Islam Belajar Puasa
Hay semua 😁
Kali ini Author membawa cerita baru yang akan menghibur hari-hari bulan suci Ramadhan kali ini.
Cerita ini spesial untuk kalian semua.
...⚜️Selamat membaca⚜️...
Pria kecil berumur 7 tahun melangkah pelan-pelan seperti pencuri setelah berlari melewati beberapa rumah yang kini telah sunyi. Pria dengan tampan paras itu kini berdiri mematung menatap Uminya yang kini sedang menjahit baju. Dengan rasa lelahnya itu kini ia mendekati wanita dengan jilbab besar berwarna hitam itu, Mawar yah itu lah namanya.
"Umi," panggilnya.
Mawar menoleh dan tersenyum. Sepertinya ia terlihat bahagia menatap putra satu-satunya itu yang kini sedang menatapnya. Hari ini adalah puasa pertama bagi putranya di bulan Ramadhan kali ini.
"Ada apa?" tanyanya dengan penuh perhatian sambil mengusap rambut pria kecil itu.
"Islam lapar," ungkapnya tanpa ada rasa yang ia tutupi.
Seketika senyum itu lenyap dari bibir mawar setelah mendengar suara itu.
"Lapar?"
Islam mengangguk.
"Tapi-" Mawar menoleh menatap jam yang masih menunjukkan pukul 10 pagi.
"Umi, Islam lapar dan sepertinya Islam tidak kuat hari ini untuk puasa. Apa Islam boleh makan?"
Mawar tersenyum hangat lalu menggeleng pelan. Seketika juga Islam memasang wajah sedihnya dan percayalah ini manfaat memiliki wajah lucu seperti wajah Islam Ramadhan yang berhasil membuat hati Mawar tersentuh.
Jangan heran teman-teman! Selain wajah tampan Islam, Islam pun merupakan anak satu-satunya dan juga cucu satu-satunya dari keluarga besar ini jadi jangan heran jika semua yang diinginkan Islam akan terpenuhi dengan modal air mata, senyuman dan rayuan.
Mawar adalah menantu dari Abdul Habib yang merupakan kiai dan pendiri pesantren disebuah Desa bernama Desa Sugana yang memanglah terkenal dengan nilai keagamaannya. Abdul Habib mempunyai dua anak laki-laki yakni Abdul Al Akbar dan Abdul Al Akbir dan salah satu dari anak dari kiai Habib menikah dengan Mawar.
"Apa Islam boleh makan, Umi?"
Mawar menarik nafas panjang dan tersenyum dengan raut wajah gelisah lebih tepatnya senyum kekhwatiran yah sebenarnya suaminya, Abdul Al Akbar berpesan untuk mengajari Islam berpuasa di bulan suci kali ini dan tak mungkin membiarkan Islam makan sementara Mawar telah berjanji.
"Umi, Islam lapar. Islam sudah tidak tahan hari ini. Umi, tadi Islam melihat Kristian makan dan membeli minuman dingin di kedai. Islam juga mau, Islam juga haus."
"Tapi Islam hari ini bulan puasa, bulan ramadhan jadi Islam tidak boleh makan dan minum."
"Umi, kalau hari ini bulan puasa lalu mengapa Kristian makan dan minum?"
Mawar tersenyum dan menyentuh lembut pipi chubby Islam. Bagaimana bisa ia menjelaskan kepada putranya jika anak bermana Kristian yang tinggal di dekat rumah adalah anak beragama Kristen.
"Islam, nanti Islam juga mengerti."
"Tapi Islam lapar."
Mawar terdiam, ia tak lagi mengelus pipi putranya setelah menatap air mata yang mengalir dari mata indah Islam.
15 menit kemudian
Mawar meletakkan sepiring nasi dengan lauk ayam goreng dan sayur kangkung tumis kecap di atas meja membuat Islam tersenyum.
"Terimakasih, Umi."
"Makan cepat! Nanti Abi marah jika melihat kamu makan seperti ini!" bisik Mawar sambil sesekali menoleh ke arah pintu. Jujur saja ia sangat takut jika suaminya pulang dan melihat Islam makan.
Islam mengangguk lalu segera melahap makanan itu dan hal ini membuat Mawar tersenyum. Mawar sangat tak tega melihat putra kesayangannya itu kelaparan apalagi ketika Islam merengek meminta sesuatu.
