"Siapa mereka?"
Habib menatap dari ujung kaki sampai ujung kepala menatap serius ke arah pria yang berdiri paling depan diantara tiga pria yang kini berdiri di belakang Islam.
"Dia preman, Pak Kiai," jawab Syuaib membuat Islam terbelalak.
"Wah cari gara-gara lo!" Tunjuk Ali yang berniat untuk maju mendekati Syuaib namun dicegah oleh Islam.
"Mawar, apa kamu punya hutang" bisik Akbar.
Islam kini melangkah masuk ke dalam rumah membuat Syuaib semakin ketakutan dan berteriak memanggil Abah Habib agar dijauhkan dari Islam.
"Sabar Nak! Jangan dipukul lagi," ujar Abah Habib ketika Islam sisa beberapa langkah lagi darinya.
"Bukankah mencuri itu perbuatan dosa dan sangat dibenci oleh Allah SWT," jelas Abah Habib membuat Islam mengernyit heran.
Islam tak mengerti dengan apa yang dikatakan pria tua bangka ini. Islam hanya ingin menghampiri Uminya saja, hanya itu.
"Gue cuman mau ke sana-" ujar Islam yang kini melangkah namun langkahnya ditahan oleh telapak tangan Abah Habib yang kini menyentuh dada Islam.
"Sebaiknya kamu pergi saja, Nak dari sini!" pinta Abah Habib.
"Nah betul itu, terus itu bawa juga teman-teman antum pergi dari sini!" sahut Syuaib yang masih bersembunyi di balik tubuh Abah Habib.
"Pergi, Nak! Ana bisa saja menelpon polisi dan melaporkanmu atas dasar pemukulan," jelas Abah Habib lagi.
"Abah," ujar Mawar yang mulai gelisah, ia tak mau jika Islam sampai dilaporkan ke polisi.
"Tidak apa, Nak! Ini biar Abah yang urus," ujar Abah Habib berusaha menenangkan Mawar.
"Urus apaan? Ini kena dahi lo, hancur pala lo," ujar Islam sambil mengangkat tinjunya. Tapi tunggu sebentar!
"Abah?" bisik Islam yang kini terdiam heran.
Jujur saja Islam seakan tak asing dengan nama panggilan itu. Rasanya Islam pernah mendengar dan bahkan ia sendiri pernah menyebut nama itu.
"Lo ini siapa sih?" tanya Islam.
"Asgfirullah, Heh anak muda! Yang sopan kalau bicara!" tegas Akbar membuat Islam menoleh.
"Tenang, Akbar! Tidak apa-apa!"
Abah Habib melangkah mendekati Islam yang kini semakin mengerti terlebih lagi ketika nama itu disebut, sudah jelas jika pria yang baru saja telah menegurnya adalah Akbar, Abinya. Lalu pria tua di hadapannya ini berarti adalah Abah Habib, tapi apa ini mungkin?
"Saya Abah Habib, saya Abah atau kakek dari Islam, cucu saya yang tinggal di rumah ini."
Bagai disambar petir setelah Islam mendengarnya. Apa benar pria berpenampilan yang berbanding terbalik darinya itu adalah Abahnya. Islam melirik ke arah tangan Abah Habib yang terlihat terjulur meminta jabah oleh Islam.
"Antum siapa?" tanya Abah Habib.
Islam terdiam. Perlahan kedua matanya kini melirik menatap Mawar yang terlihat gelisah. Islam menoleh.
"Tunggu! Tunggu! Jadi lo Habib?" Tunjuk Islam ke arah wajah Abah Habib yang kini ekspresi wajahnya menjadi datar.
"Islam!" tegur Mawar membuat Abah Habib, Syuaib dan Akbar menoleh dengan wajah kebingungan
"Oh iya sorry sorry! Maksud gue Abah Habib, ya kan hahaha!!!" tawa Islam sementara yang lainnya terdiam tanpa ekspresi.
"Heeeey Bro, Welcome yah!" sambut Islam lalu mengangkat tinjunya dan mengarahkannya ke arah tangan Abah Habib yang masih dijulurkan.
Abah Habib terdiam dengan kedua bibirnya yang terbuka seakan tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi sekarang.
Islam mengigit bibir bawahnya ketika sejak tadi menanti tangan Abah Habib yang memberikan salam perkenalan dengan gaya kekinian yakni saling menyentuhkan permukaan tinju tangan mereka.
"Ah lama banget sih bro," ujar Islam yang kini meraih tangan keriput Abah Habib dan menekuk jari-jari tangan Abah Habib membentuk tinju.
"Eaaaa!!!" Girang Islam sambil menabrakkan tinjunya ke permukaan tinju milik Abah Habib yang kini melongo.
"Metaaaal!!!! rockeeeeerr!!!!" teriak Islam sambil mengangkat tiga jarinya ala rocker sambil mengeluarkan lidahnya.
"Astagfirullah, Astaghfirullah al adzim Ya Allah!" kaget Abah Habib saat menatap lidah Islam yang di tindik berwarna hitam.
"Welcome yah bro," ujar Islam lalu menepuk bahu Abah Habib yang lemah itu.
"Islam, jangan seperti itu!" larang Mawar yang kini menarik Islam ke arahnya membuat Abah Habib dan Akbar terbelalak kaget.
"Apa yang kamu katakan? Dia Islam?" Tunjuk Akbar ke arah Islam yang kini tersenyum sinis.
"Iya, gue Islam dan lo? Lo siapa?" tanya Islam yang kini menjulurkan tinju ke arah Akbar yang kini begitu sangat terkejut dengan kedua matanya yang terbelalak kaget.
"Mawar, siapa dia?" tanya Akbar seakan ingin lebih memastikan jika anak kebangaannya itu tak menjelma menjadi pria yang seakan tak mengerti dengan nilai agama seperti apa yang baru saja ia lihat.
Mawar tertunduk sambil meremas jari-jari tangannya yang berkeringat.
"Gue Islam dan ini Umi gue, iya kan Umi?" ujar Islam lalu memeluk tubuh Mawar yang terasa gemetar.
"Asgfirullah, apa itu benar?" tanya Akbar membuat Mawar kini mengangguk akhirnya.
Akbar menggeleng pelan seakan tak menyangka jika Islam, putranya itu telah berubah menjadi bocah dengan penampilan amburadul, tak seperti apa yang selama ini ia harapkan dan ia bayangkan.
"Jadi ini Abi?" Tunjuk Islam membuat Mawar kembali mengangguk.
"Wah, salam kenal yah bro. Lama yah nggak ke sini," ujar Islam dengan santainya lalu menepuk bahu Akbar seakan menganggap Akbar adalah temannya sendiri.
"Hey, bro!!!" teriak Islam yang kini menoleh menatap ketiga temannya yang masih setiap berdiri di pintu masuk.
"Ini Abah gue, nah kalau yang ini Abi gue," ujar Islam membuat Kristian, Abirama dan Ali berlari dan menyalami tangan Abah Habib dan Akbar seperti halnya seorang teman bukan seperti seorang anak yang menyalami orang yang lebih tua dengan mencium tangan atau memeluk.
"Gue Kristian, tinggal di dekat sini. Sahabatnya Islam."
"Oh iya, iya," jawab Abah Habib yang merapatkan tinjunya ke arah tinju tangan Kristian sambil mengangguk.
"Kalau saya Abirama, sahabatnya Islam juga."
Tak mau kalah Ali menjulurkan tinjunya yang menggenggam ujung botol minuman beralkohol membuat Abah Habib yang kini ingin merapatkan tinjunya pun tertahan dengan mata melotot.
"Eh salah! Salah!" ujar Ali lalu menyembunyikan botol minuman itu ke dalam bajunya.
"Saya Ali, sahabat Islam juga," ujar Ali sambil menjulurkan tinju tangan kirinya.
Mau tak mau Abah Habib hanya mengangguk saja dan membalas apa yang mereka semua lakukan.
"Udah tua kakek lo, kayaknya udah hampir mati," sahut Ali membuat Mawar, Akbar dan Syuaib terbelalak kaget.
"Widih, keren juga janggutnya," ujar Kristian.
"Berapa lama nabungnya ini?" tanya Abirama yabg kini ikut mengelus janggut Abah Habib.
"Astaghfirullah al adzim." Geleng Abah Habib tak menyangka dengan perilaku mereka semua.
"Sudah! Sudah!" Tahan Syuaib yang kini menyingkirkan tangan-tangan yang telah berani menyentuh janggut seorang kiai yang sangat dihormati di pesantren namun kini Abah Kiai seakan tak punya harga diri.
Akbar kini menghela nafas berat dengan wajahnya yang memerah menahan amarah sambil menatap Mawar yang kini tak berani untuk menatap wajah suaminya.
"Mawar! Ana ingin bicara sesuatu kepada antum," ujar Akbar yang kini melangkah berniat untuk melangkah meninggalkan ruangan tamu.
"Heh, mau kemana?" tanya Ali yang kini menghadang langkah Akbar yang kini terhenti.
Akbar menghela nafas.
"Saya ingin menenangkan pikiran," jawabnya.
"Nah pas! Mending kita minum bareng-bareng, iya nggak?" ajak Ali yang kini mengangkat dua botol minuman beralkohol ke depan wajah Akbar yang terbelalak kaget.
"Astaghfirullah al adzim!!!" teriak Akbar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Fitri ainin Ainin
bagaimana mawar menddidiknya
2022-04-13
0