Pesantren Al Habibi Akbar adalah pesantren yang didirikan oleh Kiai Haji Habib yang merupakan orang terhormat di pesantren ini bahkan di desa Sugana ini. Bangunan berwarna hijau berlantai tiga ini telah berdiri selama 50 tahun lamanya. Ada banyak santri dan santriwati yang dididik di sini. Ada sekitar empat ratus santri dan ada sekitar enam ratus santriwati.
Di pondok pesantren ini terdapat dua asrama yaitu satu untuk santri di bagian sisi kanan dan dan satu sebelah kiri di sebelah kiri untuk santriwati lalu bangunan kelas berada di tengah-tengah.
Pintu berwarna kuning dengan nomor 300 yang berada di lantai dua itu dibuka oleh Faizal membuat Islam, Kristian, Abirama dan Ali terdiam dengan wajah datar di depan pintu yang memperlihatkan ruangan gelap di dalam sana. Faizal menoleh menatap Islam, Kristian, Abirama dan Ali.
"Ini ruangan kamar antum," ujar Faizal.
Islam tanpa jawaban itu langsung melangkah masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu dengan keras membuat Faizal tersentak kaget. Setelah Kristian, Abirama dan Ali sudah masuk ke dalam ruangan. Sementara di luar pintu Faizal geleng-geleng kepala seakan tak menyangka jika cucu Abah Habib memiliki sifat yang tak sopan seperti ini.
"Gelap banget," ujar Abirama.
"Ini sakralnya dimana sih ?" tanya Kristian yang merambah dinding, tak berselang lama jari tangan Kristian menyentuh sakral membuat Kristian tanpa pikir panjang menyentuhnya membuat lampu menyala.
"Assalamualaikum dan selamat datang di pondok pesantren Al Habibi Akbar," sambut seorang pria yang berdiri di dekat ranjang bertingkat sambil tersenyum menperihatkan gigi putihnya.
"Aaaaa!!!" teriak semuanya terkejut dengan kedua mata terbelalak mendapati pria yang ia lihat di tengah lapangan kini sudah ada di hadapan mereka berempat.
"Siapa lo?" tanya Ali dengan tubuh gemetarnya seakan telah melihat sosok hantu.
"Iya, Lo kan yang ada di lapangan tadi?" Tunjuk Islam.
Pria berkulit sawo matang dengan peci berwarna putih miring itu terlihat mengangguk lalu melangkah mendekati keempat orang yang masih menempel di pintu.
"Assalamualaikum," ujar Abah Habib yang kemudian melangkah masuk setelah pintu dibuka oleh Faizal.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab pria berpeci miring itu lalu berlari menghampiri Abah Habib dan Ustad Faizal lalu mengecup punggung tangan keduanya.
Beberapa detik kemudian kini Islam, Kristian, Abirama dan Ali kini telah berbaris di hadapan Abah Habib, Ustad Faizal dan pria berpeci miring itu.
"Bagaimana pendapat antum mengenai pesantren ini?" tanya Abah Habib.
"Biasa aja," jawab Islam.
"Nggak ada yang spesial," jawab Ali.
Islam dan Ali melirik menatap Kristian dan Ali agar keduanya ikut memberikan pendapat buruk tentang pesantren ini.
"Apa?" bisik Kristian yang tak mengerti.
"Lo ngomong anjing!" bisik Ali sambil melotot.
"Ngomong apa sih?" bisik Abirama.
"Ehem!" tegur Abah Habib membuat Keempatnya menoleh.
"Ini adalah kamar kalian, di sini kalian berlima akan tinggal bersama," ujar Abah Habib.
"Berlima?" heran Islam lalu menoleh menatap Kristian, Abirama dan Ali.
"Kita cuman berempat pak Haji," ujar Kristian sambil mengangkat empat jari tangan kanannya.
Abah Habib mengangguk lalu menoleh menatap pria berpeci miring itu lalu merangkul bahunya.
"Perkenalkan, ini Muhamad Sarifuddin. Sarifuddin adalah salah satu santri tingkat tiga yang telah menempati ruangan kamar ini sudah lama."
"Sarifuddin!"
"Iye, pak kiyai," sahutnya.
"Hari ini untuk selamanya empat pria ini akan tinggal bersama antum di sini," ujarnya memberitau membuat Sarifuddin mengangguk sambil tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.
"Sarifuddin, perkenalkan dia Islam, ini Kristian, ini Abirama dan ini......"
"Ali," sahut Ali mengingatkan.
