1.Visualnya Aziz Abdullah..
Visualnya Anniyah Amira.
Visual Nikmah Saudah.
Visual Anna Anisa.
Visual Antoni Ghanie.
Najwa Zahrotun.
Visual Abdul Rozaki ( Rojak )
* Itulah kira-kira visual mereka berdasarkan sifat dan karekter masing-masing menurut author yaa, jika tidak sesuai bisa membayangkan sendiri hehe... selamat membaca..
...----------------...
Aziz_PoV
*
Aku merenggangkan tubuhku ke kanan dan ke kiri, hari ini bengkel lumayan ramai, sehingga aku ikut membantu kedua karyawanku.
Aziz Abdullah begitulah Abahku memberiku nama, pekerjaanku sehari-hari selain mengajar di beberapa madrasah setiap petang harinya, pagi hingga siang harinya aku berada di bengkel motor milikku ini yang letaknya tak jauh dari pasar, juga dekat dengan warung nasi Budhe Indhun.
Setiap harinya kalau makan siang aku selalu di warung beliau, karena jarak dari ruko ke rumah lumayan jauh, kalau harus bolak-balik kesana kemari hanya sekedar untuk makan saja, buang-buang waktu belum lagi jalanan macet itu membuatku malas.
" Ayo istirahat dulu, atau tutup sebentar saja kalau sudah lapar." Seruku pada kedua pegawaiku.
" Iya Cak."
Seperti siang ini aku langsung berjalan ke warung Budhe Indhun dan memesan nasi campur berlauk ikan laut dan juga teh hangat, aku tidak pernah meminum es dingin sebab aku mempunyai Amandel yang sewaktu-waktu bisa kambuh.
Lebih baik menghindarinya dari pada merasakan sakit, begitulah kebiasankuu. Ternyata di dalam sudah ramai pengunjung yang sedang makan siang.
Setelah memesan makanan aku segera berjalan dan memilih tempat duduk yang berada di ujung belakang, kenapa aku memilih di belakang? Sebab setelah selesai makan aku pasti pergi ke toilet yang memang letaknya tidak jauh dari tempatku duduk.
Di saat tengah menunggu pesanan tiba-tiba saja dari arah belakang terdengar suara gadis yang memanggil Budhe Indhun sambil menggendong anak balita yang aku ketahui adalah putranya Budhe Indhun dan gadis belia yang menggendongnya pun aku juga mengenalnya, walau kami tidak pernah berkenalan secara langsung, tetapi Budhe selalu memanggil namanya dengan panggilan Niyah, Dan setelah beberapa bulan ku amati ternyata namanya adalah Anniyah, nama yang cantik secantik orangnya.
Astagfirullah,, aku selalu saja khilaf jika tidak sengaja memandangnya, wajahnya cantik juga begitu teduh, tidak pernah membosankan. Sungguh inilah yang di sebut nikmat dosa.
Aku selalu memperhatikannya setiap makan disini, walau sebenarnya ini tidaklah di benarkan dan dosa besar mengagumi wanita yang bukan muhrimku.
Awalnya aku hanya merasa kasihan pada gadis itu sebab ia selalu di bentak dan di marahi oleh Budhenya sendiri, entah kesalahan apa yang sudah di perbuat olehnya, setiap hari selalu saja di marahi, membuatku tidak tega hingga berimbas padaku yang selalu memikirkan nasib gadis itu.
" Budhe, Budhe ini Johannya menangis." Adu Anniyah pada Budhe Indhun. Aku melihat Budhe Indhun justru asyik mengobrol dengan salah satu pembeli, tanpa mendengarkan tangisan putranya yang keras itu. Hingga beberapa kali Anniyah memanggil barulah Budhe menghampirinya.
" Kenapa dia?! Kenapa jidatnya merah gitu?" Tanyanya ketus pada Anniyah.
" I-itu tadi dia kepantuk meja Budhe." Di jawab pelan juga ada nada takut dari nada suaranya, pasti dia sedang ketakutan saat ini, mengingat Budhenya yang pemarah begitu. Seharusnya ia sadar anak balita seumuran itu 'kan memang tidak bisa diam, pasti ada aja tingkah lakunya.
" Kok bisa lho, sini kamu bantuin si Narmi sana!" Titah Budhe pada Anniyah dengan suara lantangnya. Sungguh kasihan sekali nasib gadis itu.
Tak lama makanan yang aku pesan tadi datang, ternyata Anniyah yang mengantarkannya ke mejaku, membuatku sedikit gugup. Astaga! Aziz, ingat usiamu yang sudah tidak muda lagi, bisa-bisanya bertingkah seperti anak abg saja, gerutuku dalam hati.
" Ini Bang makanannya." Ujarnya sambil meletakkan sepiring nasi beserta segelas teh hangat di depanku, aku hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih padanya, setelahnya ia kembali mendekati wanita yang bernama Mbak Narmi pegawai Budhe Indhun yang sudah lama bekerja disini.
Bismillah..
Aku segera menyantap makanan itu dengan hikmat, sayup-sayup aku mendengar suara Mbak Narmi dan Anniyah yang sedang mengobrol di dalam sana, karena jarak meja yang aku tempati dan mereka memang tidak terlalu jauh, hingga aku bisa sedikit mendengarnya walau tidak begitu jelas.
Tak lama terdengar suara pekikan dari salah satu dari mereka berdua, yang ternyata itu suara Anniyah seketika membuatku bangkit berdiri karena saking paniknya.
" Kamu kenapa? Bagaimana bisa berdarah?" Terdengar suara Mbak Narmi yang terlihat panik, entah apa yang terjadi pada gadis itu.
Tiba-tiba saja aku merasa seakan jantungku ini berhenti berdetak saat kedua manik kami bertemu saling mengunci, walau itu hanya beberapa detik saja, tetapi rasanya sungguh dahsyat mampu membuat otakku hampir lumpuh,,
Subhanallah sungguh indah ciptaanmu ini...
Astagfirullah,, ampuni hamba Ya Allah..
Entah aku sama sekali tidak bisa mendengar suara Anniyah lagi, tak lama terdengar suara Mba Narmi kembali, semoga gadis itu baik-baik saja. Setelah selesai aku beranjak akan pergi ke toilet yang ada di dekat ruang tamu Budhe Indhun, tanpa meminta ijin aku segera melangkah kesana.
" Budhe_
Sayup-sayup aku kembali mendengar suara dari luar, seperti suara Anniyah yang tengah memanggil Budhenya, aku segera melanjutkan niatanku masuk ke dalam untuk mencuci wajah, juga mencuci tangan dengan cepat.
Tak lama aku pun akan keluar dari toilet dan akan melangkah ke depan, segera membayar makanan yang aku makan tadi sebelum kembali ke bengkel. Namun langkahku terhenti saat melihat Anniyah tengah duduk di kursi ruang tamu, sedang apa dia disitu?
Karena hanya terhalang oleh kain gorden yang tipis aku bisa melihat wajah ayunya dari tempatku berdiri, aku melihat Budhe berjalan ke arahnya sambil membawa gunting besar dan kotak ukuran sedang, entah apa yang akan dilakukan oleh Budhe Indhun? Tak lama ia menarik ikat rambut yang Anniyah pakai hingga terlepas.
" Aww,, Budhe kenapa ikat rambutku di lepas!" Protes Anniyah kesal.
Subhanallah dia terlihat cantik sekali jika begini..
Astagfirullah.. Lagi lagi setan setan berbisik di telingaku. Kenapa aku jadi seperti ini hanya karena menatap rambut panjangnya saja. Saat aku mencoba untuk mengenyahkan pikiran burukku, terdengar kembali teriakan dari gadis itu hingga membuatku kembali menatap mereka berdua.
Kreekk, kreekk..
Astagfirullah...
Mataku sungguh tidak percaya saat melihat Budhe memotong rambut panjang Anniyah, sungguh kejam sekali orangtua satu ini padahal gadis itu adalah keponakannya sendiri, atau jangan-jangan mereka ini bukan saudara? Anniyah bukan keponakannya? Pikiranku seketika merajalela di tambah ikut merasa kesal juga pada wanita paruh baya itu.
" Astagfirullah BUDHE!! KENAPA RAMBUTKU DI POTONG!! " Bentak Anniyah begitu kencang mungkin karena sangking panik bercampur marah, siapa yang tidak marah coba jika tiba-tiba rambut panjangnya di potong secara paksa!
" Tidak usah membentak Budhe! Kali ini Budhe tidak marah ya padamu, tapi lain kali awas saja!! Karena Budhe butuh rambutmu ini akan Budhe jual, supaya bisa dapat uang." Seru Budhe egois hanya memikirkan dirinya sendiri dan tak berprikemanusiaan.
Astagfirullah semoga cepat mendapat hidayahMu..
Saat Budhe akan melangkah ke depan, aku segera pergi ke depan juga, jangan sampai Budhe melihatku yang sedang menguping pembicaraan mereka tadi, walau ini salah, tetapi aku 'kan tidak sengaja tadi.
Ternyata Budhe hanya meminta pada Mbak Narmi untuk segera menutup warungnya, lalu setelahnya berjalan masuk kembali.
" Punyaku tadi berapa Mbak?" Tanyaku pada Mbak Narmi, setelah membayar aku segera melangkah keluar menuju ke Ruko dimana bengkelku berada, sepanjang jalan aku terus memikirkan nasib gadis tadi.
Aku tahu pasti saat ini gadis itu sedang menangis di kamar, memang apalagi yang akan di lakukan seorang perempuan jika sedang tersakiti. Sungguh kasihan sekali..
Tak terasa hari sudah hampir sore, rasanya aku ingin cepat pulang, aku segera membereskan peralatan mekanik dan menyuruh dua karyawanku untuk segera menutup Ruko.
" Yo, Wo, tutup saja bengkelnya, oh iya besok 'kan hari minggu kalian pergi jalan-jalan saja dan ini gaji kalian bulan ini, terima kasih banyak ya, semoga semangat terus kerjanya." Ujarku sambil menyodorkan dua amplop putih kepada mereka berdua yang langsung di terima mereka dengan wajah yang berbinar.
Memang siapa yang tidak akan bahagia jika di kasih gaji bulanan, karena memang inilah yang mereka cari untuk menafkahi keluarga mereka.
" Terima kasih banyak Cak, semoga bengkel kita semakin jaya, Aamiin." ujar Yono dan Jarwo mendoakan.
" Aamiin,, ya terima kasih banyak, ya sudah kalian pulang duluan saja, hati-hati di jalan." Pesanku saat mereka berdua tengah bersiap-siap.
" Siap Cak, Assalamualaikum." Pamit mereka secara serempak yang langsung kujawab salamnya sebelum mereka keluar dari pintu besi.
Dan tak lama aku pun ikut bergegas pulang, karena rumahku lumayan jauh, jadi kupercepat laju motorku, hingga tak lama aku pun tiba di rumah yang sudah lima belas tahun ini aku tempati.
" Assalamualaikum." Ucapku sambil masuk ke dalam rumah.
" Waalaikum salam, eh Abi sudah pulang." Sahut seorang wanita dari dalam rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Eika
Jangan bilang itu yg manggil Abi istrinya Aziz
2022-07-15
3