...Pria sejati adalah pria yang berani bertanggung jawab atas apa yang sudah dia lakukan....
...~JBlack...
...🌴🌴🌴...
Mama Ayna menggeleng. Dia mencoba menghapus air mata yang sejak tadi mengalir tanpa henti.
"Kamu punya harga diri, Nak. Kamu masih punya," kata Mama Ayna dengan pelan.
Kepala Humai menggeleng. Dia sangat tahu bagaimana ibunya dulu mengatakan kepadanya bahwa kehormatan wanita itu seperti kaca.
Sekali rusak maka tak bisa kembali seperti semula. Jika rusak sudah seperti barang bekas. Tak mampu diulangi dan dikembalikan dengan utuh.
"Aku tak percaya. Aku mau pulang!" kata Humai mencoba menarik selimut itu agar menutupi tubuhnya.
Mama Ayna mengerti bagaimana perasaan Humai saat ini. Dia juga tak bisa memaksa apapun.
"Mandilah, Nak. Setelah itu mari kita bicara secara kekeluargaan."
...🌴🌴🌴...
Humaira berdiri di depan cermin yang ada di kamar mandi. Gadis itu menatap pantulan dirinya yang sedang polos tanpa sehelai apapun. Matanya meneliti bekas dari pria itu di tubuhnya.
Bukan hanya satu, melainkan banyak sekali di area dada, leher, dan tangannya pun juga ada. Mata Humaira memanas. Dia kembali menangis dengan kencang. Dipukulinya badannya itu dengan tangannya sendiri.
"Kamu menjijikkan, Humai. Kamu murahan!" serunya pada dirinya sendiri.
Dia segera berjalan dibawah shower. Humai menghidupkannya dan dia membiarkan air itu membasahi seluruh tubuhnya. Tangannya bergerak menggosok tangan, kakinya dan badannya yang lain.
Humai berusaha membuang bekas dari pria itu. Namun, sampai kulitnya memerah, bekas gigitan itu tak ada yang hilang.
"Maafkan aku, Ibu. Maafkan aku yang tak bisa menjaga amanahmu," kata Humaira akhirnya terjatuh di lantai kamar mandi.
Dia membiarkan air itu terus mengalir di seluruh tubuhnya. Pandangannya menerawang membayangkan jika ibunya semalam melihat kelakuannya yang buruk.
"Ibu benar. Aku adalah anak yang tak bisa dibanggakan. Aku adalah anak bodoh yang selalu saja membuat Ibu malu."
Humaira terus menangis. Bahkan dia tak peduli jika tubuhnya mulai kedinginan. Yang gadis itu inginkan hanyalah membuang jejak pria itu dari tubuhnya.
Hingga terlalu lama, Humaira tak lekas keluar. Mama Ayna lekas kembali ke kamar putranya. Saat dia hendak berjalan ke pintu kamar mandi. Matanya menatap sesuatu yang membuat bibirnya sedikit tersenyum dengan perasaan lebih lega.
Disana, diatas ranjang anaknya. Terlihat bekas darah yang Mama Ayna tahu darah apa itu. Dia menatap pintu kamar mandi dengan perasaannya yang sedikit lega.
"Ternyata dia masih perawan. Jadi aku yakin dia dijebak oleh seseorang," gumam Mama Ayna yang mulai berpikir dengan pelan.
Mama Ayna lekas mengetuk pintu kamar mandi. Terdengar suara air saja yang mengalir tapi tak ada suara yang lain.
"Humai…Humai. Belum selesai, Nak?"
Mama Ayna terlihat khawatir. Dia tak bisa menutupi kecemasan dalam dirinya. Ibu dua anak itu tentu memikirkan Humaira dengan nasibnya.
Dia yakin gadis itu tak bersalah. Dari mata dan tingkah laku seseorang, kita sudah bisa menilai sifat mereka. Entah kenapa sejak awal, Mama Ayna tak bisa memarahi Humaira langsung.
Mungkin jika yang ada di atas ranjang adalah wanita matre itu, dia yakin dirinya sudah marah besar. Namun, tidak dengan saat ini. Pertama kalinya ibu dua anak itu melihat bagaimana tatapan Humai kepadanya. Dia langsung jatuh cinta dan sayang pada gadis itu.
Saat dirinya hendak masuk. Pintu itu tak lama terbuka dan muncullah sosok Humai yang masih mengenakan pakaian yang basah. Mama Ayna tentu merasakan sakit menjadi sosok gadis di depannya ini.
"Kenapa belum ganti, Nak?"
"Aku…"
"Ayo Tante bantu mandi," kata Mama Ayna dengan yakin.
Humai lekas menggeleng. Dia sudah tak mau mandi lagi disini. Gadis itu ingin segera pergi dan meninggalkan tempat gila ini.
"Aku tak punya baju, Tante. Entah pakaianku semalam kemana."
Mama Ayna akhirnya mengambilkan baju putranya. Celana pendek dan kaos dia berikan pada gadis dengan tutur kata lembut itu. Dengan setia, Mama Ayna menunggu sampai akhirnya Humaira selesai.
"Ayo kita ke bawah!"
Humaira menunduk. Dia tak mau pria yang tidur dengannya melihat bagaimana matanya yang bengkak karena terlalu banyak menangis. Dia juga tak mau terlihat rendah dan lemah di depan Syakir.
Terlihat Haidar, ayah Syakir menghentikan nasehatnya saat istri dan wanita yang sudah ditiduri anaknya berjalan ke arah mereka. Syakir juga menoleh, sampai dirinya beranjak berdiri ketika melihat pakaian kesayangannya dipakai.
"Lepaskan pakaianku itu, *****!" seru Syakir dengan marah. "Lancang sekali kau!"
"Syakir!" seru Mama Ayna yang membuat anaknya menoleh ke arahnya. "Mama yang mengambilkannya baju. Jadi jangan marahi dia. Marahi Mama!"
"Kenapa Mama membela wanita itu?" seru Syakir menunjuk Humai penuh kebencian. "Mama bahkan baru bertemu dengannya. Bisa saja dia itu wanita jahat yang hanya mengincar uang kita."
"Dia hanya melempar dirinya ke atas ranjang dan mengemis serta memeras uang pria yang sudah dia nodai seakan dirinya korban. Basi tau cara itu!"
"Syakir!" seru Mama Ayna dengan nafasnya menderu.
Jujur Ayna merasa malu. Tingkah anaknya tak sama sekali untuk menghargai seorang wanita. Syakir sudah berubah menjadi pria kasar dan dia yakin ini pengaruh wanita matre itu.
"Kamu tak lihat! Dia masih perawan saat bersamamu. Kamu itu pertama kalinya untuk Humai dan dengan seenaknya, kamu bilang dia ******?"
Mama Ayna menatap putranya penuh kecewa. Dirinya benar-benar merasa Syakir sudah terlalu jauh dengan ajaran mereka berdua.
"Kamu terlalu egois sekarang, Syakir. Kamu juga sudah semaunya sendiri," kata Mama Ayna dengan tatapan penuh penyesalan. "Ingatlah bahwa kamu punya adik perempuan. Bagaimana jika nasibnya seperti Humai?"
Jantung Syakir terasa ditikam. Dia menunduk saat mamanya mengajukan pertanyaan yang sulit. Dia sangat mencintai adiknya itu dan sangat menyayanginya.
"Itu tak akan terjadi, Ma. Giska adalah wanita baik dan berpendidikan. Dia tak akan serendah wanita ini."
Haidar yang sejak tadi diam. Kini mulai membenarkan duduknya. Pria itu terlihat menatap Humaira dan Syakir bergantian.
Melihat bagaimana Humaira untuk pertama kalinya saja. Ayah kandung Syakir bisa menilai jika Humai adalah gadis pemalu dan pendiam. Dari caranya duduk, tingkah lakunya sudah bisa membuat orang menilai karakter seseorang.
"Papa ingin kau bertanggung jawab, Syakir. Atas apa yang kau perbuat pada Humai," kata Papa Haidar pelan yang membuat Syakir menatap kedua orang tuanya tak percaya.
"No, Papa. Syakir tak mencintai ****** ini," seru Syakir dengan kasar. "Sampai kapanpun, Syakir tak mau."
"Syakir!" seru Papa Haidar dengan marah. "Papa dan Mama benar-benar kecewa sama kamu. Kamu sudah sadar mengambil sesuatu yang penting dalam dirinya lalu sekarang kamu membuangnya?"
Papa Haidar dan Mama Ayna menatap putranya dalam diam. Wajah Syakir benar-benar bingung saat ini.
"Apa kau mau menjadi pria pengecut?"
~Bersambung
Syakir bukan pengecut aja, Tante. Dia pria laknat jelmaan Dajjal.
Jangan lupa klik like, komen dan vote. Biar author semangat ngetiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 287 Episodes
Comments
Pia Palinrungi
mamah ayna dn papah haidar adlah mertua yg diidamkan2, mdh2 setelah menikah syakir bucin sm humaira
2023-04-01
0
andi hastutty
calon mertua idaman semua orang sudah kaya dan bijak lagi ngga melulu membenarkan anaknya dan membela orang yg tertindas
2023-02-07
0
Raffa Iskandar
untung papah dan mamah nya ga sama dengan syatir yg egois.semoga dengan ini kehidupan humai lebih baik seengganya ada mertua yg sayang
2023-01-26
0