Aziz_PoV
*
Aku segera menyodorkan tangan kananku padanya, " Iya bengkelnya tadi sudah sepi, jadi Abi pulang cepat." Sahutku sambil melangkah menuju ke kamar, namun aku kembali menoleh padanya.
" Neng, Umimu kemana?" Tanyaku pada gadis berusia empat belas tahun itu, dia adalah putri sulungku yang kini sudah beranjak dewasa.
Ya itu benar putri sulungku..
" Umi sedang menghadiri pengajian Bi baru saja berangkat ba'da Ashar tadi." Terangnya sopan padaku.
" Oh ya sudah, Abi mau mandi dulu. Adik-adikmu masih mengaji?" Tanyaku lagi sebelum membuka pintu kamar.
" Iya Bi."
Aku hanya menganggukkan kepala mengerti dan langsung masuk ke dalam kamar untuk segera membersihkan diri, rasanya seluruh tubuh sudah terasa lengket semua.
Tak membutuhkan waktu lama aku segera keluar dari kamar mandi dan langsung melaksanakan shalat Ashar yang tertunda saat di perjalanan tadi.
Hari sudah hampir maghrib, aku segera mengganti pakaian koko untuk pergi masjid, sore ini aku pergi ke masjid yang jaraknya lumayan jauh dari rumah, karena malam ini jadwalku untuk mengajar disana.
" Umi, kalau nanti malam Abi belum pulang, itu berarti Abi menginap, karena malam ini banyak sekali kegiatan Abi disana, ya sudah Abi berangkat dulu, Assalamualaikum." Pamitku pada wanita yang usianya sudah tidak muda lagi, ya dia adalah istriku. Istri pertamaku yang telah melahirkan ke empat anakku.
Ya aku telah di beri momongan begitu cepat empat orang anak, istriku dan juga putri sulungku segera mencium punggung tangan kananku sebelum keluar rumah, setelahnya aku berangkat dengan mengendarai motor kesayanganku.
Setelah selesai menunaikan shalat maghrib, aku pun keluar dan akan menemui salah satu pengurus masjid sekaligus madrasah yang ada di belakang masjid ini untuk membicarakan masalah musyawarah tempo hari.
Tanpa harus bersusah payah mencarinya, ternyata orang yang aku cari sudah lebih dulu menghampiriku.
" Assalamualaikum Ustadz, jadi bagaimana soal kemarin?" Sapanya yang langsung bertanya tho the poin tanpa berbasa-basi lebih dulu padaku, namun aku memaklumi mungkin itu memang sudah menjadi sifatnya, karena sifat orang 'kan berbeda-beda.
" Wa'alaikumussalam. Iya, seperti yang sudah kita musyawarahkan bersama minggu lalu, tetap harus membangun perpustakaan sendiri jangan di jadikan satu dengan ruangan lain, bisa saja nanti mengganggu aktifitas murid lainnya." Terangku kembali pada pria yang usianya dua tahun lebih tua dariku.
" Baiklah Us, kami akan menjalankan sesuai permintaan njenengan ( kamu )." Sahutnya dengan sopan.
Setelahnya ia pergi ke kantor untuk menemui bawahannya, sedangkan aku akan berjalan menuju ke gedung belakang untuk mengajar, namun langkahku terhenti saat melihat gadis berkerudung cream, yang sedang duduk di undakan masjid. Dan hanya sekilas saja wajahnya tidak asing bagiku, aku pun mulai berjalan mendekatinya.
Dan benar saja itu adalah Anniyah keponakannya Budhe Indhun, sedang apa dia disini malam-malam? Gumamku pelan, walau penampilannya berbeda malam ini namun aku masih bisa mengenalinya.
MasaAllah, cantiknya jika berjilbab seperti itu, saat hampir dekat. Anniyah justru bangkit berdiri mungkin akan pergi dari sini, dan sebelum itu terjadi aku harus memanggil dan bertanya dulu padanya.
" Anniyah.." Panggilku, dan terlihat ia menghentikan langkahnya, namun tak berbalik, aku pun memanggilnya lagi saat ia terlihat akan melanjutkan langkahnya kembali.
" Anniyah tunggu." Dan seketika itu tubuhnya berbalik menatapku namun hanya sebentar lalu kembali menunduk.
Aku bisa melihat kegelisahan yang ia rasakan saat ini, terlihat dari telapak tangannya yang sedang di remas-remas olehnya, apa mungkin dia takut padaku? Atau jangan-jangan dugaanku benar jika gadis ini sudah kabur dari rumah Budhenya?
Anniyah nampak bergeming di tempat, aku pun langsung ingin menanyainya.
"An tunggu dulu. Kamu mau kemana? Sini biar aku antarkan." Kataku meluncur begitu saja tanpa sadar, membuatku tersentak sendiri dengan apa yang aku ucapkan barusan.
Sepertinya aku sudah tidak waras, Bahkan aku sudah ada di hadapannya untuk menghadang jalannya. Kamu sungguh tidak waras Aziz, begitu kata sisi lainku.
Tetapi aku memang dari awal ingin membantunya, walau itu tidak pernah terucap dari mulutku pada gadis ini, dan saat ini niatku bener-bener hanya ingin menolong. Sekedar menolong, ya kurasa begitu.
" Jangan takut, aku tidak akan melaporkanmu pada Budhemu itu, aku tahu pasti kamu kabur dari rumahnya 'kan?" Tuduhku.
Dahinya terlihat mengernyit entah apa yang tengah dia pikirkan saat ini, tetapi aku masih diam saja menunggu respon darinya.
" I-iya aku kabur dari rumah Budhe." Akhirnya jawaban yang sama dengan apa yang aku duga.
Aku menghembuskan nafas kasar, bagaimana ini? Sebaiknya aku bantu carikan tempat tinggal untuknya sementara ini, apalagi hari sudah malam.
Dan untuk selanjutnya entah ia ingin kemana lagi terserah saja, akan menetap di kota ini ataukah pulang kampung.
" Ayo ikut denganku." Ucapku yang langsung menarik tangannya, tetapi langsung di tepis tanganku, membuatku langsung tersadar dengan apa yang barusan aku lakukan.
" Oh, maaf." Sesalku kemudian, bagaimana bisa tanganku begitu nakal! Apa mungkin kareba berdekatan dengan gadis kecil ini sedikit membuatku gila dan juga telah membuat kinerja jantungku tidak normal, desahku di dalam hati.
" Sebentar ya." Pintaku agar dia menungguku di depan gerbang, sementara aku akan mengambil motorku yang aku parkirkan di dekat gedung madrasah.
Namun sebelum itu aku akan bicara pada pengurus madrasah untuk meminta ijin tidak bisa mengajar malam ini, untungnya ada Ustadz lain yang bisa menggantikanku.
Sebenarnya aku tidak ingin di panggil Ustadz oleh semua orang termasuk santriku, tetapi daripada berdebat lebih baik kubiarkan saja, aku memang paling malas jika harus di ajak berdebat.
Toch memang kenyataannya seperti itu, hanya saja sudah puluhan tahun ini aku menanggalkan statusku yang sebenarnya, karena suatu sebab.
" Ayo naik, aku tidak akan macam-macam, percayalah." Ujarku mencoba meyakinkannya agar ia percaya, walau awalnya ragu tetapi Anniyah akhirnya naik di jok belakang.
" Pegangan ya." Pintaku sedikit menggodanya sambil menoleh ke samping, tetapi ia hanya diam saja. Dari kaca spion aku bisa melihat kedua tangannya justru berpegangan pada jok besi belakang, membuatku menahan senyum, sungguh menggemaskan.
Aku semakin mengangguminya, apa ini yang di namakan puber kedua? Bahkan usiku saja belum genap tiga puluh lima tahun, aku hanya geleng-geleng kepala memikirkan sikapku gilaku sendiri.
Motor kubelokkan ke pekarangan bangunan dan berhenti di depannya, ini adalah kost-kostan milik Saiful temanku, sepertinya disini aman, aman dari siapapun termasuk Budhe Indhun yang tidak akan mungkin bisa menemukan Anniyah disini.
" Ayo turun." Ajakku tanpa menoleh padanya dan berjalan ke arah salah satu kost yang kosong.
Saat menyadari tidak ada suara langkahnya dari arah belakangku, aku pun berbalik dan ternyata Anniyah masih setia duduk di jok motor tanpa ingin turun, membuatku gemas sendiri, jika dia adikku atau bahkan istriku sudah aku gendong sedari awal.
Istri? Oh ayolah bukankah seorang pria di perbolehkan untuk memiliki istri lebih dari satu. Astaga sepertinya aku memang sudah tidak waras!
" Ayo, ngapain masih duduk disitu." Teriakku pelan. Aku sadar mungkin ia merasa tidak nyaman atau waspada sebab hanya ada kami berdua di tempat ini.
" Kamu tinggal disini saja ya malam ini, ini kost milik temanku, bentar aku hubungi dia sekarang." Terangku berjalan menjauhinya, aku angsung menghubungi Saiful untuk memakai salah satu unit kostnya.
" Hallo Assalamualaikum Ful, kamu ada di rumah sekarang? Aku mau menempati salah satu kost milikmu, minta kuncinya sekarang ya tolong anterin, aku sudah ada di depan kost milikmu ini. Cepatan sedikit ya.." Ujarku memaksa.
Biarlah yang penting Anniyah bisa beristirahat malam ini, walau tempatnya tidak terlalu mewah, tetapi yang penting dia aman dulu. Aku pun berjalan kembali menghampiri Anniyah setelah mengakhiri panggilanku.
" Sudah, temanku sedang berjalan kesini untuk mengantarkan kunci salah satu kost, kamu tidak apa-apa 'kan, jika tinggal sendiri disini?" Tanyaku hati-hati sekali, dan akhirnya ia pun mengangguk.
Alhamdulillah... entah karena apa aku langsung bersyukur dan merasa lega saat ia menuruti permintaanku.
Tak lama temanku Saiful pun muncul, aku langsung berjalan menghampirinya. Jangan sampai pria itu nanti bertanya sesuatu yang aneh-aneh, ataupun mencurigai kami.
" Makasih Ful, urusan bayar belakangan ya." Aku langsung mengambil kunci dan ingin melangkah pergi untuk segera membuka kost tersebut, namun Saiful memanggilku membuatku menghentikan langkah.
" Ziz, siapa gadis itu? Calon istri mudamu ya?" Tuduhnya tanpa bertanya lebih dulu padaku, membuatku terperangah...
Apa katanya tadi, istri mudaku?!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Ennyyl
waduh SDH punya anak
2022-09-03
3