Suara gitar terdengar ketika Abirama memetiknya satu persatu dengan asal. Sementara di satu sisi lain Ali dan Kristian sibuk menuangkan minuman alkohol ke gelas putih tembus pandang.
"Ini si Islam kok nggak datang-datang sih?" tanya Kristian yang sambil meletakkan gelasnya ke atas meja.
"Iya yah, biasanya si Islam yang paling cepat datang ke basecamp," tambah Abirama.
"Coba chat si Islam, Ram!" pinta Ali lalu menghisap rokoknya dan menghembuskannya.
"Mungkin lagi main sama cewek," ujar Abirama yang kini menekan layar ponselnya.
"Nah itu dia tuh orangnya udah datang,"ujar Kristian membuat semuanya menoleh menatap Islam yang kini menghentikan motornya di depan basecamp.
"Dari mana aja lo?" tanya Abirama yang kini melangkah mendekati Islam yang melangkah turun dari motornya.
Islam tak menjawab pertanyaan dari Abirama. Islam tetap melangkah dan menghempaskan tubuhnya ke sofa begitu saja membuat Ali, Kristian dan Abirama saling bertatapan dengan tatapan heran mereka. Tidak biasanya Islam seperti ini, biasanya Islam selalu tersenyum bahagia saat datang tapi kini berbeda.
"Kamu kenapa?" tanya Kristian yang kini menghentikan kegiatan minumnya dan duduk di samping Islam.
"Si Kristian kalau ngomong nggak ada prinsipnya yah," ujar Ali.
"Maksudnya?"
"Iya, kadang ngomong gue, lo kadang juga ngomongnya aku, saya dan kamu. Kasi kejelasan dong," oceh Ali.
"Apaan sih nih bocah? Nggak penting juga. Kalau kamu mabok yah mabok aja," sahut Abirama.
Ali mendecapkan bibirnya lalu meneguk habis minuman alkoholnya dan kembali mengisinya dengan minuman.
"Lo kenapa sih?" tanya Kristian sembari menatap wajah cemberut Islam yang begitu sangat jarang terpampang di raut wajah Islam.
Islam menghembuskan nafas berat dan mengusap wajahnya dengan perasan berat. Islam terdiam sementara ketiga sahabatnya itu masih menatap heran.
"Lo kenapa sih?" tanya Ali.
"Kamu kalau punya masalah bilang aja sama kita kalau bisa kita bakalan bantu kok, iya kan?" tambah Abirama lalu menatap Kristian dan Ali.
"Nah betul," sahut Kristian.
Islam menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.
"Gue mau dimasukin ke pesantren," ujar Islam.
"Pesantren?" tanya mereka dengan kompak.
Islam kembali menghela nafas lalu mengangguk.
"Abah sama Abi gue yang mau," tambah Islam.
"Tunggu! Pesantren itu apa?" tanya Ali.
Kristian menyentuh bahu Ali membuat Ali menoleh.
"Nih yah, kamu denger! Pesantren itu kalau ndak salah tempat orang tinggal sambil sekolah," jelasnya.
"Lo mau sekolah lagi?" tanya Ali membuat ketiga sahabatnya itu menoleh menatap Islam dengan serius.
Islam menghela nafas sambil menatap langit-langit ruangan basecamp.
"Lo mau pergi?" tanya Ali.
"Nggak, maksud gue....gue bimbang," ujarnya perlahan.
"Maksudnya?" tanya Kristian.
"Yah gue bingung. Gue nggak mau masuk pesantren tapi kalau gue beneran nggak masuk Abah gue tetap masukin gue ke pesantren dan bakalan tinggal selamanya di sana."
"Kalau dalam sebulan gue nggak bisa paham rukun Islam, rukun iman, sabar, paham agama, menjalankan perintah rasul dan sopan santun yah gue bakalan tinggal untuk selamanya di sana," jelas Islam.
"Gue nggak bisa ketemu sama Umi gue. Lo semua kan tau gue nggak bisa kalau Umi gue nggak ada di samping gue," tambahnya.
"Tunggu! Abah itu maksudnya orang yang tua bangka tadi?" tanya Ali.
"Iya, dia Abah gue. Bisa dibilang kakek, ayahnya Abi gue," jelas Islam.
