...⚜️Basecamp⚜️...
Suara petikan gitar terdengar disebuah tempat dengan dinding yang bertuliskan Mogeren. Yap ini adalah basecamp geng motori milik Islam beserta ketiga sahabatnya. Tempat inilah yang dijadikan rumah kedua bagi keempat pria ini. Tempat inilah yang menjadi saksi persahabatan mereka yang begitu indah.
"Jadi gimana?" tanya Ali yang kemudian berhasil membuat petikan gitar yang dimainkan oleh Islam terhenti.
"Apanya yang gimana?"
"Hubungan lo sama Katrin?"
Islam tersenyum dengan sudut bibirnya yang terangkat.
"Gue nggak peduli, gue juga nggak pernah serius kalau pacaran."
"Yah gimana lo mau serius kalau objeknya itu banyak," sahut Abirama yang kini menghembuskan asap rokok dari mulutnya.
"Nih yah, menurut gue nggak ada yang namanya cinta dan yang ada itu hanya nafsu," ujar Islam.
"Setuju," sahut Kristian, Abirama dan Ali dengan kompak.
"Ke rumah gue yuk!" ajak Islam yang kini bangkit dari kursi lalu melangkah menuju motornya.
"Ide bagus tuh," jawab Kristian yang kini menunjuk Islam dan ikut bangkit.
"Sambil minum yuk, gue punya uang lebih nih," ujar Ali.
"Nggak usah, nanti nyokap gue liat!" tolak Islam yang kini sedang memasang helm hitam ke kepalanya.
"Nggak bakalan kok kalau botolnya disembunyiin, iya kan?" tepuk Ali ke bahu Abirama yang kini ikut mengangguk.
"Terserah," jawab Islam lalu menancapkan gas meninggalkan basecamp.
20 Menit kemudian....
Empat motor hitam berukuran besar itu nampak memasuki area pekarangan rumah diiringi suara keras kanlpot motor. Islam menghentikan dan mematikan mesin motornya sebelum ia turun dari jok motornya.
"Islam, di rumah lo ada tamu yah?" tanya Kristian sambil menatap Islam yang sedang membuka helm dari kepalanya.
"Hah?" heran Islam tak mengerti.
"Itu!" Tunjuk Kristian membuat Islam berbalik menatap sebuah mobil hitam terparkir di garasi.
"Lo udah beli mobil? Sejak kapan?" tanya Abirama.
Islam terdiam heran. Siapa pemilik mobil yang sedang terparkir di garasi rumahnya. Islam melangkah mendekati mobil hitam itu dan menatapnya dengan serius. Islam tak pernah melihat mobil ini sebelumnya. Apakah mobil ini milik kerabat jauh dari Umi atau Abi nya?
"Nggak ada orang di dalam," ujar Kristian setelah mengintip di jendela mobil.
"Heh! Mau mencuri kalian?!!" bentak seorang pria sambil menyentuh bahu Islam yang membuat Islam menoleh.
Dahi Islam mengernyit heran menatap pria berpeci putih, berjanggut dan berpakaian kondura berwarna putih sebatas pergelangan tumit kaki yang kini sedang berdiri di depan Islam.
Pria dengan dua titik berwarna hitam di dahinya itu kini menatap dari ujung kaki sampai ujung rambut Islam. Wajah tampan dengan telinganya yang beranting hitam, jaket hitam dan celana yang robek di bagian lutut yang membuat kulit paha putih Islam terlihat.
Pria berpeci putih itu kemudian menoleh menatap Kristian yang penampilan tak beda jauh dari Islam. Pria itu melebarkan kedua matanya menatap kalung salib yang ada di leher Kristian.
Yang lebih membuat pria berpeci putih itu terbelalak adalah tato naga yang ada di lengan tangan Ali. Bagi pria itu mereka semua sudah jelas adalah preman.
"Mau mencuri yah antum?" Tunjuk pria berpeci itu.
Islam menoleh ke kiri dan kanannya menatap ketiga sahabatnya yang kini saling menatap dengan tatapan saling bertanya.
"Siapa yang pencuri?" tanya Islam.
"Antum semua," jawabnya.
"Antum saha?" tanya Kristian.
"Maksudnya kamu semua," jawab pria itu.
"Heh!!! Jaga mulut lo!!!" teriak Ali yang kini melangkah maju dengan dua botol minuman alkohol yang telah ia beli sebelum ia menuju rumah.
"Astagfirullah," ujar pria itu ketika menatap apa yang sedang di pegang oleh Ali.
"Antum ini preman yah? Mau mencuri mobil ini?" Tunjuk pria itu.
"Enak aja lo kalau ngomong. Heh! Kalau ngomong tuh dipikir dulu!" geretak Islam membuat pria itu tersentak kaget.
"Sudah jadi preman terus suka ngebentak lagi, istigfar antum semua! Tobat biar nggak masuk neraka," jelasnya.
"Wah kurang ajar nih si tua bangka," sahut Ali yang kini sudah makin emosi. Jika saja Kristian tidak memegang pergelangan tangannya mungkin Ali sudah memukul pria berpeci itu.
Islam melangkah maju mendekati pria berpeci itu dengan tatapan tajamnya membuat pria itu mendongak sambil menelan salivanya.
"Gue nggak kenal lo siapa dan lo datang tanpa ada janji sama yang punya rumah. Bawa mobil lo dan pergi dari sini!" ujar Islam dengan suara beratnya membuat pria berpeci itu gemetar.
Islam kini terdiam kini ia mengingat Uminya, entah bagaimana keadaan Uminya. Apakah Uminya baik-baik saja di dalam sana. Islam lihat betul pria asing dengan penampilan aneh itu keluar dari rumah.
"Umi," bisik Islam yang dengan cepat melangkah melewati pria berpeci itu.
"Heh!!! Mau kemana antum!" Tahan pria berpeci itu sambil menyentuh bahu Islam membuat langkah Islam tertahan.
...⚜️Ruangan Tamu⚜️...
"Islam sekarang sudah besar, dia menjadi anak yang baik dan sholeh. Mawar yakin Abi dan Abah akan mengenalinya hanya dengan melihatnya tanpa Islam memperkenalkan dirinya lebih dulu," jelas Mawar dengan nada lembut.
Habib mengangguk, pria dengan tubuh kurus, rambut putih beruban yang tertutup sorban, janggut putih dan panjang itu mengangguk sambil tersenyum setelah mendengarkan penjelasan menantunya. Habib tak sabar ingin segera bertemu dengan cucu satu-satunya itu yang terakhir kali ia lihat saat Habis berusia 14 tahun.
"Apa yang Akbar bilang pada Abah benar kan kalau Mawar bisa mendidik Islam menjadi anak yang sholeh," ujar Akbar lalu melirik Mawar yang kini tersenyum malu.
"Alhamdulillah, Abah sangat bahagia mendengarnya. Sebenarnya Abah ingin mengajak Islam ke pesantren di bulan ramadhan nanti."
"Ke pesantren?" tanya Mawar.
"Mawar!"
Mawar menoleh menatap Akbar yang kini menatapnya dengan lembut.
"Abah ingin menghabiskan waktu sebulan suci itu bersama dengan cucu satu-satunya, Islam," jelas Akbar.
"Benar, benar yang dikatakan oleh Akbar. Abah ingin bersama dengan cucu Abah," jawab Habib.
Mawar mengangguk tanda setuju.
"Oh iya ngomong-ngomong Islam dimana?" tanya Habib dengan raut wajah gembira dan tak sabarnya.
Mawar menoleh menatap jam yang menunjukkan pukul tiga sore.
"Islam masih di kampus dan mungkin-"
"Pak Kiai!!!" teriak pria berpeci itu yang kini berlari masuk ke dalam rumah dan menutup pintu utama dengan cepat seakan takut jika Islam dan ketiga sahabatnya itu masuk ke dalam rumah.
Suara teriakan dan hempasan pintu yang cukup keras membuat Mawar, Akbar dan Abah Habib menoleh. Habib bangkit dari kursi dengan wajah kaget menatap wajah Syuaib yang terluka di bagian bibir hingga terlihat berdarah.
Syuaib berlari sambil berteriak-teriak memanggil Abah Habib dan memeluknya dengan erat.
"Ada apa?" tanya Habib khawatir.
Syuaib mendongak menatap Habib membuat wajah babak belur itu terlihat jelas.
"Apa yang terjadi kepada mu, Syuaib?" tanya Akbar yang kini berlari menghampiri Syuaib yang gemetar.
"Ada preman!" Tunjuk Syuaib ke arah pintu yang tertutup itu.
"Preman?" tanya Abah Habib dengan heran.
Bruak
Pintu yang tertutup itu seketika terbuka dengan suara hempasan pintu yang menggema di dalam ruangan rumah membuat mereka terkujut bukan main. Syuaib berlari, memeluk dan bersembunyi di balik tubuh Abah Habib.
"Premannya datang!!!" teriak Syuaib ketakutan.
"Umi!!!" teriak Islam saat pintu itu terbuka lebar.
Abah Habib, Akbar dan Mawar menoleh menatap empat pria yang berdiri di pintu masuk dengan penampilannya yang seperti preman pasar yang siap untuk memalak pedagang pasar.
"Siapa mereka?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments