid dan siap menembaknya kapan saja yang dia mau.
"Sekarang, semua kecemasanku terjawab..." Rasyid menatapi lantai arena itu dengan mata yang suram.
"Kau, Rasyid Londerik! Kami tahu kau menggunakan orang dalam untuk masuk menjadi guru di sekolah ini, dan terlebih lagi memakai kakakmu untuk melakukannya, sungguh aku kecewa dengan orang itu. Inilah kenapa aku benci mereka(politikus)."
Rasyid akhirnya menyadari satu hal dalam insiden ini, yaitu kakanya sadar hal ini akan terjadi, jadi dia sudah mempersiapkannya dan mengatakan pada Rasyid untuk berhati-hati secara tidak langsung.
Plok... plok... plok...
Suara tepuk tangan terdengar dari atas tempat bangku penonton.
Di sana terdapat satu pria gendut, berwajah seram, berjenggot tebal, berkumis menutipi seluruh bagian sekitar mulutnya, dan berambut kriting panjang ke belakang.
Dia duduk di salah satu bangku penonton dan menatapi Rasyid dengan tatapan ingin membunuh.
"Aku tak menyangka dia akan menggunakan cara itu untuk memasukkan adiknya." Dia berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke bangku paling depan. "Aku, Saiful Baharuddin akan membersihkanmu, dan menjaga nama baik sekolah ini!"
Orang yang mengaku bernama Bahar itu mengangkat satu tangannya dan mengepalnya keras ke arah penyusup itu. Matanya melotot seperti sudah muak dan marah dengan lelucon ini.
"ERIKA! Kau tahu tugasmu, bukan?!"
Di sisi lain,
"Ya, aku tahu..." Dengan suara yang penuh konsentrasi, Erika mulai bergerak mundur dan bersiap mengambil ancang-ancang untuk bertarung.
"..."
"Kenapa kau diam saja?! Cepat keluarkan senjatamu!"
"Ini pertarungan?!"
"Tentu saja! Kau kira apa yang sedang wanita itu lakukan tepat di depanmu?!"
"Oh..."
Rasyid sepertinya terlambat untuk membaca situasi.
Dengan terpaksa dan malas, Rasyid mengeluarkan pageblug-nya dari saku dan membuat sebuah pedang karatan dari benda silinder itu.
Namun ada orang yang bereaksi saat melihat benda itu.
"Ah hahaha! Mainan itu, mau kau buat apa?!" Bahar meledek senjata yang dipakai Rasyid.
Namun Rasyid tidak memperdulikannya. Dia memulai ancang-ancangnya dan siap menebas siapapun yang ada di depannya.
Meresahkan saja, pagi-pagi buta aku sudah disuruh untuk membun- bukan, maksudku menghajar seseorang.
Tidak ada acara berdarah dan nyawa melayang saat ini. Berubah, itu yang diingankannya. Demi orang itu, aku harus bisa!
Rasyid menatap tajam lawannya, pedang yang ia cengkram tidak terlihat akan terlempar oleh tusukan anak panah sekalipun.
"Sepertinya aku tidak digubris." Bahar menghentikan hinannya dan kembali memasang wajah serius ke arah dua orang yang bersiap berhadap-hadapan itu. "Pertarungan antara Erika sang Juara dan Rasyid sang Tikus... DIMULAI!"
Bahkan sampai pertandingan dimulai, Bahar masih memberi hinaan ke pria itu.
Dengan wajah serius yang dipaksakan, Rasyid bersiap menerima setiap serangan yang akan dikeluarkan oleh Erika.
Dia tidak perlu terlalu fokus untuk menyerang, lawannya adalah tipe busur. Selagi Rasyid memasuki jarak tertentu, maka dia akan menang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Imarin
Salam dari novel Cinta Jarak Jauh Berujung Miris kak.
2022-07-03
2
L U S T
120 km/j
2022-06-19
1
Rossemarry
lanjutt😍
2022-04-09
2