Setelah makan Islam kini bermain di ruangan keluarga dengan sepeda kecilnya dengan semangat. Bagaimana tidak semangat ia sudah makan dua piring nasi dan satu mangkuk es buah dingin. Suara mobil terdengar dari luar dan memasuk pekarangan rumah membuat Mawar terkejut bukan main. Mawar bangkit dari kursi lalu berlari untuk melihat siapa yang datang.
"Abi," bisik Mawar dengan panik setelah melihat mobil hitam yang kini berada di garasi.
Yah kini sudah jam 4 sore yang berarti Akbar telah pulang dari tempat kuliah. Akbar memanglah berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas keagamaan.
"Islam!" panggil Mawar lalu berlari menghampiri Islam yang kini terlihat menghentikan gayungan di sepedanya.
"Islam, jangan beritahu Abi kalau Islam tadi makan!" ujar Mawar sambil mengusap bibir mungil Islam. Mawar tak mau jika ada sisa makan di mulut Islam yang akan dilihat oleh Akbar.
"Iya, Umi," jawab Islam.
Mawar tersenyum menyambut kedatangan Akbar. Menjawab salam, meraih tas hitam yang berada di genggaman Akbar dan mengecup punggung tangan Akbar dengan mesra.
"Dimana Islam?" tanya Akbar yang kini melangkah masuk ke dalam rumah.
"Di...di...dia."
"Bagaimana puasa pertamanya? Apakah baik?"
Mawar terdiam, berbohong bukanlah keahliannya.
"Islam...."
"Ada apa?"
"Baik, hanya sedikit lemas," jawabnya sambil tertunduk.
Akbar tertawa, rasanya ia sudah tak sabar melihat putra jagoannya itu. Bagaimana dia sekarang?
"Tidak apa, ini sudah biasa bagi Islam yang baru pertama belajar puasa nanti dia juga terbiasa. Puasa itu menahan lapar dan dahaga sudah sebaiknya kita mengajarkan kepada Islam sejak dini."
Mawar hanya mengangguk seperti burung beo di atas pohon. Oh Tuhan kali ini ia berbohong pada suaminya.
"Abi!!!" teriak Islam yang kini berlari menghampiri Akbar yang disambut dengan pelukan dan gendongan dari Akbar yang tersenyum bahagia.
"Wah putra ku, terlihat sangat baik-baik saja," ujar Akbar membuat Mawar gemetar bukan main.
Bagaimana bisa ia tak gemetar melihat Akbar yang menggendong Islam. Islam sudah makan banyak dan ia takut jika Akbar mencium bau makanan dari mulut Islam. Islam adalah anak kecil yang jujur, ia takut jika Islam memberitahu Abinya jika ia sudah makan atas izin darinya. Jika sampai itu terjadi maka sudah jelas jika Akbar akan marah besar kepadanya.
Akbar menatap putranya itu dengan serius dan kemudian ia tersenyum.
"Bagaimana puasa hari ini? Apa Islam lapar?"
"Tidak, Islam tidak lapar" jawab Islam membuat Mawar terkejut bukan main dan dengan cepat meraih Islam dari gendongan Akbar.
"Islam, Abi sangat lelah setelah bekerja jadi kemari dan bantu Umi memasak," ujar Mawar dan menurungkan Islam membuat Islam kini berlari menuju dapur.
Mawar menghembuskan nafas sesaknya ketika ia melangkah menuju dapur membelakangi Akbar yang kini masih tersenyum.
"Mawar," panggil Akbar membuat langkah Mawar terhenti dengan tiba-tiba dengan kedua mata yang melotot karena terkujut. Apa suaminya curiga dan telah sadar jika Islam telah makan dan tak puasa hari ini.
"Iya," jawab Mawar lalu menoleh dengan wajah gugup.
"Kamu bilang Islam sedikit lemas puasa hari ini tapi Islam terlihat baik-baik saja."
Mawar tersenyum gugup, rasanya ia ingin menyumbat mulut suaminya agar berhenti bicara.
"Aku tahu, Islam anak yang kuat sehingga ia bisa sekuat itu menahan lapar dan berlari seperti anak yang sudah makan dua piring saja," Akbar tertawa membuat Mawar ikut tertawa.
Oh Tuhan, bukan seperti tapi memanglah ini kenyataan Islam sudah makan nasi dua piring tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lutfiah Zakiyah
baru mulai baca
2023-06-23
0
Takdir jusma Takdir jusma
bagaimana lah
akub
l
lll
ll
2022-06-15
1
Gembelnya NT
Bagus, tulisannya rapi
2022-05-20
1