Aziz_PoV
*
Aku masih sangat terkejut melihat wanita yang sangat aku kenal itu saat ini sedang duduk santai bersama Nikmah istri pertamaku, yang membuatku was-was apa saja yang sudah ia katakan pada Nikmah sewaktu aku belum pulang tadi?
" Kenapa? Ada apa dengan mukamu yang terlihat begitu sangat terkejut itu!" celetuknya yang membuatku terasa dari lamunanku barusan.
" Neng ngapain kemari?" tanyaku tidak sabar.
" Memang kenapa jika aku datang berkunjung ke rumah adik dan adik iparku, tidak boleh?" tanyanya yang sengaja mengejekku.
Astagfirullah.. ada apa ini? semoga ini bukan waktunya.
" Ya bukan begitu? Kenapa mendadak begini datangnya, " sahutku yang berjalan mendekat dan duduk di dekat Nikmah.
Neng Atin hanya tersenyum miring menatapku, seolah senang dengan keadaanku yang sekarang ini, padahal saat di rumah sudah aku ceritakan segalanya padanya juga pada Abah dan Umma, tetapi Neng Atin tetaplah Neng Atin, watak kerasnya tidak ada yang bisa merubahnya.
" Neng Atin datang kesini hanya sekedar mampir Bi, tadi katanya dari tempat temannya yang memang rumahnya tidak jauh dari sini, Neng Maryam Abi kenal 'kan dengannya juga? Dan Neng juga membelikan pakaian baru untuk anak-anak, lihat itu anak-anak sedang mencobanya di dalam." terang Nikmah padaku sembari menoleh sekilas ke arah dalam agar aku juga melihatnya.
Dan benar saja anak-anak terlihat senang sekali saat mencoba pakaian baru yang di belikan Budhenya untuk mereka masing-masing. Aku pun kembali menoleh ke arah Nengku.
" Terima kasih Neng, seharusnya tidak perlu repot-repot juga membelikan pakaian untuk anak-anak." sahutku mencoba memberinya peringatan dengan baik-baik, agar ia tidak tersinggung dengan perkataanku.
" Memang kenapa Neng tidak boleh membelikan pakaian untuk keponakan Neng sendiri? Kamu jangan sombong ya Ziz, mentang-mentang punya dua_
Ucapan Neng Atin menggantung di udara saat ia sadar telah keceplosan barusan, ia melirik ke arahku juga ke arah Nikmah sekilas dengan wajah gugup, aku tahu pasti ia akan membuat kekacauan sebentar lagi, aku sangat mengenal dirinya seperti apa. Bahkan aku sempat menahan nafasku yang terasa sesak di d**a, sebab aku belum siap untuk sekarang jika istriku Nikmah mengetahui pernikahanku dengan Anniyah.
" Punya dua apa Neng?" tanya Nikmah yang mungkin penasaran, sebab Neng Atin tidak melanjutkan ucapannya itu. Kini aku menatap Neng Atin harap-harap cemas, semoga saja kali ini dia membantuku.
" Ah tidak, itu mentang-mentang punya dua orang putra dan dua orang putri yang bisa ia banggakan, tidak seperti Neng yang belum menikah ini." sahutnya yang mencoba mengalihkan pembicaraan. Seketika perasaannku lega rasanya. Padahal sudah aku katakan sebelumnya jangan mengatakan apapun pada Nikmah, biar itu nanti menjadi urusanku.
" Oh, iya Alhamdulillah Neng semua ini adalah rezeki dari Allah. Nikmah doakan semoga Neng segera bertemu dengan jodohnya dan memiliki putra dan putri yang sholeh-sholehah seperti mereka. Aamiin..." ujar Nikmah mendoakan Neng Atin dengan tulus, aku pun ikut mendoakan juga walau dalam hati.
Astagfirullah, aku tahu sebaik-baiknya menyimpan rahasia pasti akan ketahuan juga suatu hari nanti. Tetapi pertanyaannya bagaimana caranya untuk memberitahu mereka secara baik-baik? Aku tidak ingin menyakiti hati kedua istriku Ya Allah..
" Abi mandi dulu ya, " pamitku yang segera beranjak bangun dan berjalan menuju ke kamar.
" Abi Neng dibelikan pekaian baru sama Budhe Tin, bagus tidak?" seru Hilda yang memperlihatkan pakaian barunya yang melekat di tubuh sambil memutarkan tubuh kecilnya.
" Alhamdulillah, bagus sayang, sudah bilang terima kasih belum pada Budhe?" tanyaku yang menatap pada keempatnya bergantian.
" Sudah Abi." jawab mereka secara bersamaan.
" Alhamdulillah, anak-anak Abi memang pintar semuanya, ya sudah Abi mau mandi dulu, jangan langsung di pakai, besok di cuci dulu." titahku yang memperingati mereka agar tidak langsung di pakai, sebab kita tidak tahu pakaian baru itu terkena kotoran apa saja sebelum di bungkus ke dalam plastik bening.
Mereka semua mengangguk paham, aku pun melanjutkan langkahku ke kamar, dan langsung masuk ke dalam kamar mandi, karena sudah merasa gerah sekali. Namun di dalam pikiran masih saja memikirkan dua orang yang duduk di depan sana, berharap Neng Atin tidak berbicara yang macam-macam pada Nikmah, aku merasa sudah seperti pria b*******n dan pengecut yang tidak bisa berkata jujur.
Maafkan Abi Nikmah,, maafkan Abang Anni.
.
.
.
.
.
.
.tbc
Mohon dukungan dari semuanya, tekan like dan favoritenya,, dan juga hadiahnya jangan lupa..🌷🌷🌷
Terima kasih sudah mampir membaca, maaf kalau masih banyak typo dimana-mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments