Aziz_PoV
*
Dan disinilah aku sekarang bersama Cacakku Arga yang saat ini berkunjung kerumah kedua orangtua kami di kota JG. Sehabis subuh tadi aku dan Cak Arga langsung bergegas berangkat kesana dengan mengendarai mobil miliknya, sebenarnya aku bisa membeli mobil sendiri dengan tabungan yang aku miliki, namun jika memang belum berguna untuk apa? Mubazir, buang-buang uang saja.
Mau pergi dengan anak-anak pun ada mobil di rumah peninggalan mediang Ayah mertua, sedangkan bersama Anniyah kami masih berdua, aku lebih suka mengendarai motor jika bersamanya, Anni pun terlihat sangat bahagia sekali walau aku hanya mengajaknya naik motor, dia memang wanita idaman, tipikal wanita yang selalu menerima apa adanya. Aku sangat bersyukur dan juga beruntung bisa mendapatkan gadis sepertinya.
Namun sebelum pergi aku sudah mengirim pesan pada Nikmah agar mereka semua tidak menunggu kepulanganku. Sedangkan untuk Anniyah, aku tidak memberitahunya, sebab aku memang belum membelikannya ponsel, tetapi aku berharap dia akan mengerti nanti jika aku sudah pulang.
" Assalamualaikum,, Abah,, maafkan Aziz Bah?" lirihku yang entah sejak kapan bulir bening sudah merembes di kedua ujung netraku sembari mencium punggung tangan lemahnya yang sedang berbaring di atas ranjang. Sementara Umma sedang duduk di samping Neng Atin putri sulung Abah dan Umma di kursi rotan samping ranjang.
" Aziz kaukah ini? Akhirnya kau pulang nak, iya Abah maafkan. Dan mengenai_
" Maafkan Aziz Bah sungguh maafkan Aziz, jika ini mengenai pernikahan kedua Aziz, semua ini tidak di rencanakan tetapi sebagai seorang lelaki aku harus bertanggung jawab penuh padanya." aku langsung bersimpuh pada Abah di bawah ranjang menyesal tidak memberitahunya lebih dulu.
" Ya Abah tahu, dia adalah gadis yang baik, jadi jangan kau sia-siska dia. Kau akan menyesal Nak jika sampai terjadi." pesan Abah padaku, aku pun berjanji tidak akan meninggalkannya apapun yang terjadi dan memang akan selalu menjaganya semampu dan sebisaku.
" Enggeh Bah." ( Iya Abah)
" Aziz." panggil Umma yang memintaku mendekat, aku pun langsung mendekat dan bersimpuh juga di kedua telapak kaki Ibuku, sungguh aku sangat berdosa membuat kedua orangtuaku bersedih seperti ini.
Sebenarnya tanpa sepengetahuan Nikmah aku sering pulang untuk mengunjungi Abah dan Umma selama ini, aku sangat mengerti jika kedua orangtuaku sangat kecewa padaku yang memang sejak awal tidak merestui pernikahanku dengan Nikmah terjadi.
Aku pun sebenarnya menuruti keinginan orangtuaku awalnya, namun karena peristiwa yang tidak terduga itulah yang membuatku akhirnya menikahi Nikmah dan kedua orangtuaku pun terpaksa menerimanya.
Namun tak lama setelah menikah Nikmah menginginkan aku untuk tinggal di kota besarnya sebab saat itu Ibunya sedang sakit dan karena dia adalah putri satu-satunya sehingga tidak ada yang bisa merawatnya selain dirinya dan sang Ayah yang sibuk bekerja. Yang pada akhirnya aku pun menurutinya sebab tidak ingin berdebat terus menerus. Aku sadar jika Nikmah memang tidak begitu menyukai keluargaku kecuali Nengku Atin.
" Umma,, maafkan Aziz yang belum berbakti pada Umma." sesalku masih bersimpuh di kedua kakinya.
Tak lama Umma memintaku untuk bangun dan kami bertatapan saling merindukan. Aku segera berhambur ke dalam pelukan hangatnya, sungguh pelukan seorang Ibu sangatlah nyaman tidak ada yang bisa menandinginya.
" Sudah, Umma sangat rindu padamu Nak, bagaimana kabar cucu-cucu Umma? Apa mereka sehat semua dan bertambah besar?" tanyanya yang terdengar begitu antusias.
Walaupun tidak menyukai istriku Nikmah akan tetapi Abah dan Umma sangat menyayangi anak-anak, mereka ada penerus keluarga ini. Aku langsung mengangguk memberikan jawaban.
" Nggeh Umma. Alhamdulillah semuanya sehat dan sudah semakin besar sekarang. Zikri tahun ini akan masuk TK Umma, dia sangat pandai sekali seperti Nengnya. Pintar mencari uang di dalam saku celana yang sebelumnya Aziz pakai, hehe." sahutku menceritakan putra bungsuku yang lucu itu. Seketika semuanya tertawa kecuali Nengku Atin, dia hanya tersenyum datar.
Entah mengapa sifat kakunya itu selalu membuatku kesal, aku akui aku pun orang yang kaku dan kasar tetapi dia yang perempuan tidak ada lembut-lembutnya sama sekali itulah mengapa sampai sekarang Neng Atin belum juga menikah, alasannya karena tidak ada yang cocok dengan kriterianya.
Entah kriteria seperti apa yang ia cari selama ini? Bahkan aku sudah mempunyai empat orang anak, sedangkan Cak Arga pun mempunyai dua orang putra dan putri. Harus menunggu di usia berapa lagi Nengku itu akan menikah, aku heran dengannya!
Sedangkan Cak Arga setelah mengantarkanku tadi ia segera pulang ke rumahnya sendiri dimana kediamannya yang memang tidak jauh dari sini. Cak Arga mendirikan sebuah pondok kecil di kediamannya. Itulah yang membuatnya sibuk di rumah selain memproduksi pakaian muslimah di ruko miliknya sendiri. Aku sangat bangga padanya, ia sosok panutan bagiku. Namun bakatku hanya bisa mengotak-atik motor saja selama ini selain mengajar anak-anak santri.
Tak terasa hari sudah hampir Maghrib, waktu berbuka puasa pun sebentar lagi, aku bergegas ke depan Musholla untuk Adzan Maghrib. Di rumah kedua orangtuaku memang terdapat Masjid yang berukuran sedang, biasanya Abah selalu duduk-duduk di tangga Musholla, namun sekarang ketika beliau sakit, tidak ada siapa yang duduk disana.
Sementara di depan Musholla yang luas itu, biasanya di pagi hingga siang hari di buat tempat parkir sepeda juga motor untuk Abah bagi orang-orang yang tengah kepasar.
Sebab tepat di seberang sana adalah Pasar besar di daerah ini, hanya saja harus masuk ke dalam gang untuk sampai ke dalam pasar. Walau gang tersebut sempit namun masih bisa dilewati sepeda dan juga motor.
*Bismillah..
Allahu akbar.. Allahu akbar*..
Selesai menunaikan shalat Maghrib dan juga membatalkan puasa dengan minum air putih, lalu aku segera menyantap hidangan yang sudah di masak dan di siapkan oleh Umma dan Nengku.
" Makan yang banyak Ziz," pinta Umma sembari mengisi piringku dengan nasi dan sayur bayam juga lauk ikan, dan Alhamdulillahnya Abah sudah bisa berjalan walau masih pelan-pelan namun saat ini juga ikut makan duduk di samping Neng Atin.
" Sebelum kembali ke kota, aku akan mampir ke tempat Cak Arga Ummah, apa Ummah ada pesan untuknya?" tanyaku setelah selesai makan lalu meminum segelas teh hangat.
" Tidak ada Nak, apa harus kembali malam-malam begini?" tanya Umma khawatir, aku sangat tahu Ibu mana yang tidak mengkhawatirkan anaknya, walaupun anaknya itu sudah menikah dan mempunyai keluarga sendiri.
" Maaf Ummah Abah, Insya Allah, kapan-kapan Aziz berkunjung kembali. dan Aziz harus segera kembali sebab tanggung jawab Aziz sangat besar di kota. Apalagi istri keduaku tidak tahu menahu bahwa saat ini aku ada disini." tolakku menjelaskan agar Umma tidak merasa tersinggung.
" Bagaiamana bisa kamu ini Ziz, jangan ada yang di tutup-tutupi, setelah ini cepat jujur pada kedua istrimu jika tidak ingin ada pertengkaran hebat di antara keduanya. Terutama istri pertamamu itu. " cecar Abah pelan namun sangat tegas.
Aku tahu aku belum jujur pada mereka berdua. Namun aku juga bingung sendiri, bagaimana akan memulainya.
" Pesan Umma yang rukun dengan kedua istrimu, jangan ada dusta di antara kalian bertiga. Umma yakin ini adalah takdir DariNya untukmu Nak, dan kau adalah lelaki yang hebat pasti bisa melewatinya dan bisa membuat keduanya bahagia." doa Umma yang membuatku tersentuh. Doa seorang Ibu memanglah mustajab.
.
.
.
.
.
.tbc
Mohon dukungan dari semuanya, tekan like dan favoritenya,, dan juga hadiahnya jangan lupa..🌷🌷🌷
Terima kasih sudah mampir membaca, maaf kalau masih banyak typo dimana-mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments