Saat sadar Ara sudah berada di sebuah ruangan, tubuhnya sudah dalam keadaan terikat di sebuah kursi.
Ara ingat sebelum dirinya pingsan, dia di giring oleh beberapa orang untuk mengikutinya dan tak lama benda tumpul memukulnya hingga ia langsung pingsan.
Terdengar langkah kaki seseorang yang menghampiri. Ara memandang lekat- lekat ke arah pintu dan menebak siapa orang yang mendekat itu.
"Sudah ku duga!" gumam Ara.
"Aurora, wanita yang sudah berani ikut campur dan sok jadi pahlawan, berani sekali kamu mencampuri Bisnisku." ucap Louis saat mengelilingi Ara.
"Apa kabar? apa kamu masih ingat denganku?" tanya Louis sambil mencengkeram dagu Ara sesaat lalu melepaskannya kembali.
Ara hanya tersenyum menyeringai. "Louis. Dari awal aku sudah curiga, kalau kamu adalah dalangnya. Dasar manusia biadab, tega sekali kamu melakukan itu kepada mereka." ucap Ara meninggikan suaranya.
Louis kembali menjambak rambut Ara, hingga ia pun sampai terdongak dan meringis kesakitan.
"Kau cari mati Louis, dengan kamu menangkap aku, sama saja kamu menyambut kematianmu sendiri. Cepat atau lambat, mereka akan menemukan keberadaan ku, dan akan menghabisi kalian semua." jawab Ara dengan menyeringai tanpa takut.
Baru saja Ara tutup mulut, kegaduhan sudah terjadi di luar.
"Sialan, siapa yang sudah berani menyerang kemari. Kau pasti sudah merencanakan ini. Sebelum mereka membunuhku, aku akan membunuhmu terlebih dahulu." Louis menodongkan pistol di kepala Ara, dan segera menarik pelatuk, bersiap untuk menembak.
"Kau ingin membunuhku? Hah... sungguh tragis, jika aku mati nanti, bagaimana aku akan mengatakan padanya, kalau tunangannya juga yang membunuhku. Aku rasa dia akan kecewa berat."
"Diam! dan jangan mengertakku. Jangan pernah mengungkitnya lagi. Aku tegaskan sekali lagi, antara kamu dan dia itu berbeda kondisi, Dia mati karena ketidak sengajaanku dan kamu akan mati karena kesengajaanku jadi mana mungkin kamu bisa bertemu dengannya." jelas Louis.
Seseorang lari dengan tergesa-gesa, dan menghampiri Louis yang sedang berdebat dengan Ara.
"Tuan... kita harus segera pergi dari sini, kita di kepung, banyak yang menginginkan Wanita itu." ucap pria tersebut dengan terburu-buru.
"Sia! kenapa semuanya jadi kacau." Louis melepas ikatan Ara dan membawanya keluar sambil menodongkan senjata, untuk mengancam orang-orang yang menginginkan Ara.
Sesampainya di luar, Ara benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya. Orang-orang yang pernah terlibat dengannya muncul dengan banyak alasan. Ada yang ingin menyelamatkan dirinya dan ada pula yang menginginkan kematiannya.
Ara menertawakan dirinya sendiri dalam hati. Lima tahun menjalani perkerjaannya sebagai Agen Rahasia, ternyata ia telah menghasilkan begitu banyak musuh. Ia pun sadar jika pekerjaannya yang ia selesaikan selama lima tahun menghasilkan dendam dari mereka yang masih lolos.
Hari ini nyawanya seperti sebuah piala yang sedang di perebutkan. Menantikan siapa yang akan jadi pemenangnya.
Ara menatap dari sekian orang, sosok yang baru saja ia tinggalkan. Entah alasan apa yang membuatnya datang mencari dirinya. Tapi Ara cukup senang bisa melihat wajahnya untuk yang terakhir kalinya.
"Cepat minggir, atau kalian semua akan menyaksikan kematiannya di depan mata kalian." Ancam Louis, pisau yang ada di leher Ara pun mulai melukai kulit lehernya dan darah seger mulai keluar.
Ara tak memberontak, ia pasrah dengan apa yang akan di lakukan Louis. Ia hanya ingin melihat siapa yang akan berusaha menyelamatkan dirinya, Mimia ataukah Zivan.
"Serahkan dia padaku Louis, maka keinginanmu akan aku kabulkan."
