"Abah mau bicara, setelah bicara antum boleh pergi," ujarnya.
...⚜️Ruangan Keluarga ⚜️...
"Pesantren?" kaget Islam dengan wajah bingungnya.
"Iya, Nak. Di sana antum akan dididik ilmu agama," jawab Abah Habib sambil mengelus punggung Islam.
"Ah nggak! Nggak! Gue nggak mau masuk pesantren."
"Kenapa tidak mau?"
"Yah gue nggak mau, lagian gue juga kuliah dan nggak bisa ditinggalin gitu aja. Lagian kenapa gue harus dimasukin ke dalam pesantren sih?"
"Islam, Abah tau kalau kampus kamu tidak melaksanakan perkuliahan di bulan ramadhan jadi kamu bisa ke pesantren dan menetap di sana."
"Tapi-"
"Lagian Abi berpikir agar kamu berhenti kuliah dan tinggal di pesantren untuk memperdalam agama," ujar Akbar.
"Berhenti kuliah? Yang bener aja dong! Umi," panggil Islam sembari menatap Uminya yang kini hanya mampu mengangguk seakan menyuruh Islam untuk mematuhi apa yang dikatakan oleh Akbar dan Abah Habib.
"Tapi nggak bisa gitu dong, Umi."
"Nggak apa-apa, Nak," bisik Umi sambil mengelus rambut Islam.
Islam menghela nafas panjang, sebenarnya ia juga tak ada niat untuk kuliah tapi ia juga tak ingin masuk pesantren.
"Bagaimana?" tanya Abah Habib.
"Berapa lama gue tinggal di sana?"
"Selamanya," jawab Abah Habib membuat kedua mata Islam terbelalak kaget.
"Apa?!! Yang benar aja dong lo!" ujarnya dengan nada nyolot.
"Islam!" tegur Mawar.
"Yah masa Islam tinggal selamanya di pesantren?"
Islam mendecapkan bibirnya dengan kesal sementara di satu sisi Syuaib terlihat tersenyum kecut rasanya ia tak ingin pria preman yang telah memukulnya itu ikut ke pesantren.
"Setuju?" tanya Abah Habib.
"Tapi Umi ikut kan?" tanya Islam membuat Mawar tersenyum lalu menggeleng.
"Loh kenapa?"
Mawar tersenyum dengan rasa berat ia mengangkat jari-jari tangannya dan mengelus rambut Islam.
"Islam di pesantren untuk belajar agama, karena Umi sudah gagal mendidik Islam agama," jawabnya dengan nada lemah lembut.
"Tapi bukan berarti Islam tinggal selamanya kan? Islam bisa kan belajar satu atau dua hari tentang agama di pesantren? Nggak perlu selamanya," jelas Islam.
"Islam, Islam harus tetap ke pesantren," ujar Mawar.
Islam mengusap kasar wajahnya dengan rasa kesal, kesal dengan semua ini.
"Islam!" panggil Abah Habib membuat lslam menoleh.
"Sekarang Islam bisa saja tidak ikut ke pesantren-"
"Yang bener?" tanya Islam kegirangan.
Abah Habib mengangguk membuat Islam tersenyum gembira.
"Abah, apa maksud Abah?" tanya Akbar tak mengerti.
"Antum tidak akan Abah bawah ke pesantren dengan beberapa pertanyaan jika antum bisa menjawab pertanyaan dengan benar maka antum tidak perlu ikut," jelasnya.
"Apa? Gue bakalan jawab," jawabnya gembira.
Abah Habib tertawa dan mengangguk.
"Sebutkan rukun iman!"
"Hah?"
"Rukun iman!" jawab Syuaib.
"Diam lo!!!" bentak Islam lalu bangkit berniat untuk memukul Syuaib namun Mawar segera menarik Islam dan kembali duduk di kursi.
"Tau?" tanya Abah Habib.
"Nggak," jawabnya.
"Kalau begitu antum gagal."
"Gagal gimana? Orang lo kasi pertanyaannya yang susah, gue nggak ngerti. Yang lain!"
Abah Habib mengangguk sambil tersenyum.
"Rukun Islam?"
"Saya?" tanya Islam.
"Islam agama, bukan Islam antum," tegur Syuaib.
"Berisik banget sih lo," kesal Islam sambil menatap Syuaib.
Islam menghela nafas lalu mendecapkan bibirnya, lagi dan lagi ia tak tau apa jawaban dari pertanyaan Abah Habib.
"Kalau begitu ini pertanyaan terakhir untuk antum, kalau antum bisa jawab maka antum tidak usah masuk pesantren."
"Apa?" tanya Islam tak sabaran dengan senyumnya.
"Islam hari ini puasa?"
Senyum Islam lenyap dari bibirnya setelah mendengar pertanyaan dari Abah Habib. Apa yang harus ia katakan sekarang.
"Puasa atau tidak?" tanya Abah Habib.
"Islam!"
Islam menoleh menatap Mawar yang menatapnya begitu tulus.
"Ayo jawab! Islam kan puasa, tadi Islam ikut sahur sama Umi," ujarnya.
"Kalau antum jawab jujur maka antum dapat hadiah," ujar Abah Habib.
"Hadiah apa?"
"Jawab dulu! Antum puasa atau tidak?"
Islam menghela nafas, ia harus berkata jujur lagipula Abah Habib akan memberinya hadiah jika menjawabnya dengan jujur.
"Islam nggak puasa," jawab Islam.
"Astagfirullah," kaget Mawar.
"Islam, tapi tadi Islam sahur bareng Umi."
"Islam tau, setelah sampai di kampus Islam minum air dingin."
"Kok minum?"
"Islam nggak tahan soalnya Islam nggak pernah puasa, Umi."
Keempatnya langsung terkejut setelah mendengar jawaban Islam yang tak pernah mereka duga.
"Islam nggak pernah puasa?" tanya Mawar tak menyangka.
"Iya," jawab Islam.
"Jadi selama ini antum tidak mengajari Islam berpuasa?" tanya Akbar membuat Mawar menggeleng cepat.
"Bukan seperti itu, Abi," ujar Mawar cepat.
"Ini bukan salah Umi, tapi ini salah Islam. Islam selalu ikut sahur tapi Islam nggak pernah puasa," jelas Islam membuat semuanya geleng-geleng kepala.
Tiba-tiba di suasana yang hening itu Islam tertawa membuat semuanya menoleh.
"Gue udah jujur kan. Nah sekarang mana hadiahnya?" tanya Islam.
"Antum mau hadiahnya?"
"Iya dong," jawab Islam.
"Hadiahnya adalah Islam harus masuk pesantren untuk selama-lamanya," ujar Abah Habib.
"Loh, nggak bisa kayak gitu dong. Gue kan udah jujur."
"Iya, tapi kejujuran antum membuat Abah kecewa dan hadiahnya adalah masuk pesantren."
Islam yang mendengarnya dengan keras memukul meja membuat semua orang tersentak kaget.
"Ini bukan hadiah tapi hukuman buat gue dan gue nggak mau!!!" teriak Islam.
"Islam!!! Jaga sifat kamu!!!" teriak Akbar yang ikut bangkit dari duduknya.
"Heh!!!" teriak Islam yang ingin kembali berteriak namun Mawar segera merangkul bahunya.
"Islam! Jangan berteriak, Nak!" bisik Mawar.
"Tapi, Umi Islam nggak mau masuk pesantren dan bakalan nggak ketemu sama Umi, Islam nggak bisa," ungkapnya tulus.
"Umi tau, Nak."
"Islam, kembali duduk!" pinta Abah Habib membuat Islam mendecapkan bibirnya lalu melangkah berniat untuk pergi namun pergelangan tangannya kembali digenggam oleh Mawar begitu erat.
"Duduk yah, Nak!" bisik Mawar.
Islam terdiam sejenak lalu menghempaskan tubuhnya ke kursi sambil mengangkat kedua kakinya di atas meja.
"Islam!" tegur Mawar lalu menarik satu persatu kaki Islam agar segera turun dari atas meja.
"Antum akan tetap Abah masukkan ke dalam pesantren untuk selamanya-"
"Gue-"
"Abah belum selesai bicara" ujar Abah.
"Tuh dengerin tuh!" tambah Syuaib membuat Islam mendecapkan bibirnya.
"Antum akan tetap Abah masukkan ke dalam pesantren untuk selamanya kecuali kalau antum bisa berpuasa sebulan di bulan ramadhan, tau rukun iman, rukun Islam, sholat lima waktu, melaksanakan perintah rasul, sabar dan yang lebih penting adalah sopan santun," jelas Abah Habib.
Islam terdiam, bagaimana bisa ia melakukan semuanya dalam satu bulan.
"Bisa?"
"Harus semuanya?"
"Harus," jawabnya sambil mengangguk.
Islam menghembuskan nafas berat sambil mengacak-acak rambutnya dengan kesal.
"Kalau antum dalam satu bulan ramadhan itu tidak bisa melakukan persetujuan yang telah kita sepakati maka antum akan tetap tinggal di pesantren untuk selamanya."
Islam terdiam. Apa ia bisa? Tapi jika ia tidak bisa melakukannya dan memilih lari dari rumah lalu bagaimana dengan Mawar. Mawar pasti akan sedih.
"Bagaimana? Setuju?" tanya Abah Habib.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments