Anniyah_ PoV
*
Sudah berjalan hampir setengah jam-an akhirnya aku sampai di jalan besar, aku merasa begitu lega sekali, seperti terbebas dari kandang macan betina.
Astagfirullah.. Maaf Budhe, tapi kamu memang seperti macan betina bagiku.
Ternyata hari sudah hampir maghrib, aku pun berniat istirahat di masjid terdekat sini sambil menunaikan shalat maghrib, jika di pikir-pikir sholatku bolong-bolong selama ini, bagaimana tidak, Budhe selalu menyuruhku ini, itu tanpa mengenal waktu. Dan aku juga bukan terlahir dari keluarga yang agamis.
Setelah berwudlu aku langsung mengenakan mukenaku sendiri, mukena berwarna putih kecoklatan mungkin karena sudah lama sekali ukurannya pun sudah kecil, mengingat tubuhku yang semakin tumbuh besar.
Begitu selesai menunaikan shalat, aku mencari tempat duduk, rasanya lemas sekali dan baru ingat jika seharian ini aku sama sekali belum makan apapun. Aku menoleh ke kanan kiri siapa tau aku menemukan penjual apapun, cilok, gorengan bakwan atau apapun yang biasa mangkal di masjid, tetapi aku tidak menemukannya.
Akhirnya aku pun beranjak akan berjalan keluar berniat untuk mencari makanan di warung, beruntung aku mempunyai uang simpanan yang selama ini aku simpan, mungkin tidak banyak. Tetapi aku yakin bisa untuk mengganjal perutku jika lapar dan haus.
" Anniyah..."
Baru beberapa langkah berjalan ada seseorang yang memanggilku dari arah belakang, walaupun aku tau nama Anniyah mungkin bukan hanya diriku saja, tetapi aku menghentikan langkahku tanpa menoleh ke belakang.
" Anniyah, Tunggu!" Terdengar suara bariton kembali memanggilku.
Dan begitu memang namaku yang di panggil aku pun menoleh ke arah sumber suara untuk melihat siapa yang memanggilku barusan.
Degh!!
Ternyata dia adalah pria yang tadi siang makan di warung Budhe, pria yang sempat bersitatap denganku. Pria bernama Aziz kata Mbak Narmi, sebab aku memang tidak mengenalnya, hanya saja aku tau jika dia setiap hari datang untuk makan siang di warung.
Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, mau pergi saja tetapi rasanya kaki ini sulit sekali di gerakan, mau menetap disini tetapi aku sangat malu.
" Ternyata benar itu kamu. Mau kemana kok bawa-bawa tas?" Tanyanya curiga, tentu saja siapa yang tidak akan curiga aku membawa tas dan berakhir di tempat ini, tempat yang lumayan jauh dari rumah Budheku.
Tanpa ingin menjawab pertanyaannya, aku berusaha mengangkat kakiku yang entah bagaimana rasanya bisa begitu berat untuk melangkah. Aku hanya ingin menghindar dari pria itu, aku takut dia akan melaporkanku pada Budhe atau lebih parahnya akan membawaku kembali kesana. Lebih baik cepat kabur darinya.
Hingga entah mendapatkan kekuatan darimana, kakiku berhasil melangkah berjalan ke arah gerbang masjid. Tetapi lagi-lagi pria itu memanggilku. Aku sempat heran darimana dia tau namaku? Ah! Mungkin saja dia sering mendengar saat Budhe memanggilku atau Mbak Narmi, itu sudah tidak perlu di pertanyakan lagi.
" An tunggu dulu. Kamu mau kemana? Sini biar aku antarkan." Ucapnya lagi pantang menyerah walaupun sudah di cueki juga. Dan lebih parahnya lagi, kini ia berhasil menghadang jalanku, membuat langkahku terhenti.
" Jangan takut, aku tidak akan melaporkanmu dari Budhemu itu, aku tahu pasti kamu kabur dari rumahnya 'kan?" Tebaknya yang tepat sasaran.
Dahiku mengernyit sekilas menatapnya, bagaimana pria itu bisa tau jika aku sedang kabur dari rumah Budhe saat ini? Apa dia seorang dukun? Aah!.. tentu saja bukan! Masa ada seorang dukun yang mengerjakan shalat?
Kamu bodoh sekali Niyah, hanya dengan melihat penampilanmu saja serta tas yang kamu bawa itu, pasti semua orang juga tau jika, kamu barusan pergi dari rumah. Hanya saja mungkin pria bernama Aziz ini sedikit peka, atau memang mengetahui sedikit masalah yang terjadi di warung Budhe tadi.
" I-iya aku keluar dari rumah Budhe." Jawabku akhirnya sedikit menjelaskan. Mau bagaimana lagi dia sudah tau, untuk apa di tutup-tutupi lagi.
Terdengar dia menghembuskan nafas kasarnya." Ayo ikut denganku." Pria itu menarik tanganku tanpa sadar, aku langsung menepisnya.
" Oh, maaf." Sesalnya menatapku kembali.
Aku berjalan keluar gerbang masjid, sementara pria bernama Aziz itu mengambil motornya lalu berhenti di depanku.
" Ayo naik, aku tidak akan macam-macam, percayalah." Ujarnya mencoba merayuku.
Setelah beberapa saat kami saling rayu dan menolak, pada akhirnya aku pun naik di boncengan belakang motor milik Bang Aziz setelah menimang-nimang, walau awalnya ragu tetapi aku mencoba untuk mempercayainya. Toch memang sekarang aku sangat membutuhkan bantuan dari orang lain.
Bukan untuk meminta di kasihani, hanya saja kalau lama berada disini, takutnya Budhe atau orang yang mengenal Budhe melihatku, celakalah aku.
" Pegangan ya." Pintanya sambil menoleh ke samping, aku hanya diam saja tidak ingin menyahut.
Memangnya dia siapa nyuruh-nyuruh gitu, dia pikir aku akan memegang pinggangnya seperti di adegan dalam sinetron-sinetron yang di tayangkan di televisi gitu, jangan harap!
Mentang-mentang sudah membantuku lalu ingin memanfaatkan begitu! Tas milikku aku letakkan di tengah-tengah sebagai pembatas di antara kami.
Sepanjang perjalanan yang entah menuju kemana, aku hanya diam saja dengan berpegangan erat pada jok besi motor belakang, seperti kataku tadi aku tidak akan mau memegang pinggangnya. Lalu aku berpikir, aku tidak punya saudara lain disini selain Budheku, dan sekarang aku hanya sendirian di kota besar ini, sungguh aku bingung harus bagaimana untuk menjalani hidup setelah ini.
Jika aku pulang apa yang harus aku katakan pada Ibu dan Bapak? Tetapi jika menetap dikota besar ini, aku mau kerja apa, ijasah saja aku tidak punya, hanya tamatan SMP, mana ada orang yang mau mempekerjakan orang sepertiku. Namun jika hanya bersih-bersih rumah atau mencuci pakaian aku bisa mengerjakannya, karena setiap hari memang itu adalah pekerjaanku sehari hari jika di rumah.
Namun jika bekerja yang lain, mana aku bisa, apa sebaiknya aku mencari lowongan pekerjaan sebagai tukang bersih-bersih di rumah orang kaya? Pasti aku bisa menemukannya nanti.
Tiba-tiba motor yang di kendarai Bang Aziz belok ke pekarangan bangunan dan berhenti di depannya, membuatku langsung tersadar yang sedari tadi sedang melamun sambil memikirkan sesuatu, mau apa dia mengajakku kesini? Ini seperti kost-kostan karena bangunan itu semuanya nampak sama bentuknya hanya di sekat-sekat tembok sebagai pembatas hingga sampai ke teras depan.
Kenapa pria ini membawaku kemari ya? Aku harus selalu waspada pada orang lain, terlebih makhluk spesies di sebelahku itu sudah tertanam jiwa kebuasannya.
Sebab seorang pria tetaplah akan menjadi buaya dimana-mana, tidak mungkin berubah menjadi kupu-kupu yang cantik! Bisa juga berubah menjadi kumbang yang siap menghisap madu wanita.
" Ayo turun." Titahnya tanpa menoleh ke arahku, dan terus berjalan ke arah bangunan kost-kostan tersebut.
Sedangkan aku masih setia duduk di jok belakang motor tanpa ingin turun, " Ayo, ngapain masih duduk disitu." Ujarnya kembali, aku menatap kesekeliling bangunan yang terlihat cukup sepi walau lampunya terang benderang di setiap bangunan kost satu dengan yang lain, membuatku sedikit takut, apalagi kami hanya berdua saja di tempat ini.
" Kamu tinggal disini saja ya malam ini, ini kost milik temanku, bentar aku hubungi dia sekarang." Terangnya memberitahuku, berjalan agak sedikit menjahuiku.
Apa? Jadi dia mencarikan tempat untuk aku beristirahat malam ini. Aku sebenarnya tidak mau, akan protes, aku tidak ingin merepotkannya lagi, tetapi ucapanku sama sekali tidak di dengar oleh pria itu.
" Sudah, temanku sedang berjalan kesini untuk mengantarkan kunci salah satu kost, kamu tidak apa-apa 'kan, tinggal sendiri disini?" Tanyanya terdengar hati-hati sekali padaku.
Membuatku sulit untuk menjawabnya, bahkan aku menatap wajahnya sedikit lama, dan sepertinya dugaanku salah mengenai pria ini, ternyata dia adalah orang baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Eika
Jalan bertemu jodohmu Niyah. Semoga Aziz orang yg berbudi baik 🙂
2022-07-15
3