"Serahkan saja padaku Louis, dan aku janji akan memberikan semua wanita yang kamu mau."
Dion yang ada di sana pun, berbisik kepada Zivan yang sedari tadi hanya mengamati saja.
"Apa yang akan kita lakukan tuan?" tanya Dion.
"Ikuti saja permainannya, Aku yakin dia sudah merencanakan sesuatu. Jangan sampai lengah, jika ada kesempatan langsung selamatkan."
Saat semua saling membujuk Louis, tanpa mereka sadari dari kejauhan seorang penembak jitu sudah mengincar.
Sebuah tembakan dengan peredam suara tiba-tiba saja melesat begitu saja dan langsung mengenai lengan kanan Ara.
Aarrghh...
Semua tercengang, dan tak tahu berasal dari mana peluru itu. Tiba-tiba saja, Louis ambruk kebelakang dengan darah yang mengalir di dadanya. Ternyata peluru itu mengenai lengan Ara dan tembus sampai ke dada Louis yang posisinya berada di belakang Ara.Tak lama Ara pun ambruk ke tanah.
Dor... Dor... Dor...
Suara tembakan dari segala arah pun menyerang tempat tersebut.
Semua berhamburan dan berusaha untuk menyerang balik.
Disaat semua menjadi kacau, seseorang dengan mengenakan topeng, mengangkat tubuh Ara yang sudah tergeletak. Zivan yang melihat langsung mengejarnya di sisi lain Mimia pun melihat juga segera mengejarnya.
"Tak akan kubiarkan, siapapun mendapatkan Ara." teriak Mimia sambil mengejar sosok bertopeng tersebut.
"Berhenti..." teriak Zivan, sambil berusaha menembak. Namun beberapa tembakan meleset.
Dor... Dor...Dor...
Dari kejauhan, ada yang melindungi orang yang sedang membawa Ara. Karena tembakan itu Paha Zivan harus menerima timah panas.
Aarrghh...
"Sialan, kenapa bisa kena."
"Tuan... tuan... anda tidak papa?" Dion yang menyusul segera menghampiri Zivan dan mengikat paha Zivan untuk mengurangi pendarahan.
"Siapa mereka, kenapa tiba-tiba menyerang?" tanya Zivan yang sudah tak mampu lagi untuk mengejar orang yang membawa Ara.
"Saya tidak tahu tuan, tapi sepertinya mereka bukan dari kota ini."
Dengan ngos-ngosan, Mimia menghampiri Zivan.
"Apa kalian mendapatkannya?" tanya Mimia dengan nafas tersengal-sengal.
"Apa matamu buta? kau bisa lihat kan tuan Zivan terkena tembak, bagaimana bisa Tuan mengejarnya." jawab Dion kesal.
"Kalian payah, kalian benar-benar tidak ada niatan untuk menyelamatkan ara."
"Apa kamu bilang. jaga mulutmu kalau bicara." Dion emosi dan hampir menghajar Mimia.
"Tapi benar kan, kalian tidak niat menyelamatkan Ara. jika kalian niat, dari awal kalian bertindak dan mencari cara menyelamatkan Ara, bukan malah menunggu sampai Ara terluka." Jawab Mimia tanpa rasa takut, walaupun Dion sudah bersiap untuk melayangkan tinjunya.
"Lepaskan dia Dion. Apa yang dikatakannya benar. Seharusnya dari awal aku sudah bertidak, bukan malah menuduh. Asal kamu tahu, aku begitu karena aku bimbang antara ingin menyelamatkannya atau tidak. Aku terlanjur kecewa dengan sikapnya yang sudah berani meninggalkan aku tanpa sepatah katapun." Jelas Zivan berusaha kuat di depan orang lain. namun di dalam hati Zivan benar-benar mengutuki dirinya dan merasa menyesal setelah Ara benar-benar pergi.
Zivan pun akhirnya kembali sambil di papah Dion dan di ikuti Mimia. Mereka melewati orang-orang yang sudah mati karena tertembak, termasuk Louis dan beberapa orang yang menginginkan Ara.
"Dion, kerahkan anak buah yang masih tersisa untuk mengumpulkan anak buah kita yang meninggal dan bawa mereka!"
"Baik Tuan."
To Be Continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Yusuf Kalaha
yang bawah kabur adalah ayahnya mungkin
2022-05-24
0
Aprillia Lita
lnjut kk
2022-05-23
0
Harwanti Unyil
jangan lama" thor up nya
2022-05-23
2