Aziz_PoV
*
Tengah malam aku terjaga, ku lihat jam di dinding menunjukan pukul dua dini hari, sebaiknya aku bangun sekalian sahur. Ku lihat Nikmah sudah tidak ada di sampingku pasti dia sedang memanasi makanan di dapur.
Aku segera turun dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka, setelahnya keluar kamar menuju ke meja makan, disana kulihat Nikmah sedang berkutat di dapur, aku pun berniat membantunya agar cepat selesai.
" Sini Abi bantuin!" ujarku tiba-tiba.
" Abi ngagetin aja! Kok sudah bangun?" tanyanya terkejut saat menoleh dan menatapku. Aku hanya tersenyum sambil mengangkat nasi yang sudah selesai di panaskan dan di pindahkan ke dalam mangkok nasi lalu kuletakkan di atas meja makan, lalu kemudian aku berjalan mengambil beberapa piring dan sendok kutata sekalian di masing-masing depan kursi.
Setelah selesai aku berjalan menghampiri istriku kembali," Mau di bantu apalagi?" tanyaku di sampingnya.
" Sudah di tata ya? Eum, Abi bangunkan anak-anak saja. Ini sudah hampir selesai kok sebentar lagi." ujarnya padaku.
Tanpa di minta dua kali aku langsung berjalan ke arah dua kamar membangunkan anak-anak untuk sahur, " Mus, Hilda bangun nak, ayo makan sahur." ujarku mengusap kedua kepala putriku-putriku. Mereka pun langsung bangun dan berjalan masuk bergantian ke kamar mandi untuk mencuci muka.
Lalu aku beralih ke kamar depannya, kedua putraku tidur tidak beraturan, yang satu kepalanya di bawah sandaran ranjang, yang satunya lagi kepalanya ada di bawah, aku menggeleng-gelengkan kepala tersenyum geli melihat tingkah keduanya.
" Aidan, Zikri bangun, sudah waktunya makan sahur, ayo nanti waktunya habis." ujarku menepuk kedua pundak mereka berdua secara bergantian, keduanya pun mengeliat dan Aidan mulai beringsut duduk. " Ayo cepat Zikri." panggilku lagi saat melihat putra bungsuku itu justru tidak bangun-bangun, membuatku gemas sendiri.
Akhirnya semuanya sudah duduk di meja makan, setelah sedikit drama yang di buat oleh si bungsu tadi, namun saat baru akan menyuap nasi ke dalam mulut, terdengar ponselku berdering sangat nyaring di dalam kamar.
" Semuanya habiskan makanan kalian. Abi akan mengeceknya." titahku sebelum berdiri meninggalkan mereka semua yang akan memulai menyuap.
Aku pun langsung beranjak bangun dan berjalan cepat ke kamar untuk melihat siapa orang yang menelfonku di jam segini, jangan-jangan panggilan penting. Aku langsung menyambar ponsel yang ada di kabinet dinding dan seketika dahiku mengkerut saat melihat sebuah nomor baru tetapi rasanya tidak asing di ingatan. Saat akan mengangkatnya panggilan itu sudah berakhir, dan tak lama nomor baru itu kembali menelpon tanpa menunggu lama aku langsung mengangkat panggilan tersebut.
" Assalamualaikum.." sapaku saat panggilan sudah terhubung.
" Wa'alaikum salam, Ziz apa benar ini nomormu? Gimana kabarmu? Aku ada di kota ini sekarang ada di masjid besar Al-Akbar, kalau sudah selesai makan bisa kesini?" ujar suara seorang pria yang sangat aku kenali selama hidupku.
" Cacak ada disini? Tunggu aku akan datang sekarang!" sahutku bergegas mengganti pakaian dan mengambil tas kecilku tak lupa juga menyambar kunci sepeda motor kesayanganku sebelum keluar dari kamar.
" Abi mau kemana sudah rapi?" tanya Nikmah saat melihatku berjalan ke arah mereka, begitu pun dengan anak-anak semuanya langsung menoleh ke arahku.
" Maaf Abi ada perlu di luar, Umi sama anak-anak makan yang banyak, hati-hati di rumah ya." ujarku sembari mengusap bergantian puncak kepala anak-anakku dan mereka pun menyalami tanganku bergantian.
" Tapi 'kan Abi belum makan sahur?" cegah Nikmah menatapku.
" Aku juga mengusap puncak kepalanya, " Nanti Abi makan di luar," Aku mencondongkan sedikit kepalaku untuk bisa lebih dekat ke samping kepala Nikmah." Cacak ada disini, menungguku." bisikku, yang membuat Nikmah pun mengangguk paham, lalu aku kembali menjauhkan diri.