"Yah namanya Ali," sambung Abah Habib membuat Sarifuddin mengangguk sambil tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya lagi membuat Islam, Kristian, Abirama dan Ali terheran, pria ini sejak tadi tak berhenti tersenyum.
"Sebelum antum semua istirahat di ranjang masing-masing maka Abah akan membacakan peraturan di pesantren ini yang harus antum semua patuhi dan-"
Bruk
Suara keras terdengar ketika benda keras terhempas ke lantai membuat semua orang menoleh menatap ke arah pintu yang nampak tertutup dengan rapat.
"Afwan Abah, ini koper Akhi Islam," ujar Syuaib yang tiba-tiba membuka pintu.
Islam yang melihat hal tersebut segera melangkah dan menarik kopernya dengan kasar.
"Lo nggak tulus yah bawa koper gue, pake di hempas lagi, kalau rusak gimana?" kesalnya sambil memeriksa kopernya.
"Afwan," jawab Syuaib dengan wajah malasnya.
"Ini nggak ada barang yang lo curi kan?"
"Astagfirullah," kaget Syuaib.
"Islam!" tegur Abah Habib membuat Islam menoleh.
"Kembali ke tempat!" pintahnya lalu melangkah ke arah barisannya.
Abah Habib menghembuskan nafas berat setelah Syuaib menutup pintu lalu melangkah pergi. Ustad Faizal menjulurkan sebuah kertas disambut oleh tangan keriput Abah Habib dan membuka gulungan kertas itu. Kertas itu adalah kertas berisi peraturan pesantren ini.
"Ini adalah peraturan yang harus antum patuhi."
"Kalau nggak dipatuhi? Diusir dari pesantren?" tanya Islam.
Abah Habib tersenyum lalu menggeleng dan berujar, " Tidak semudah itu, kalau antum semua ada yang melanggar maka akan mendapatkan hukuman."
"Pertama Setiap santri-"
"Aaaah." Islam menguap membuat Abah Habib yang ingin membacakan peraturan itu terhenti.
Islam mendengus lalu melirik Abah Habib yang sedang menatapnya.
"Apa? Udah baca aja!"
Abah Habib menggeleng pelan, tak berselang lama kertas itu di raih oleh Ustad Faizal atas Izin Abah Habib.
"Peraturan santri Al Habibi Akbar, yang pertama semua santri harus sholat lima waktu dengan datang di masjid satu jam sebelum sholat dilaksanakan."
"Kedua, setiap santri harus mengikuti kelas sesuai jadwal mata pelajaran."
"Tunggu! Tunggu!" potong Islam.
"Ini maksud dari peraturan kedua apa? Jangan bilang kalau gue sama sahabat gue bakalan masuk kelas!"
"Yah."
"Hah?" kaget keempatnya.
"Antum semua akan masuk kelas tiga bersama dengan Sarifuddin dan belajar bersama dengan santri yang lain," jelas Abah Habib membuat Islam, Kristian, Abirama dan Ali menoleh menatap Sarifuddin yang masih tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.
"Loh, nggak bisa gitu dong, kan umur gue sama sahabat gue udah 22 tahun, masa mau masuk kelas tiga lagi," jelasnya tak menyangka.
"Peraturan tetap peraturan dan itu semua tidak bisa diganggu gugat!"
Islam mendecapkan bibirnya dengan kesal seakan tak terima dengan peraturan ini.
"Kamu mau masuk kelas tiga?" bisik Abirama.
"Bukan cumam Islam tapi kita semua," jelas Ali memberi tau.
"Peraturan yang ketiga, Santri tidak diperbolehkan merokok, berjudi dan minum-minuman keras ataupun sejenisnya."
Kedua mata Ali melotot, peratutan yang dilarang itu adalah kebutuhannya sehari-hari.
"Masa gini sih peraturannya?" bisik Ali.
"Peraturan keempat, Santri tidak diperbolehkan pacaran, mendekati santriwati ataupun bertemu seorang wanita di luar pesantren."
"Emang kenapa?" tanya Ali.
"Haram," jawab Abah Habib.
"Kayak babi aja," sahut Islam.
Mendengar hal itu Kristian dan Abirama saling bertatapan, ini makanan setiap hari baginya.
"Peraturan keenam, tidak diperbolehkan membawa ponsel, buku novel, DVD, komik dan sejenisnya."
Keempatnya melongo, peraturan macam apa ini?
Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Anak_umak
kasian sih yang nonis
2022-05-05
0