Anniyah_PoV
*
Dengan sedikit perdebatan di antara kami semua, sebenarnya Bang Aziz dan semua warga yang berdebat, sedangkan aku hanya diam membisu bingung mau menjelaskan seperti apa.
Akhirnya malam itu kami di nikahan paksa oleh Pak RT dan warga sekitar agar tidak menimbulkan fitnah lebih besar lagi, aku hanya bisa pasrah, sedangkan Bang Aziz pun sepertinya juga sama denganku.
Aku merasa bersalah padanya. Gara-gara aku, ia jadi terpaksa menikahi gadis belia sepertiku.
Aku di pinjami pakaian putih dan jilbab dari salah satu Ibu-Ibu katanya untukku saja tidak usah di kembalikan nanti setelah selesai, begitu pun dengan Bang Aziz yang memakai kemeja putih dari salah satu Bapak-Bapak yang hadir.
" Silahkan saliman lalu cium punggung tangan suaminya Mbak, dan setelahnya Masnya bisa mencium kening istrinya." Ujar Pak Penghulu pada kami berdua.
Aku langsung menyalami Bang Aziz lalu mencium punggung tangannya, disaat tangan kami bersentuhan tadi aku merasakan sedikit sengatan listrik di tanganku dan setelahnya tangan kami terlepas.
Lalu Bang Aziz mendekatkan wajahnya dan mencium keningku sedikit lama, darahku seketika terasa berdesir hebat dan mengalir lebih cepat saat benda kenyal itu menyentuh kulit dahiku, tak lama setelah selesai wajahnya sedikit di jauhkan dan sekarang gantian tangan kanannya mendarat sempurna di puncak kepalaku, entah dia sedang membaca apa, sayup-sayup aku mendengar dia berbisik seperti sedang membacakan do'a, untukku kah? Entah aku tidak begitu mengerti, sebab aku begitu sangat gugup, kedua tanganku pun sudah di banjiri keringat dingin.
" Alhamdulillah, sekarang kalian sudah Sah menjadi sepasang suami istri, dan sebaiknya segera mengurus surat di KUA ya agar pernikahan kalian ini resmi dan mempunyai bukti buku pra nikah, dan tercatat di dalam buku negara." Seru Bapak penghulu yang telah menikahkan kami berdua.
Kami berdua di beri banyak sekali wejangan dari Pak Penghulu dan juga Pak RT, setelahnya kami berdua menyalami semua orang dan berpamitan.
Akhirnya beberapa saat kemudian kami pun kembali ke kontrakan ternyata di luar sudah hujan gerimis, langkah kami pun semakin di percepat.
Seharusnya dua orang yang baru saja menikah akan merasakan bahagia, namun tidak dengan kami, karena pernikahan kami adalah karena terpaksa.
Bang Aziz lebih dulu masuk ke dalam setelahnya aku menyusulnya dan baru saja menutup pintu dan hujan langsung turun dengan derasnya bersamaan dengan itu terdengar suara petir menggelegar yang membuatku sedikit tersentak.
" Astagfirullah." Aku mengusap d**aku berulang kali karena begitu terkejut lalu berjalan ke dalam dan duduk di kasur tipis itu. Sementara Bang Aziz sedang berada di kamar mandi, entah sedang melakukan apa dia di dalam sana, karena tidak terdengar suara apapun dari luar sini.
Aku jadi bingung sendiri mau ngapain sekarang, walau aku tahu bagaimana dua orang yang baru selesai menikah, pasti akan melakukan malam pengantin, tetapi aku belum siap, apa Bang Aziz akan meminta Haknya malam ini?
Semoga saja tidak, sebab aku tahu kami berdua sama-sama belum mempunyai perasaan apa-apa.
Tak berselang lama Bang Aziz pun akhirnya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang di tekuk, aku tahu pasti dia menyesal dan juga sangat marah telah menikahiku, tetapi aku bisa apa memang ini semua salahku, karena akulah dia jadi terpaksa menikah dengan bocah ingusan sepertiku.
Bang Aziz berjalan mendekatiku, lalu duduk di kasur tipis ini juga, aku pun bergeser ke samping agar ada jarak di antara kami. Mungkin dia masih marah padaku, sedangkan aku, aku justru sangat malu dan juga tubuhku gemetar, sebab baru kali ini aku sangat dekat dengan seorang pria lain selain keluargaku sendiri, apalagi kami ada di dalam satu ruangan yang sama dn sedekat ini.
Mungkin kemarin kemarin memang kami dalam satu ruangan tapi dengan jarak yang cukup berjauhan.
" Eemm,, Bang."
" Dek."
Ucapan kami keluar secara bersamaan. Apa tadi? Dia memanggilku Dek??
Spontan aku menolehnya sekilas lalu langsung menunduk karena sedikit terkejut bukan karena ucapan kami yang barengan melainkan panggilannya yang berubah padaku.
" Maaf, Adek saja duluan yang ngomong." Ujarnya mempersilahkanku untuk bicara lebih dulu.
Dia malah memperjelas panggilannya padaku..
" Emm,, Abang pasti marah 'kan terpaksa menikahi bocah sepertiku? Maafkan aku, semua ini memang salahku." Lirihku tanpa menatapnya, entah dia dengar atau tidak sebab di luar sana hujan masih begitu deras bersamaan dengan suara guntur yang sekali-sekali terdengar.
Tapi aku juga tidak salah salah amat disini, orang dia sendiri yang setiap hari datang membawakanku makanan, itupun juga bukan permintaanku.
Bang Aziz terlihat menghela nafas panjang, " Maafkan Abang juga ya, dan ini semua juga bukan salah Adek, jangan menyalahkan diri sendiri, mungkin memang semua ini sudah menjadi TakdirNya. Kita hanya bisa menerima dan pasrah untuk menjalani semua ini dengan sabar, sekarang Adek sudah menjadi istriku, jadi Abang akan bertanggung jawab sepenuhnya padamu, kamu mau 'kan membina rumah tangga dengan Abang?" Tanyanya dengan begitu tenangnya, membuatku seketika menoleh dan menatapnya tanpa berkedip.
Ini seolah mimpi bagiku, di usiaku yang masih belia, aku sudah menikah dengan seorang pria matang.
Dan lihatlah tatapannya itu, sungguh teduh sekali membuatku merasa nyaman dan aman jika nanti hidup bersamanya, lalu bagaimana ini, apa aku harus menerima pernikahan ini juga? Sementara kami tidak memiliki rasa apapun satu sama lain.
" Adek,, kok gak di jawab?" Tanyanya begitu lembut sekali padaku.
Membuat jantungku semakin mereog tidak karuan saat ini, aduh bagaimana ini, jika seperti ini terus, bisa-bisa jantung ini terlepas dari tempatnya? Lalu setelahnya aku hanya tinggal nama saja? Astaga pikiran konyol apa ini, di situasi seperti ini bisa-bisanya memikirkan hal itu.
" Hah! oh i-iya, Insya Allah Bang, " Jawabku begitu gugup, bagaimana tidak gugup di tatap intens seperti itu oleh pria tampan. Ya aku akui Bang Aziz memanglah sangat tampan, saudaraku saja kalah tampan darinya, dan pria tampan ini adalah suamiku saat ini. Subhanallah..
Disaat tengah memikirkan sesuatu hal yang lainnya dan juga berusaha menstabilkan kondisi jantungku, tiba-tiba Bang Aziz mengambil sebelah tanganku lalu di genggamnya erat.
Degh!..
Darahku kembali berdesir, kali ini bersamaan dengan sengatan listrik yang menjalar di seluruh tubuhku, rasa apa ini? karena aku baru merasakannya sekarang ini?
Apa ini yang namanya sentuhan pertama?..
" Dek, maafkan Abang ya, jika suatu saat nanti Abang telah mengecewakan Adek. Abang akan berusaha membahagiakan Adek, semampu Abang, Insya Allah." Ucapnya bersungguh-sungguh. Aku hanya bisa mengangguk lemah, tidak tahu harus menjawab apa, juga tidak mengerti apa maksud dari perkataannya tadi.
" Dek, apa Adek sudah_
" Maaf Bang Niyah belum siap, sungguh!" Sela-ku dengan cepat, sambil memeluk tubuhku sendiri, sebab aku tau akan kemana arah pembicaraannya itu.
Aku melihat Bang Aziz justru tersenyum menatapku, apa ada perkataanku yang lucu? Sepertinya tidak, atau jangan-jangan dia akan memaksaku untuk memberikan haknya itu, jika benar keterlaluan sekali dia.
" Adek ini lucu sekali ya, Abang jadi gemas. Tadi Abang cuma mau tanya, apa Adek sudah shalat isya'? Kalau belum ayo kita shalat berjamaah, Abang juga belum shalat tadi." Ujarnya menjelaskan padaku.
Sungguh aku sangat malu sekali saat ini, rasanya ingin meminjam alat pada Doraemon agar bisa membuatku menghilang dalam sekejap mata dari pandangan pria tampan ini..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Eika
Ada rahasia apa bang Aziz, semoga Niyah tetap kuat ya
2022-07-15
3