"Tapi jujur atuh sebenarnya saya yah heran sebenarnya," ujar Kristian.
"Heran apaan lo?" tanya Ali.
"Yah saya heran aja gitu, Ndak nyangka saya kalau Islam ternyata punya keluarga yang model seperi itu. Dari penampilan saja sudah beda apalagi sikapnya, waduh jauh pisang atuh," jelasnya.
"Setuju sih gue," sahut Ali yang kini meletakkan gelasnya ke atas meja lalu bangkit dengan langkah sempoyongan menghampiri Islam.
"Nih lo liat si Islam!" pinta Ali sambil menyentuh kedua pipi Islam yang hanya terdiam dengan wajah herannya ketika Ali mengarahkan wajahnya ke arah Kristian dan Abirama.
"Ini tampan malaikat mimpi akhwat tapi hati setan kayak bangsat," ujarnya sambil menunjuk dada Islam.
"Ah apaan sih lo?" kesal Islam yang dengan cepat menghempas tangan Ali agar menjauh dari dadanya.
"Nah itu yang pertama, yang kedua lo liat celana Islam!" Tunjuknya membuat Kristian dan Abirama menoleh menatap celana sobek Islam.
"Kenapa celana gue? Celana gue baik-baik aja," bela Islam.
"Ini yang lo bilang baik? paha dan lutut lo keliatan, anjing!"
"Nah terus lo apa bego, betis, lutut sampe paha lo juga keliatan," balas Islam yang tak mau kalah.
"Tapi lo liat apa yang Abah lu pake! Dia pake baju panjang, gue aja nggak bisa liat tumit kakinya," jelasnya.
"Terus lo liat rambutnya Islam! Beda jauh sama Abahnya."
"Emang rambut gue kenapa bego?"
"Rambut lo gondrong, tindik di lidah, rantai besi di pinggang, kalung besi di leher, ini nggak sama seperti Abahnya tuh yang Sholeh banget. Anak siapa sih lo?" tanya Ali yang kini menepuk bahu Islam.
"Ah diam lo, gue masih mending nah lo yang lebih parah."
"Parah apaan?"
"Yah iyalah, Lo tuh! Mending urus aja tato cewek tel*njang lo," ujar Islam lalu memukul lengan Ali.
Ali mengekerutkan alisnya lalu mengangkat lengan bajunya hingga gambar perempuan yang sedang tel*njang itu terlihat.
Kini suasana menjadi sunyi, tak ada lagi diantara mereka yang bicara lagi.
"Islam!" panggil Kristian membuat Islam menoleh.
"Jadi maksud kamu, kamu mau masuk pesantren?" tanya Kristian.
Islam terdiam, ia tak tahu harus menjawab apa.
"Kamu mau ninggalin kita semua?" tanya Abirama.
"Islam, pokoknya lo harus pikir dulu! Lo nggak bisa pergi dan ninggalin geng motor kita, kalau lo pergi, siapa yang mau pimping geng motor kita?" jelas Ali.
"Gue nggak tau," jawab Islam.
Ali mendecapkan bibirnya lalu bangkit dari kursi dan meraih gelas berisi minuman alkohol dan meneguknya sambil berdiri.
"Islam, kalau kamu pergi gimana sama nasib kita atuh," ujar Kristian dengan logat sundanya.
"Nasib lo yah bakalan baik-baik aja, Yang nasibnya nggak baik-baik aja itu gue!" Tunjuk Islam ke arah hidungnya.
"Emang kapan Abah kamu mau bawa kamu pergi?" tanya Abirama.
"Besok," jawab Islam.
"Apa?!!" kaget Kristian, Ali dan Abirama dengan kompak.
"Yang bener aja dong lo?" tanya Ali.
"Kok buru-buru banget?" sahut Abirama.
"Jadi kamu mau beneran pergi?"
Islam kembali menghela nafas dan mengusap kepalanya dengan perasaan kesal. Islam bingung harus mengambil keputusan apa kali ini.
Di satu sisi kini semua para sahabatnya itu, Abirama, Ali dan Kristian kini terdiam dan nampak saling bertatapan membuat suasana basecamp menjadi sunyi.
"Gue punya ide," ujar Ali setelah menghembuskan asap rokok dari mulutnya.
"Apa?" tanya Islam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
lucas
pisan
2022-05-15
0