Menjelang sore, Arya menjemput istrinya di kantornya. Ia membuka pintu untuk Rania membuat wanita itu tersenyum.
"Bagaimana pekerjaan hari ini?" tanya Rania.
"Berjalan lancar," jawab Arya sambil menyetir menuju rumahnya.
"Apa tidak ada masalah di toko roti tadi?"
"Masalah sedikit."
"Masalah apa?"
"Hanya komplain dari pelanggan saja," jawabnya.
"Apa dia seorang wanita?"
Arya menoleh ke arah istrinya lalu kembali fokus menyetir. "Kenapa tebakanmu benar?"
"Aku hanya asal saja, wanita itu protes hal apa?"
"Dia hanya ingin mengobrol dengan suamimu yang tampan ini," jawab Arya asal.
"Sok tampan!" Rania menyebikkan bibirnya.
"Suamimu ini memang tampan," ucapnya percaya diri.
"Ya, kau memang tampan!" Rania akhirnya mengakui jika suaminya itu tampan.
"Apa kau tidak ingin ke supermarket?"
"Untuk apa ke sana?"
"Mana tahu kau ingin memasak lagi sore ini untuk suamimu ini," jawab Arya.
"Kau ingin aku memasak apa?" tanya Rania.
"Terserah kau saja, tapi aku tidak mau ada yang berbau telur," jawab Arya.
"Baiklah, temani aku belanja," ucap Rania.
Setibanya di parkiran supermarket, Rania menengadahkan tangan kanannya di dekat wajah suaminya. Arya mengernyitkan keningnya.
"Aku mau belanja, jadi minta uang!" pinta Rania.
"Suamimu ini belum gajian dari istrinya. Bagaimana aku bisa memberikan uang belanja?"
"Masa kau tidak punya uang pribadi, sih?" protes Rania.
"Iya, aku punya."
"Sudah sini cepat!" perintah Rania.
Arya memberikan tiga lembar uang berwarna merah kepada istrinya dan di sambut dengan senyuman.
Kini keduanya berjalan menyusuri lorong super market dan Arya yang membawa keranjang belanjaan. Nadia yang juga berbelanja di supermarket yang sama, menghampiri keduanya.
"Apa sekarang ini pekerjaanmu, Arya? Menenteng belanjaan istri sekaligus bos," sindir Nadia.
"Iya, aku senang melakukannya. Apa lagi untuk istriku tercinta," Arya menggenggam tangan istrinya.
"Oh, begitu. Apa ini taktik yang kau pakai untuk merebut kursi Presdir HK Grup?" Nadia tersenyum miring.
"Mungkin," jawab Arya singkat.
"Sayang, aku sudah selesai belanjanya. Ayo, kita pulang. Di sini AC-nya mati," celetuk Rania menarik tangan suaminya.
"Ya, sudah. Ayo, sayang!" Arya terus menggenggam tangan istrinya sampai ke kasir.
Menuju ke parkiran mobil, tangan kanannya tetap memegang tangan istrinya dan kirinya menenteng belanjaan.
Nadia yang melihat dari kejauhan berdecak kesal. Ia tak pernah menyangka jika Arya bisa semanis dan sehangat itu kepada istrinya sedangkan Aryo begitu cuek kepadanya.
-
Sesampainya di rumah, Arya mengeluarkan belanjaan dari bagasi mobil dan membawanya ke dapur. Sedangkan Rania mengganti pakaiannya lalu pergi ke dapur.
Arya membersihkan diri setelah itu menghampiri mertuanya yang sedang menikmati sore hari di taman kecil yang ada di halaman rumah.
"Mana Rania?"
"Sedang memasak di dapur," jawab Arya.
"Akhir-akhir ini ia rajin ke dapur, aku senang melihat perubahannya," ucap Reno menyesap kopinya.
Arya hanya bisa tersenyum, istrinya yang wanita karir dengan begitu banyak pekerjaannya di luar rumah namun sempat memasak untuk dirinya.
"Ibunya Rania dulunya seorang model, tapi ia tetap memasak untuk suaminya. Aku yakin pasti Mischa bangga melihat Rania," tutur Reno bercerita.
"Apa Ayah begitu mencintai Ibu?" tanya Arya.
Reno meletakkan cangkir di atas meja lalu menoleh ke arah menantunya. "Aku terlambat mengetahuinya," jawabnya.
"Terlambat?"
"Aku tahu dia begitu mencintaiku ketika aku kehilangannya untuk selama-lamanya," jawab Reno berkaca-kaca.
"Ayah!" Rania memanggilnya dengan suara lirih. Ia duduk di sebelah Reno dan tersenyum.
"Maaf, Yah!" ucap Arya.
"Tidak apa," ujar Reno. "Ayah ingin mengatakan kepada kalian berdua, jika saling mencintai katakan saja. Ayah tahu pernikahan kalian terpaksa, tapi cinta 'kan bisa tumbuh seiring berjalannya waktu," lanjutnya lagi.
"Ayah tak perlu khawatir, aku memang mencintai putri anda!" Arya mengungkapkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments