Zena: The Last Fight
Seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun, ia berperawakan tinggi kecil, dengan paras yang cantik dan kekanakan berlarian di halaman sebuah mansion besar milik petinggi markas tim mata-mata, Mata Elang. Rambutnya yang panjang ia ikat ekor kuda berantakan karena tertiup angin dengan bebas. Matanya sipit dan kecil dibingkai bulu yang sederhana. Alis yang tak lebat, tapi memiliki garis lengkung yang sempurna bagai bulan sabit. Hidung kecil yang mancung, dilengkapi bibir tipis merah alami.
Kulitnya yang putih semakin bersinar kala sinar mentari menerpa permukaannya. Senyumnya mempesona, suaranya yang lembut menggetarkan hati para lelaki yang mendengarnya. Kaki jenjangnya tak lelah berlari kian kemari menarik seutas tali kecil yang mengikat sebuah layang-layang. Ia mencoba menerbangkan benda tersebut, diikuti seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang tak henti meneriakinya. Memberi dukungan dan semangat, kaki mungilnya ikut berlarian, berkejaran dengan gadis itu.
"Ayo, Kak! Tarik terus, sebentar lagi terbang. Kakak pasti bisa!" seru bocah itu sambil tertawa terpingkal melihat sang Kakak yang tak dapat menerbangkan layang-layang di tangan.
Tawa keduanya terdengar lugu, wajah mereka juga nampak polos tanpa dosa. Di balik sebuah jendela kaca, sepasang mata memandang tanpa berkedip. Tajam dan penuh misteri, hatinya sedang bergelut sendiri tentang gadis yang berlarian dengan putranya itu.
Dia terlihat polos dan lugu, rasanya tak mungkin gadis yang terlihat lemah seperti itu memiliki kemampuan yang luar biasa. Chendrik, pemimpin markas besar, tiga puluh lima tahun.
Hatinya bergumam, mata elang itu masih berfokus pada sosok cantik nan lugu di halaman mansionnya. Chendrik berbalik kembali ke ruang kerjanya sendiri. Akhir-akhir ini terlalu banyak kasus terjadi. Yang paling mencolok adalah kasus penculikan gadis muda seperti gadis cantik di halaman mansion itu.
Ia membuka lembar demi lembar laporan dari markas, para mafia kembali berulah. Itu adalah tugasnya sebagai pemimpin menyelesaikan semua masalah satu demi satu. Chendrik menekan-nekan pelipisnya yang terasa berdenyut. Menutup kembali semua laporan dan menjatuhkan punggung pada sandaran kursi.
"Kakak lelah, Cheo. Coba kau terbangkan," ucap Zena sambil memberikan tali layangan itu pada bocah yang menertawakan dirinya. Ia menjatuhkan diri di atas rumput, bertumpu pada kedua tangan. Peluh membanjiri wajahnya yang cantik jelita, kulitnya yang putih nampak berkilap karena keringat.
Sebuah mobil menderu, menghentikan keasikan mereka berdua. Cheo yang bersiap menerbangkan layangan itu, melangkah pelan menghampiri Zena yang telah duduk tegak.
"Siapa, Kak?" Zena menggelengkan kepala dengan dahi yang berkerut. Ia sama sekali tak tahu siapa yang datang itu. Seorang wanita hampir tua, lelaki muda mungkin tak jauh beda usianya dengan Zena, juga seorang gadis cantik nan seksi dengan dandanan yang membuat iri setiap wanita yang melihatnya.
Mereka bertiga melangkah menghampiri tempat Zena dan Cheo. Gadis itu tak acuh, kembali menengadah ke langit membiarkan wajahnya diterpa terik sinar mentari. Tak dinyana, ketiga orang itu mendatangi Cheo.
"Hallo, apa kau anak Chendrik? Tampan sekali," tanya wanita hampir tua itu sambil mengusap pipi Cheo.
"Maaf, Anda siapa? Bagaimana Anda bisa mengenal saya?" Cheo balik bertanya. Dahi sempitnya mengernyit, ia sedikit menjauh dari wanita itu. Zena yang duduk tak jauh, melirik sekilas dan membiarkan mereka berbincang dengan bocah itu.
"Aku Nenekmu. Wajahmu mirip sekali dengannya, di mana Ayahmu? Nenek ingin bertemu dengannya," sahut wanita itu dengan lembut.
"Dia di dalam," jawab Cheo singkat sambil menggerakkan kepala menunjuk ke dalam rumah.
Wanita yang mengaku sebagai neneknya Cheo itu mengernyitkan dahi saat matanya melihat Zena yang tampak bersantai. Pandangannya menyalang, tak suka sekali melihat Zena yang asik duduk sendiri. Ia menegakkan tubuh dan berjalan menghampiri gadis yang bersikap tak sopan itu.
"Hei, kau digaji anakku bukan untuk bersantai. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada cucuku? Aku akan meminta Chendrik memecatmu saja karena kau tidak becus menjadi pengasuh!" hardik wanita paruh baya itu sambil menendang kecil lengan Zena yang ia gunakan untuk menopang tubuh.
Mulut gadis itu menganga, ia melirik dengan mata yang berkedip-kedip antara tangannya dan kaki wanita itu. Berani sekali dia menendang tanganku!
Detik kemudian, Zena menyadari sesuatu. Ia melirik dua orang yang lain, rupanya mereka ingin bermain-main. Baiklah, ikuti saja alur yang mereka buat.
"Coba saja kau adukan padanya. Kau pikir aku takut? Hah!" Zena mendengus, memalingkan wajah dari mereka seraya beranjak sambil menepuk-nepuk bokongnya yang ditempeli rumput.
Rahang ketiga orang itu terjatuh, mereka terkejut melihat sikap kurang ajar dari seorang gadis yang mereka anggap pengasuh itu.
"Kau ...!" geramnya tertahan. Kedua tangan mengepal hingga urat-urat tuanya bermunculan ke permukaan.
Zena mengibaskan tangan tak acuh terus melangkah ke belakang mansion, menuju kamarnya sendiri. Terpisah dari mansion utama, ia menyendiri berbaur dengan para pekerja meski disegani.
"Sial!" Cheo terkekeh kecil melihat kekesalan di wajah tua itu.
"Sudah, Bu. Sebaiknya kita pergi menemui Kakak," ucap pemuda yang datang bersama mereka menyudahi emosi si wanita hampir tua itu. Ia mengangguk, berjalan masuk dengan arahan dari Cheo. Pertemuan yang tak diharapkan Chendrik.
"Hai, putra Ibu! Putra kebanggaan Ibu! Bagaimana kabarmu, Nak?" seru wanita paruh baya itu saat melihat Chendrik di ruang tengah, ia memeluk putranya tanpa segan. Ia juga menciumi wajah laki-laki itu membuatnya meringis jengah.
"Aku baik, Bu. Kenapa Ibu ikut serta ke sini? Aku mengundang Sebastian untuk membantu mengatasi masalah yang terjadi," tanya Chendrik tak senang. Pasalnya, wanita berpenampilan glamor itu selalu menyusahkannya.
Sejak kapan wanita ini bersikap baik padaku? Apakah karena sekarang aku kaya? Hah ....
Chendrik mendesah tanpa suara, menatap malas wanita paling berjasa dalam hidupnya itu.
"Tentu saja untuk memberi dukungan pada kalian. Ibu tidak bisa berdiam diri saja di rumah, hanya duduk menunggu kalian yang sedang berjuang menciptakan kedamaian. Seorang Ibu harus menjadi kekuatan untuk anak-anaknya. Ibu ingin menjadi kekuatan untuk kalian. Ibu akan mendoakan keselamatan juga kejayaan untuk kalian berdua. Hhmm ...."
"Di mana kamar Ibu? Ibu ingin istirahat, jangan lupa bawakan Ibu pelayan. Tiga!" ungkapnya yang sempat terjeda sejenak dan tanpa tahu malu meminta pada Chendrik.
Laki-laki yang menjabat sebagai pemimpin markas besar itu menahan napas melihat sikap sang Ibu yang tak pernah berubah. Ia menjentikkan jari, dua orang pelayan datang menghampiri.
"Antar Ibuku ke kamarnya, siapkan tiga orang pelayan untuk melayaninya!" titahnya yang segera dipatuhi oleh pelayan tersebut. Keduanya sigap membawakan koper Ibu menuju kamarnya.
"Saya akan memanggil pelayan wanita untuk melayani Anda, Nyonya," katanya sambil membungkuk seraya keluar kamar dan menutup pintu perlahan.
"Wah ... ternyata anak pembawa sial itu sekarang sudah sukses. Dia memiliki rumah sebesar ini dan aku tidak tahu apa-apa. Dasar sial!" umpatnya dengan ekspresi senang sambil berputar mengelilingi ruang kamar yang cukup besar itu.
"Aku akan menetap di sini dan menguasai hartanya. Lagi pula dia duda, tidak ada yang mengatur keuangannya, bukan? Biarkan Ibu yang mengurusnya, sayang." Ia tertawa senang. Merebahkan dirinya di atas ranjang menunggu pelayan datang.
"Kalian bisa memilih kamar yang kalian inginkan!" perintah Chendrik pada kedua orang yang masih berdiri di sana. Chendrik berbalik pergi dan masuk kembali ke ruang kerjanya bersama Cheo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Elwi Chloe
like dan fav, salam dari Bodyguard Tuan Muda
2022-04-25
2
Elwi Chloe
berbisa sekali omongannya
2022-04-25
1
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ❣𝐙⃝🦜
Pertama membaca sudah menarik, penyampaian bahasa mudah dipahami👍😊
2022-04-19
1