" Baiklah Abi berangkat sekarang, Assalamualaikum.." pamitku sebelum pergi.
" Wa'alaikum salam, hati-hai Abi." jawab mereka serempak. Aku hanya membalas dengan senyuman lalu berbalik berjalan cepat ke arah pintu dan membuka kuncinya setelahnya aku berjalan mengambil motor menuntunnya keluar.
Sebelum pergi aku sempat melihat Nikmah yang sednag berdiri di ambang pintu, aku hanya tersenyum sebelum melajukan motorku dan meninggalkan pekarangan rumah.
Di sepanjang perjalanan menuju ke Masjid tak henti-hentinya aku berpikir ada apa dengan Cacak yang tiba-tiba ada di kota ini? Semoga tidak terjadi apa-apa!
Sesampainya di Masjid aku langsung memarkirkan motorku di parkiran khusus roda dua, dan bergegas berjalan mencari Cacakku berada, entah dimana dia aku sudah berkeliling mencarinya namun tidak juga menemukannya.
Saat akan berjalan masuk, dari arah depan ada seseorang yang memanggilku, dan aku sangat mengenali suara tersebut, yang tidak lain adalah suara orang yang sedang aku cari sedari tadi.
" Aziz! Kamu sudah sampai?" ujar Cacakku berjalan ke arahku sembari menenteng kantong kresek, entah berisi apa itu aku hanya sekilas meliriknya.
Kami pun akhirnya duduk di warung yang ada di seberang Masjid untuk makan sahur, kebetulan warung ini memang buka di waktu jam segini saat Ramadhan tiba, apalagi letaknya yang memang pas di depan Masjid membuat siapa saja musafir yang belum makan sahur pasti ajab mampir ke warungnya. Pintar sekali pemilik warung makan ini, pujiku dalam hati.
" Jadi ada apa Cacak datang kesini? kuharap semuanya baik-baik saja." tanyaku sesudah makan dan menatap serius ke arah depan, dimana Cacak kandungku itu duduk di hadapanku.
" Pertama aku datang kesini, karena mengantar pesanan orang langgan4n kami tak jauh dari sini. Dan yang kedua seperti dugaanmu, aku datang kemari ingin bertemu denganmu di saat seperti ini pasti ada maksud tertentu dan yang kau harapakan itu tidak terjadi nyatanya aku datang kesini hanya ingin menyampaikan bahwa Abah sakit sudah hampir seminggu ini." terang Cak Arga padaku.
" ABAH SAKIT!! sakit apa Cak?" tanyaku sedikit panik, tak menyangka bahwa Abah kandung kami sedang sakit, mungkin karena faktor umur juga yang menyebabkan beliau seperti ini.
" Sebenarnya Abah sakit saat mendengar kamu menikah lagi, apa itu benar?" tanya Cak Arga menatapku menyelidik.
Degh!! APA!!
" Ba-bagaimana Abah tahu? Cacak tahu pernikahanku darimana?" tanyaku begitu terkejut, tidak menyangka kabar pernikahanku bersama Anniyah yang sembunyi-sembunyi tanpa ada banyak orang yang tahu justru bisa sampai ke telinga Abah. Pertanyaannya, bagaimana bisa? Pasti ada seseorang yang memberitahu beliau, Saiful kah? Tetapi sepertinya tidak mungkin.
" Jadi itu benar! Kamu seperti tidak mengenal Abah saja? Apa karena kalian sudah lama tidak bertemu sehingga membuatmu melupakan Abah? Bahkan banyak orang yang mengenalnya di kota ini jika kau lupa Adik?" godanya yang membuatku langsung tersadar, aku melupakan hal itu sejenak karena saking paniknya tadi.
" Jadi bagaimana? kapan kau akan membawa dan mengenalkannya pada Abah dan Umma. Sepertinya mereka sangat menunggu kedatangan kalian berdua, yang artinya Abah sudah mengetahui latar belakang gadis belia yang kau nikahi itu." ujar Cak Arga yang kembali menggodaku.
Aku langsung menghela nafas kasar, aku bahkan melupakan siapa sebenarnya Ayah kandungku ini. Tidak akan sulit bagi Abah kami untuk mengetahui orang baru, walau beliau sama sekali tidak mengenalnya bahkan belum pernah bertemu dengan orang tersebut sekalipun.
.
.
.
.
.
.
.tbc
Mohon dukungan dari semuanya, tekan like dan favoritenya,, dan juga hadiahnya jangan lupa..🌷🌷🌷
Terima kasih sudah mampir membaca, maaf kalau masih banyak typo dimana-mana.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments