Aku dan Kakakku duduk di meja makan. Sarapan kami sudah kami selesaikan. Kakakku menunggu jawabanku sambil menyilangkan tangannya.
"Kau...kau sebaiknya jangan bekerja untuk Nova tanpa sepengetahuanku." Kakakku menepuk-nepuk dengan jari telunjuk kanannya.
"Kenapa Kakak tiba-tiba bilang begitu?"
"Aku membuatmu menjadi guru supaya tidak berurusan lagi dengan nenek itu!" Dia meninggikan volumenya.
"Hah?.....Kenapa tiba-tiba Kau melarangku?! Bukannya kau yang membiarkanku hidup seperti itu, dulu?!"
Aku mencoba tidak meninggikan volumeku. Menahan emosi adalah hal yang biasa ku alami.
"Geh...!" Kakakku terdiam.
Bunyi mobil-mobil yang lalu lalang di depan rumah terdengar jelas dari dalam rumah. Kesunyian menghampiri kami. Tak ada satupun dari kami yang berterus terang.
"Kenapa kau sok sekali....?" Suara lirih kakakku.
"Aku tiba-tiba peduli padamu karena saat itu kau terlihat sangat tersiksa..."
"Hari saat temanmu meninggal..."
"Kau menghancurkan semua figur 3 kerajaanmu karena kesal..."
"Kau tertekan sekali..."
"Tapi air mata tidak keluar dari wajahmu sama sekali.
Kakakku mengingatkan kejadian seminggu sebelum aku menjadi guru di sekolahku yang sekarang. Hari itu, temanku...bukan...tapi sahabatku sejak sekolah meninggal karena sakit.
Aku tidak mengerti. Aku melihati teman kelasku menangis saat proses pemakaman. Hanya saja, kenapa aku tidak? Bukannya aku yang seharusnya paling menderita? Dia satu-satunya temanku yang berjuang untuk menghentikanku pergi ke tempat itu. Jika saja aku mengikuti perkataannya mungkin kejadian itu tidak terjadi.
Sepulang dari melayat, aku hanya bisa tergeletak. Menanyai pada diriku, apakah aku sudah tidak waras? Aku bekerja untuknya sekitar 5 tahun. Dan aku sudah kehilangan sisi kemanusiaanku sejauh itu.
Aku melihati figur-figur 3 kerajaanku yang tertata rapi di lemari kaca. Perasaan marah ingin ku luapkan.
Aku bangkit dari kasur, berjalan mendekati lemari kaca itu, lemari itu kubanting, kaca dan figur-figur di dalamnya hancur.
"Kenapa?...Kenapa?...KENAPA?!"
Aku hanya bisa perlahan mundur dan menyenderkan badanku ke dinding. Sejauh inikah aku pergi?
Beberapa saat kemudian, kesadaranku hilang karena aku menidurkannya. Aku merasakan seseorang memelukku.
"Maaf...Selama ini, aku hanya bisa melihatmu menderita..."
Sebuah suara kudengar dari tidurku.
--------------------
Kembali ke atas meja makan, aku meninggalkan kakakku yang masih tertunduk di kursi dan bersiap pergi ke sekolah. Masih ada hal yang sebaiknya ku lakukan di hari liburku.
Apakah ini akan baik-baik saja? Tentu saja tidak. Begitu pikirku, sejak awal aku membencinya. Dia tiba-tiba bicara padaku setelah sekian lama. Dia memintaku menjadi guru seperti kita adalah saudara yang sangat akrab sejak dulu.
Dia memaksaku menggunakan kekuasaannya sebagai wakil bupati. Tapi dari matanya, dia punya tujuan. Dia ingin menjauhkanku dari Nova dan pekerjaan kotornya.
Aku terdiam memikirkan hal-hal itu di dalam bis yang ku naiki.
------------------------
Aku berjalan ke arena bertarung seperti yang Bahar katakan. Ada banyak orang datang ke sini. Mereka adalah orang-orang penting. Aku mengenali wajah-wajah mereka.
Perwakilan-perwakilan kelas angkatan dikumpulkan di sebuah ruangan untuk sebuah rapat. Bahar memimpin rapat tersebut.
Seseorang duduk di sampingnya. Dari muka tua keriput dan tai lalat di bawah mata kirinya. Dia adalah gubernur yang mengirim 3 penyadap tadi malam, Halim Perdana Kusuma.
Aku duduk di samping Vicky. Dia hanya bisa mendercakkan bibirnya saat dia tahu kalau aku yang harus duduk di sampingnya.
Rapat berakhir sekitar 4 jam lamanya. Isi dari rapat tidak sangat penting. Waktu banyak termakan oleh Halim saat memberi sambutan. sekitar 1 setengah jam lamanya dia habiskan hanya untuk itu.
Aku keluar dari ruangan rapat dengan raut menyesal. Harusnya aku memilih untuk melihat keadaan Hakam di keraton saja. Tapi aku baru saja ingat kalau aku hanya satu-satunya yang kosong saat ini.
Aku mencoba berjalan pulang, tapi seseorang menepuk bahu kananku. Aku memalingkan wajahku, sebuah muka yang familiar ku lihat. Aku seketika menyentuh layar ponselku yang berada di sakuku buat jaga-jaga.
"Apakah anda yang bernama Rasyid?" Halim menanyaiku dengan senyum palsunya, tipikal seorang politikus.
"Ya(mengangguk)..."
"Bisa bicara sebentar...empat mata"
Halim membawaku ke dalam kelas kosong. Tempat kami berada jauh dari arena dan tempat rapat tadi. Tidak ada yang bisa menemui kami di sini. Mereka akn lebih memilih berjalan keluar daripada ke tempat yang terlalu ke dalam.
"Sepertinya tidak ada yang mengikuti kita." Halim mengawasi keadaan sekitar lewat jendela kelas.
Aku menundukkan badanku dan menaruh tangan kananku di dadaku. Mengisyaratkannya untuk cepat.
"Perkenalkan aku, Halim. Gubernur Provinsi Dawa Timur." Dia memperkenalkan dirinya.
(Aku tidak tanya namamu, pak tua. Semua orang tahu siapa dirimu.)
"Rasyid Londerik." Aku menganggukan kepalaku.
"......hahahaha," tawanya lirih.
"Kau tahukan kenapa aku memanggilmu? Kau pasti jelas tahukan? Tidak mungkin kau berpura-pura tidak ingat dulu kau pernah bekerja dengan siapa. Iyakan, Rasyid Londerik...." Dia tersenyum sambil menyenderkan badannya ke dinding.
Aku diam saja. Dia jelas mengerti maksudnya.
"Begitu ya...Aku anggap diammu sebagai jawaban ya."
"Tenanglah, nak. Aku ke sini hanya ingin bertaruh padamu."
"Kau juga mendengarnya, kan Nova?"
Dia menyadari Nova yang mendengar melalui ponselku. Aku menelponnya tadi untuk berjaga-jaga.
"Ya...Aku mendengarnya..sangat jelas. Rasyid letakaan ponselmu di meja!"
Sesuai keinginannya. Aku menaruh ponselku ke meja di kelas. Kini, Nova bagaikan berada di antara kami berdua.
"Jarang sekali kau mau bertaruh." Nova mengatakan keterkejutannya saat tahu itu.
"Karena ini akan menjadi waktuku dan waktumu yang terakhir. Aku akan bertarung habis-habisan di sini!" Halim mengenggamkan tangannya dan mengangkatnya setinggi dada.
"Baiklah...Apa yang kau inginkan?"
"Saat pertarungan final penilaian guru. Jika bawahanmu, Rasyid dapat memenangkan final melawan kelas 3 sihir. Maka aku akan memberikanmu ini." Halim mengeluarkan sebuah blueprint yang tergulung dari sakunya.
Halim adalah pemimpin dan penemu teknologi Pageblug. Komponen dari Pageblug sangatlah sulit untuk di-copy. Belum ada yang berhasil meniru teknologi ini.
"Oh..."
Meskipun hanya dengan suara aku bisa melihat wajah kagum Nova di sana. Sebuah taruhan dengan hadiah besar. Maka barang yang ditaruhkan oleh Nova juga harus besar.
"Jadi apa yang kau inginkan dariku? Blueprint dari Anitya?"
"Tidak... Aku tidak butuh itu. Aku hanya minta satu hal."
"Apa itu?"
"Aku ingin kau batalkan proyek barumu!"
"Proyek itu? Jadi itu yang kau incar? Heh!" Tawa Nova terdengar.
"Baiklah! Ini akan menjadi taruhan yang menguntungkan pihak yang menang dan merugikan pihak yang kalah. Aku sangat menyukai ini." Nova bersemangat dalam taruhan ini.
Jarang sekali buatku mendengar suara bersemangat Nova.
"Aku menerima taruhan ini.....Kau dengar itu, Tuan Presiden?!"
Nova menyebut seseorang yang tidak masuk dalam pembicaraan ini. Halim hanya melekukan mulutnya.
"Bahkan melalui ponsel, kau tetap sangat sensitive." Halim mengeluarkan ponsel yang sedang dalam keadaan memanggil seseorang.
"Ternyata kau sama saja." Aku menyindirnya.
"Aku sudah mendengar keinginan kalian. Sebuah perjanjian sudah dibuat. Yang kalah harus melakukan apa yang sudah dijanjikan di pertemuan ini."
PAK PAK PAK!
Suara presiden yang memukul palu dari ponsel Halim terdengar. Ini akan menjadi taruhan mutlak. Yang menang dan kalah tidak boleh mengajukan banding. Sesuatu yang dijadikan taruhan tidak boleh lebih atau kurang.
Aku terlibat lebih jauh lagi...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments