Islam terbangun dari tidur lelapnya dengan menguap lebar sambil merentangkan kedua tangannya. Islam menoleh ke kiri dan kanan dengan kedua matanya yang masih mengantuk.
Islam bangkit dari kasur dan melangkah mendekati jendela yang memperlihatkan Syuaib yang kini mengangkat koper besar ke bagasi mobil. Kedua mata Islam menyipit sepertinya ia kenal dengan koper itu, itu seperti kopernya.
Dengan langkah tergesa-gesa Islam membuka lemari mendapati lemarinya yang telah kosong, tak ada lagi pakaiannya yang tersusun rapi.
"Letakkan di dalam sana!" Tunjuk Abah Habib ke arah sisi kanan bagasi mobil.
"Abah!" panggil Mawar membuat Abah Habib menoleh.
"Mawar ada sedikit uang untuk jajannya Islam, tolong dikasi ke Islam kalau dibutuh."
Abah Habib tersenyum lalu mendorong pelan uang yang berjumlah beberapa lembar itu.
"Tidak usah, Nak! Islam adalah cucu Abah dan Islam sekarang adalah tanggung jawab Abah jadi tidak usah!"
"Tapi Abah-"
"Tidak usah, Nak! Lebih baik ente simpan untuk keperluan ente saja."
Mawar mengangguk, ia berusaha untuk tersenyum walau sejujurnya ia tak rela jika Islam pergi dari rumah.
"Syuaib!" panggil Abah Habib membuat Syuaib menoleh dan mendekat.
"Iya pak Kiai?"
"Naik ke atas dan suruh Islam mandi!"
"Saya Abah?" Tunjuk Syuaib ke arah wajahnya.
"Iya, siapa lagi kalau bukan ente, cepat naik!"
Syuaib menghela nafas berat, rasanya ia sangat takut jika harus berhadapan dengan pria yang telah membungkusnya dengan kain selumit besar semalam.
"Syuaib!"
"Iya kiai?"
"Ayo cepat!"
"Iy-"
"Biar ana saja Abah," ujar Mawar.
Abah Habib mengangguk sambil tersenyum membuat Mawar kini melangkah masuo ke dalam rumah menuju kamar Islam.
Mawar menghentikan langkahnya setelah is tiba di depan pintu kamar Islam. Baru saja Mawar ingin mengetuk pintu kamar Islam, pintu itu nampak sudah terbuka membuat Mawar kini memegang ganggang pintu dan mendorongnya pelan.
"Islam!" ujar Mawar yang kini mendapati Islam yang tengah berbicara lewat ponsel yang masih berada di telinganya.
Islam yang medengar suara itu dengan cepat menoleh dan menurunkan telpon dari telinganya.
"Kenapa?"
"Cepat mandi dan siap-siap Nak! Abah, Abi dan Akhi Syuaib akan berangkat," ujarnya.
"Em," sahut Islam lalu melangkah menuju kamar mandi setelah meraih handuk dari gantungan di dinding kamar.
"Iya, gue yakin ini berhasil...."
Mawar menghembuskan nafas panjang. Ia menarik ganggang pintu dan menutupnya dengan rapat.
"Oh iya Islam!" panggil Mawar yang kembali membuka pintu menatap suasana kamar Islam yang sunyi, hanya ada suara Islam yang terdengar masih bicara lewat telponnya.
"Islam!" panggil Mawar dengan nada lembutnya.
"Iya, Umi?" sahut Islam yang memunculkan kepalanya di balik pintu kamar mandi.
"Pakai baju yang di atas meja yah, Nak!" pintanya sambil menunjuk ke arah lemari belajar Islam.
"Iya," jawab Islam lalu kembali menutup pintu.
Mawar tersenyum lalu kembali menutupi pintu dengan rapat.
Di lantai bawah kini Abah Habib dan Akbar sedang duduk di kursi teras rumah sambil menatap Syuaib yang sedang memeriksa ban mobil. Yah perjalanan menuju pesantren sekaligus tempat kelahiran Akbar memakan waktu enam jam ditambah lagi sebagian jalanan menuju pesantren kurang mendukung. Jika musim hujan makan perjalanan bisa sampai 10 jam lamanya.
Abah Habib menunduk menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul delapan, ini sudah lewat dari waktu yang telah ditentukan semalam.
"Mawar!"
"Iya, Abah," jawab Mawar.
"Panggil Islam!" pintanya membuat Mawar menganggu lalu berbalik badan.
"Em Mawar!"
"Iya, Abah?" tanya Mawar yang kini menoleh.
"Sudah dikasih pakaiannya?" tanya Abah Habib.
"Sudah Abah," jawab Mawar.
Di tempat yang sama kini Akbar mengekerutkan alisnya tak mengerti.
"Pakaian apa yang Abah maksud?" tanya Akbar.
...⚜️Ruangan Kamar⚜️...
Kedua mata Islam membulat menatap baju koko berwarna putih yang kini Islam angkat tinggi ke arah wajahnya. Islam menunduk menatap peci hitam dan sarung putih yang masih berada di atas meja.
"Baju apaan nih? Gede banget," kesal Islam yang kini melempar baju koko itu ke atas kasur.
"Nah ini juga nih," ujarnya sambil menegang sarung putih.
"Emang nggak ada baju yang lain apa selain ini? Kayak nggak ada celana aja pakai sarung kayak gini," ocehnya.
Islam kembali meletakkannya di atas meja sambil mendecapkan bibirnya dan menggeleng. Apakah ia harus berpakaian seperti ini? Entah bagaimana nampak Islam jika berpakaian seperti itu.
Islam terdiam sejenak, entah apa yang ia pikirkan namun tak berselang lama ia tersenyum, yah tentu saja senyum yang terlihat aneh.
...⚜️Teras rumah ⚜️...
"Cepat panggil Islam!" pinta Abah.
"Baik, Abah," jawab Mawar lalu kembali berbalik badan dengan niatnya yang ingin memanggil Islam namun tiba-tiba langkah itu terhenti dengan cepat mendapati seseorang yang melangkah ke arah pintu dimana Mawar masih berdiri di sana dengan kedua mata yang terbelalak kaget serta bibirnya yang terbuka sempurna.
"Astagfirullah, Islam!" kaget Mawar yang kini melangkah mundur membuat Abah Habib dan Akbar ikut terbelakak dan segera bangkit dari kursinya.
Sepatu hitam dengan aksesoris mirip duri, celana lepais hitam dengan robekan besar di bagian lutut, rantau besi di pinggang, jaket hitam gambar motor dengan tengkorak, ciri khas geng motor mogeran. Di bagian tangan Islam terdapat besi putih, anting tindik berwarna hitam di bagian telinga serta kalung yang bertuliskan rocker, Ini yang mereka lihat hingga terkejut bukan main.
"Gimana penampilan gue? Bagus nggak?" tanya Islam sambil merentangkan kedua tangannya ke sisi kiri dan kanan seakan ingin memperlihatkan penampilannya lebih jelas kepada Mawar, Abah Habib dan Akbar.
"Astagfirullah, apa ini Islam?" tanya Abah Habib yang kemudian menggeleng tak menyangka.
"Apa sih?" tanya Islam.
"Kenapa berpakaian seperti ini, Nak?" tanya Abah Habib sambil menyentuh kepalanya yang terasa sakit, lebih tepatnya pusing melihat Islam.
"Duduk dulu, Abah!" ujar Akbar sambil membantu Abah Habib duduk di kursi.
"Islam, Umi kan sudah siapkan pakaian untuk Islam, kenapa tidak dipakai?" tanya Mawar dengan nada lembutnya.
"Islam nggak suka, Umi."
"Tapi itu pemberian Abah untuk kamu."
"Islam kan udah bilang, Islam nggak suka. Emang harus gitu pakai baju itu? Kalau mau suruh aja dia yang pakai sendiri, gitu aja kok ribet sih," ocehnya.
"Islam!!!" bentak Akbar membuat Mawar dan Islam menoleh, begitu juga dengan Syuaib yang terkejut setelah dari tadi sibuk memeriksa ban mobil.
"Kalau orang tua bilang sesuatu maka dengar dan patuhi!!! Sekarang masuk dan ganti pakaian kamu!!!" teriaknya sambil menunjuk.
"Akbar!" tegur Abah Habib yang kemudian bangkit dari kursi.
"Tidak usah diperpanjang!"
"Tapi Abah-"
"Tidak usah!"
Akbar menghembuskan nafasnya dengan kasar lalu segera duduk di kursi untuk merendahkan amarahnya.
"Ayo kita berangkat sekarang! Perjalanan kita sangat panjang," ajak Abah Habib.
"Tunggu!" ujar Islam yang kini meraih ponselnya.
"Ada apa lagi?" tanya Akbar yang kini sudah membuka pintu mobil.
"Gue tunggu sahabat gue dulu.".
"Sahabat?" tanya mereka dengan kompak dan saling bertatapan tidak mengerti.
"Nah itu dia tuh," ujar Islam lalu menunjuk ke arah Syuaib.
"Hey Bro!!!" suara teriakan terdengar dari belakang Syuaib membuat semuanya menoleh dan terbelakak menatap Kristian, Ali dan Abirama yang kini tersenyum sambil menggendong tasnya masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Anak_umak
lah kalo sih Ali ngikut islam mah kaga napa napa , kan dia juga agama Islam , tapi tuh kristian sama sih yang hindu itu , mereka kan non muslim
2022-05-05
1
Siska Ika
Nah loh pada kaget liat penampilan si Islam hahaha
2022-04-15
1