Anniyah_ PoV
*
Aku keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri ala kadarnya, sebab hari sudah malam takut terkena rematik di usiaku yang masih belia ini, 'kan nggak lucu masih muda tapi tubuhnya seperti nenek-nenek, pegel linu!
Sedangkan Bang Aziz tengah menunggu di teras depan, entah sedang apa aku pun tidak bertanya. Tubuhku terlihat lebih segar dari sebelumnya aku pun berjalan ke depan untuk menemui Bang Aziz yang ternyata sedang duduk di kursi bambu menatap segerombolan anak kecil yang sedang bermain di teras rumah depan.
Keadaan di dalam kost yang hanya berukuran persegi itu hanya ada kasur busa kecil, dan lemari pakaian kecil lalu di ujung belakang sana ada kamar mandi, lalu di sampingnya ada apur yang masih kosong tidak ada barang lainnya.
" Bang terima kasih atas semua bantuannya." Ujarku begitu keluar di depan pintu.
Aku melihat Bang Aziz menolehku sekilas lalu menunduk kembali, seperti menghindar tidak seperti tadi saat bertemu di masjid.
Apa karena aku tidak memakai jilbab ya, dia jadi seperti itu? Sebab jilbab yang tadi aku pakai, aku langsung cuci supaya besok bisa di pakai lagi, siapa tahu besok akan keluar rumah.
Sebab sudah lama sekali jilbab itu belum aku cuci hanya tergantung terus di gantungan belakang pintu kamar, aku pakai kalau akan pergi keluar saja, sedangkan aku kemarin seharian berada di rumah Budhe.
" Sudah selesai mandinya? Kenapa jilbabnya tidak di pakai lagi? Sepertinya kamu lebih cocok memakai jilbab." Sahutnya seolah nadanya memberi perintah padaku.
Jadi benar karena masalah aku tidak memakai jilbab, dia jadi tidak menatapku seperti tadi, tapi bagaimana lagi aku tidak mempunyai jilbab lainnya saat ini.
Sebenarnya aku juga merasa lebih nyaman berjilbab daripada tidak memakai seperti ini, terlebih kondisi rambutku yang tidak berbentuk ini, membuatku malu saja.
Apa aku perlu memakai handuk untuk di lilitkan di atas kepalaku ya? Sepertinya begitu lebih baik.
Aku pun memutar tubuh akan masuk kembali ke dalam, namun Bang Aziz memanggilku.
" Eh mau kemana? Ayo sini makan dulu, ini sudah Abang belikan nasi bungkus." Panggilnya sembari menunjuk ke arah kantong kresek berwarna hitam yang diletakkan di samping duduknya.
" Mau ambil handuk dulu Bang."
" Buat?"
" Buat nutupin kepalaku ini, supaya Abang nyaman. Soalnya jilbabku yang tadi basah aku cuci, sebentar ya." Tak perlu menunggu jawaban darinya aku pun melangkah masuk menuju kamar mandi lalu melilitkan handuk itu di atas kepalaku.
Setelahnya aku kembali keluar, jujur aku sangat lapar sekali sedari tadi.
Aku menyuruh Bang Aziz masuk ke dalam, tidak mungkin 'kan kami akan makan di depan teras, terlebih penghuni kost di samping kanan kiriku ternyata sudah berpenghuni mungkin mereka baru pulang dari bekerja. Rasanya aku juga pengen cepat dapat kerjaan.
Kami duduk beralaskan karpet kecil tepat di samping pintu depan, setelah selesai makan Bang Aziz mau pamitan pulang karena malam semakin larut, namun sebelum itu aku harus bicara terlebih dahulu padanya. Aku juga tidak ingin merepotkannya terus-terusan.
" Bang nanti kalau Niyah sudah mendapatkan pekerjaan, uang yang Abang keluarkan untukku akan aku ganti, terima kasih sekali lagi." Ujarku serius tanpa ingin menatapnya, entah mengapa hanya berdua saja dengan seorang pria membuat jantungku berdebar, semoga Bang Aziz tidak mendengarkan bunyi jantungku yang bertalu-talu ini.
Untungnya tempat duduk kami agak berjauhan, pakaianku juga tertutup semua kaos lengan panjang dan memakai celana panjang berbahan kain, semua pakaianku seperti itu, yang pendek-pendek tidak aku bawa.
" Tidak perlu di pikirkan Abang ikhlas membantu, memangnya mau bekerja dimana? Disini mau mencari pekerjaan susah, nanti coba Abang bantu, kamu mempunyai ijasah?" Tanyanya, aku pun langsung menoleh menatapnya walau sekilas.
" Ijasahku hanya tamatan SD Bang?" Cicitku sambil menunduk.
" Kalau hanya tamatan SD agak susah nyarinya, tapi besok coba Abang carikan, sekarang kamu istirahat saja. Besok Abang datang lagi, jangan lupa setelah Abang pergi tutup pintu lalu kunci dari dalam, jangan di cabut kuncinya." Pesannya padaku, aku hanya bisa mengangguk mengerti.
Ternyata dia juga sangat perhatian, entah mengapa aku justru merasa nyaman ada di dekatnya, " Terima kasih Bang." Seruku sebelum dia pulang.
*
Satu minggu berlalu, hari-hariku seperti biasa hanya makan tidur, tanpa ada kegiatan apapun. Bang Aziz juga setiap hari datang ke kost membawa makanan untukku pagi, siang, malam. Apa dia tidak mempunyai kekasih? Atau belum beristri setiap hari datang kemari.
Cuaca di luar sana mendung sepertinya akan turun hujan, malam ini seharusnya ada acara di masjid dan mushola. Kalau di kampungku namanya megengan. Magengan adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa dalam menyambut bulan suci Ramadan. Tradisi ini disebut sebagai ritual mapag atau menjemput awal bulan puasa.
Tradisi ini dilakukan dengan berkumpul bersama, makan bersama, hingga membaca zikir dan tahlil untuk arwah keluarga kita yang sudah wafat.
Yang artinya esok hari adalah bulan Ramadhan, aku sedih sekali tidak bisa berkumpul dengan semua anggota keluargaku.
Hanya sahur sendirian di rumah, tentu saja keluargaku yang lain tidak ada yang berpuasa, sudah ku bilang 'kan keluargaku bukan keluarga yang agamis.
Beruntungnya Ibuku selalu bangun tepat pukul tiga pagi atau empat pagi setiap hari, jadi aku tidak bangun sendirian.
Tetapi aku paling suka jika di kampung, pagi hingga siang harinya aku dan satu temanku akan pergi ke hutan untuk mencari apa saja yang bisa di jual di warung, malam harinya kami shalat terawih bersama, pagi hari seusai shalat subuh kami akan jalan-jalan pagi sampai hari sudah terang barulah kami pulang ke rumah masing-masing.
Jika disini aku tidak akan bisa melakukan semua itu.
Saat tengah membayangkan suasa di kampungku, tiba-tiba terdengar bunyi ketukan di pintu dari luar, itu mungkin Bang Aziz, aku pun bergegas membukakan pintunya.
Dan benar saja dia yang datang dengan memakai jas hujan dengan menenteng kantong keresek hitam di tangan kanannya itu pasti isinya adalah makanan untukku.
Apa di luar sudah hujan? Kenapa dia memakai jas hujan? Jas hujannya juga nampak basah, tetapi di luar belum hujan, gerimis saja belum.
" Masuk Bang, kok Abang sudah basah kuyup?" Ajakku mempersilahkan dia masuk, setelah melepas jas hujannya dan meletakkannya di kursi bambu depan ia lalu melangkah masuk.
" Iya, di dekat rumah Abang sudah hujan deras sekali disana, ini makanlah dulu." Sahutnya sambil menyodorkan kresek hitam itu padaku. Aku pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
" Bang sebenarnya Abang tidak perlu terus terusan datang kesini hanya untuk membelikan aku makanan. Aku masih punya uang tabungan kok, ya walaupun tidak banyak juga." Ujarku sungguh merasa tidak enak hati.
" Nggak apa apa, Abang seneng kok membantu. Kamu 'kan disini sendirian, nggak punya sanak saudara, punya pun seperti Mbak Indhun wataknya seperti itu." Balasnya sembari memberikan senyumannya yang cukup manis.
Beberapa detik tubuhku menegang bahkan jantungku cukup berdebar hanya melihat senyumannya itu. Haduchh, aku pasti sudah mulai gila..
" Oh iya, besok kamu puasa?" Tanyanya membuatku langsung tersadar.
" Insya Allah Bang." Setelahnya aku menikmati makanan yang di belikan Bang Aziz, malam ini ia membelikanku nasi padang, enak sekali rasanya, baru kali ini aku makan makanan seperti ini seumur hidupku.
Di saat aku sedang menikmati makanan, dan Bang Aziz sibuk dengan ponsel genggamnya, tiba-tiba ada suara orang berteriak dari luar, Bang Aziz dan aku pun langsung keluar untuk melihatnya, ada beberapa orang yang datang ke kostku. Entah mereka mau apa?
" Tuh 'kan Pak lihat, mereka mau berbuat mesum disini." Ucap seorang Ibu-ibu menunjuk pada kami, membuatku sedikit ketakutan. Aku belum pernah berada di situasi seperti sekarang.
" Jadi apa benar yang di katakan Ibu ini?" Tanya seorang pria pada kami yang ternyata adalah Pak RT di lingkungan ini.
" Maaf Pak, itu tidak benar, kami hanya_
" Sudah jangan mengelak lagi, aku melihat sendiri kamu setiap hari datang kemari pagi, siang, malam. Untuk apa jika tidak berbuat mesum di dalam.!" Tambh Ibu-ibu yang lain, yang membuatku semakin shock.
" Iya itu benar."
" Usir saja mereka, jika tidak memiliki hubungan."
Dan banyak lagi suara Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak di luar sana, aku hanya bisa diam, tidak tau harus berbuat apa. Bang Aziz juga nampaknya sedang kebingungan untuk menjawab pertanyaan mereka semua.
" Sudah nikahkan saja mereka." Cetus salah seorang dari mereka.
Degh!!..
Apa, menikah?
" Sudah-sudah semuanya harap tenang. Jadi begini Mas siapa namanya?" Tanya Pak RT itu pada Bang Aziz.
" Nama saya Aziz Pak." Jawabnya gelisah.
" Baiklah, Mas Aziz banyak yang melaporkan Mas datang kesini setiap hari tanpa ada yang tahu status kalian, jadi Mas dan Mbaknya bisa ikut saya ke rumah, agar masalah ini cepat selesai." Pinta Pak RT pada kami dengan sopan.
Kami pun hanya bisa pasrah mengikuti kemauan mereka semua. Sungguh ini adalah malam yang tidak pernah aku bayangkan seumur hidupku harus di gerebek warga seperti ini. Padahal kami tidak melakukan hal yang di tuduhkan mereka pada kami, ujianmu sungguh berat Ya Allah...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Eika
Tabah menghadapi cobaan ya Niyah,
walaupun terpaksa semoga dinikahi Aziz menjadi jalan bahagia untukmu 😘
2022-07-15
3