Anniyah_PoV
*
" Kok bisa lho, sini! Bantuin Narmi sana!" Titahnya yang langsung aku angguki dari pada kena amukan darinya, aku berjalan ke arah Mbak Narmi yang tengah sibuk mengambilkan makanan di piring untuk pembeli.
" Mbak apa yang bisa aku bantuin?" Tanyaku padanya yang langsung menoleh padaku.
" Eh Niyah, Oh iya ini tolong antarkan makanan dan minuman ini di meja ujung sana ya, itu ada Bang Aziz duduk disana," Tunjuknya sambil menyodorkan nampan yang sudah berisi sepiring nasi beserta segelas minuman, aku pun langsung mengangguk dan berjalan ke depan dimana ada seorang pria yang sudah duduk menunggu makanan pesannya.
Aku langsung mengenalinya, pria itu memang setiap hari kesini dan sudah menjadi l*******n di warung Budhe, karena ia adalah pemilik bengkel yang tak jauh dari sini.
" Ini Bang makanannya." Ujarku sambil meletakkan sepiring nasi beserta segelas teh hangat, itu juga makanan yang selalu ia pesan jika makan disini.
" Iya makasih Dek, yang sabar ya." Sahutnya tanpa menatapku dan segera menikmati makanan yang ia pesan tadi
Walau sedikit heran dengan maksud ucapanya barusan padaku, tetapi aku enggan untuk bertanya lebih jauh lagi, aku segera berjalan kembali di sisi Mbak Narmi.
" Cie,, dia itu kelihatan suka sama kamu lho Yah." Seru Mbak Narmi sedikit heboh, tentu saja membuatku mengernyit bingung tidak mengerti.
" Maksudnya Mbak?" Tanyaku masih bingung sambil membuatkan es teh pesanan pembeli lainnya, sedangkan Mbak Narmi sibuk mengambilkan makanan ke piring kosong sambil terus mengajakku mengobrol.
" Itu lho Bang Aziz sepertinya suka sama kamu Yah." jelasnya.
" Aww,," Saking kagetnya telapak tanganku kegores benda tajam.
" Kamu kenapa? Bagaimana bisa berdarah?" Tanya Mbak Narmi yang begitu panik saat melihat tanganku mengeluarkan darah segar.
" Aduh maaf mbak, tanganku tidak sengaja menyenggol ujung meja, hingga tidak sadar ada pisaunya disitu." Jawabku sembari meringis sambil menahan rasa sakit bercampur perih di telapak tangan kiriku.
Aku mengedarkan pandangan ke depan, namun tidak sengaja kedua mataku ini berserobok dengan mata Bang Aziz yang sedang berdiri di mejanya sana memperhatikanku, entah sejak kapan ia berdiri, aku tidak tahu. Aku langsung menundukkan kepala mencari tissue untuk membersihkan darah yang terus saja mengalir di tanganku.
Sementara itu aku juga merasa jantungku ini berdebar sangat kencang saat tatapan kami tadi tidak sengaja bertemu, aku merasa ini sangat aneh, kenapa tiba-tiba jantungku bekerja sangat cepat sekali, seperti habis berlari maraton saja. Karena biasanya tidak pernah bermasalah seperti ini di usiaku yang sudah menginjak enam belas tahun ini, dan baru kali ini aku merasakannya, sungguh aneh.
" Sudah di obati dulu sana." Ujar Mbak Narmi padaku, aku hanya mengangguk.
Aku mengedarkan pandangan ke depan memang sudah tidak ada lagi pembeli, aku pun ijin pada Mbak Narmi mau ke belakang untuk mencari plester siapa tau Budhe ada simpan di lemari untuk menghentikan darah yang masih saja keluar dari tanganku ini, belum juga sampai di pintu penghubung antara warung dan ruang tengah tiba-tiba Budhe sudah muncul membuatku sedikit terkejut.
" Budhe_
" Niyah sini ikut Budhe." Belum sempat aku menjawab tanganku sudah di tarik paksa olehnya, berjalan ke arah ruang tamu.
Budhe menyuruhku untuk duduk di kursi, sedangkan beliau berjalan ke arah lemari seperti ingin mengambil sesuatu, apa mungkin Budhe mau mengambilkan plester untukku, karena melihat tanganku tadi terluka? Aahh baik sekali Budheku.
Aku tersenyum saat melihat Budhe kembali berjalan ke arahku sambil membawa gunting besar dan kotak ukuran sedang, mungkin itu kotak obat begitu pikirku, semoga apa yang kupikirkan memang benar terjadi, Budhe mau mengobati lukaku ini. Namun saat aku menyodorkan tanganku padanya, Budhe tidak melihat ke arah tanganku, justru aku merasa ikat rambutku terlepas di tarik olehnya.
" Aww, Budhe kenapa ikat rambutku di lepas!" Protesku menatapnya kesal, namun Budhe sama sekali tidak mendengarkan protesku itu, justru terus menatap rambutku yang panjang.
" Niyah bantu Budhe ya, Budhe sangat butuh uang sekarang." Ujarnya yang membuatku bingung.
Butuh uang kenapa harus mengatakannya padaku, juga kenapa ikat rambutku itu di tarik olehnya? Apa iya ikat rambutku yang aku beli harga sepuluh ribu itu mau di jual? Memang bagus sih, berwarna silver ada bunga-bunganya gitu pinggirnya, itulah kenapa aku membelinya waktu itu, tetapi pertanyaannya siapa yang mau membeli barang bekas yang sudah aku pakai? Dan seharusnya Budhe tau kalau aku ini tidak mungkin mempunyai uang, jangankan uang lima ribu, sepersen pun aku tidak memegangnya saat ini. Lain uang simpanan tentunya.
" Akhh..!!" Teriakku begitu Budhe menarik rambutku." Budhe mau_
Kreekk, kreekk..
Belum selesai aku meneruskan ucapanku, aku mendengar bunyi suara gunting yang sedang memotong sesuatu, aku pun berusaha menoleh ke arah belakang dimana Budheku sedang berdiri disana dan..
Mataku langsung membulat karena begitu terkejutnya saat melihat rambut panjangku sudah ada di gengaman Budhe, ternyata dia memotong rambut panjangku yang selama ini aku jaga.
" Astagfirullah BUDHE!! KENAPA RAMBUTKU DI POTONG!! " Teriakku kencang karena begitu marah padanya. Membuatku tidak sadar sudah membentak Budheku sendiri.
" Tidak usah membentak Budhe! Kali ini Budhe tidak marah ya padamu, tapi lain kali awas saja!! Karena Budhe butuh rambutmu ini akan Budhe jual, supaya bisa dapat uang." Tanpa mempunyai rasa bersalah, Budhe melenggang pergi ke arah depan.
" Kalau sudah sepi tutup saja warungnya Nar." Seru Budhe pada Mbak Narmi, lalu berjalan masuk menuju kamarnya sambil membawa rambut panjangku itu yang sudah di masukkan ke dalam kantong kresek, aku hanya bisa menangis sesenggukan masih duduk di kursi ruang tamu, suaraku rasanya sulit keluar hanya untuk kembali berteriak protes, aku sama sekali belum ingin beranjak pergi.
Tak lama Budhe keluar lagi sambil menggendong Johan dan sudah memakai pakaian rapi sepertinya akan pergi keluar rumah, mungkin akan menjual rambutku itu, tangisku semakin menjadi saja mengingat sudah lama sekali aku ingin mempunyai rambut panjang, dan sekarang rambut itu,,,
" Nanti Budhe belikan sesuatu ya." Serunya sebelum menutup pintu. Aku tidak ingin mendengarnya.
Sudah hampir satu jam atau lebih aku menangis, hingga kedua mataku terasa bengkak.
Aakkh,, rasa sakit di tanganku hilang entah kemana dan sekarang hatiku yang lebih sakit, karena tidak ingin berlarut-larut aku pun bangun dan berjalan ke arah kamarku yang sempit, rasanya aku sudah tidak tahan lagi berada di rumah ini.
Aku melihat penampilanku yang berantakan di cermin kecil toilet yang tergantung di dinding dekat ranjang.
Rambutku sudah pendek tidak berbentuk lagi, rasanya begitu malu jika keluar dari kamar, tanpa berpikir panjang aku langsung membereskan semua pakaianku memasukannya ke dalam tas berukuran kecil, aku memang hanya membawa pakaian sedikit paling hanya lima setel saja, tak lupa aku meraih jilbabku satu-satunya yang dulu di berikan teman masa kecilku, aku langsung memakainya.
Hari sudah semakin sore, tekatku sudah bulat aku ingin segera pergi dari rumah Budhe tanpa harus repot-repot berpamitan. Biarlah mumpung Budhe masih belum pulang, aku berjalan keluar lewat pintu belakang melihat kanan kiri, bersyukur sekitar rumah nampak sepi. Aku tak ingin membuang waktu lagi dan bergegas berjalan cepat ke arah gang kecil di samping rumah tetangga.
Aku tidak tau lagi akan pergi kemana, pergi tanpa tujuan, air mata terus saja mengalir membasahi kedua pipiku membuat kepalaku juga sedikit sakit, aku terus saja berjalan sambil menunduk tidak ingin menatap ke sekelilingku. Takut jika ada yang mengenaliku atau mengenal Budheku lalu orang itu akan menahanku dan mengantarkanku lagi ke rumah neraka itu lagi, aku tidak mau, tidak akan mau!.
" Persetan dengan keluarga! Aku tidak peduli lagi!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Eika
Niyah yang selalu ditindas, seperti bukan dengan keluarga aja budhe itu
2022-07-15
3