Setelah selesai melihat matahari terbenam, Bumi dan Senja berencana pulang ke rumah masing-masing. Tak seperti hari biasanya, kali ini Bumi menyetir mobilnya sendiri tanpa asistennya.
“Senja,” panggil Bumi sebelum Senja masuk ke dalam mobilnya. Kebetulan mereka memarkirkan mobil bersebelahan.
“Ada apa?” tanya Senja.
“Hati-hati menyetir mobilnya. Langsung pulang ke rumah,” kata Bumi berpesan pada Senja.
“Iya, Tuan Muda,” sahut Senja sambil terkekeh.
Mereka pun masuk ke dalam mobil masing-masing. Bumi belum menyalakan mesin mobilnya. Ia sengaja menunggu Senja terlebih dahulu. Senja menyalakan mobilnya, tapi mesinnya tiba-tiba mati sendiri. Senja mencoba menghidupkan lagi mesin mobilnya. Hasilnya tetap sama saja. Mobilnya tak mau jalan juga.
Bumi sadar mobil Senja sepertinya mogok. Ia pun keluar menghampiri mobil Senja. Senja menurunkan kaca mobilnya saat Bumi datang padanya.
“Kenapa mobilmu?” tanya Bumi.
“Entahlah. Tidak bisa nyala mesinnya,” jawab Senja.
“Bensinmu tidak habis kan?” tanya Bumi lagi.
“Hei, tentu saja tidak! Bikin malu saja kalau mobilku sampai kehabisan bensin,” gerutu Senja.
“Ya siapa tau,” ucap Bumi.
Kemudian Bumi mencoba membuka kap depan mobil Senja. Ia memeriksa bagian mesin mobil Senja. Senja hanya bersandar pada mobil Bumi sambil memperhatikan pria itu bekerja.
Dia memang tampan. Kalau sedang memperbaiki mobil seperti ini, ketampanannya meningkat tiga kali lipat. Puji Senja dalam hati.
“Mesinnya rusak, tidak ada alat memperbaikinya. Harus dibawa ke bengkel,” kata Bumi sambil menutup lagi kap mobil Senja.
“Lalu bagaimana aku pulang?” tanya Senja dengan wajah sedih.
“Aku akan mengantarmu. Mobilmu nanti biar Jef yang mengurusnya. Ayo ikut ke mobilku!” ajak Bumi.
Dengan berat hati terpaksa Senja meninggalkan mobil kesayangannya disana. Mereka pun pulang bersama dengan mobil Bumi.
Di sepanjang jalan menuju ke rumah Senja, mereka lebih banyak diamnya. Senja yang biasa banyak bicara kini lebih diam. Ia sedang menutupi rasa canggungnya saat satu mobil dengan Bumi, apalagi saat ini mereka hanya berdua saja. Sejujurnya, dari tadi jantungnya berdegup lebih kencang saat duduk di sebelah Bumi. Sesekali ia akan curi-curi pandang melihat Bumi yang fokus menyetir mobilnya.
“Ngomong-ngomong kenapa kau tidak bertanya alamatku? Memangnya kau tau aku tinggal dimana?” tanya Senja memecah kesunyian di antara mereka.
“Tau,” jawab Bumi singkat.
“Dimana coba?” tanya Senja lagi mengetes Bumi.
“Lihat saja nanti kita akan sampai dimana,” jawab Bumi.
“Jawab dulu dimana! Nanti kau salah alamat lagi,” desak Senja.
“Tidak akan, aku pernah kesana dengan ayahku,” kata Bumi.
“Kapan kau kesana? Kenapa aku tidak tau?”
“Waktu itu kau masih kuliah di luar negeri, makanya kau tidak tau.”
“Ohhh....” ucap Senja sambil manggut-manggut.
Tak lama mobil pun tiba di kawasan rumah Senja. Rencananya Bumi ingin mengantarkan Senja sampai ke depan rumahnya, tapi Senja menolak. Ia meminta Bumi mengantarnya sampai depan gerbang saja, tidak perlu masuk ke dalam.
“Kenapa kau tidak ingin aku masuk?” tanya Bumi yang aneh dengan sikap Senja.
Nanti kalau mama lihat bisa bahaya. Pasti akan banyak pertanyaan yang mama ajukan, kenapa aku bisa diantar pulang dengan calon Kak Nesya. Tidak mungkin aku jawab karena kita habis melihat matahari terbenam bersama. Batin Senja.
“Tidak apa-apa. Aku ke dalam sendiri saja. Kau cukup mengantarku sampai disini saja. Terimakasih ya, sudah mengantarku. Aku berhutang budi padamu. Lain kali aku traktir kau makan, deh,” kata Senja dengan sumringah.
“Baiklah, terserah kau saja.”
“Aku turun dulu. Hati-hati di jalan, langsung pulang ke rumah, ya,” kata Senja meniru perkataan Bumi.
Ia pun segera turun dari mobil itu lalu masuk ke dalam gerbang rumahnya. Setelah memastikan Senja masuk ke rumahnya, barulah Bumi meninggalkan tempat itu.
Dari belakang ada sebuah mobil berwarna merah yang memperhatikan mobil Bumi sejak mobil itu sampai di depan rumah Senja. Pengemudi mobil di dalamnya dapat melihat dengan jelas Senja turun dari mobil Bumi. Pengemudi mobil itu adalah Nesya.
Nesya hendak ke rumah Senja untuk bertemu dengan Liliana. Ia berencana mengantarkan langsung tas dan sepatu koleksi butiknya yang sudah dipesan oleh Liliana, ibu Senja.
Nesya cukup terkejut melihat Senja turun dari mobil Bumi. Bumi bukanlah orang yang sering menyetir mobilnya sendiri. Biasanya ia selalu bersama sang asisten. Tapi kini, mengapa dia bisa berduaan saja dengan Senja di dalam mobil? Lalu apa yang membuat Bumi meluangkan waktunya yang sangat padat itu untuk mengantar Senja pulang ke rumah? Terlintas rasa curiga di benak Nesya pada sepupunya itu. Ia harus mencari tau ada hubungan apa di antara mereka berdua.
Nesya pun melanjutkan niatnya untuk datang ke rumah Senja bertemu Liliana. Kalau memungkinkan, ia ingin cari tau sekalian kenapa Senja bisa diantar pulang oleh Bumi barusan.
"Hai, Tante. Ini aku bawakan pesanan, Tante," kata Nesya sembari memberikan paper bag berisi tas dan sepatu pesanan Liliana.
"Ya ampun, kau sampai repot-repot mengantarnya. Padahal kau kan bisa suruh pekerjamu yang mengantarnya, Sayang." Liliana pun mengambil paper bag yang diberikan oleh Nesya.
"Tidak apa-apa, Tante. Sekalian mengunjungi Tante. Oh iya, kok sepi sekali? Apa Om Andika dan Senja masih di kantor?" tanya Nesya berpura-pura. Padahal dia sudah tau kalau Senja sudah pulang ke rumahnya.
"Om Andika masih di kantor. Masih ada urusan kerjaan katanya, Sayang. Kalau Senja baru saja pulang. Kau tidak bertemu dia tadi di depan?"
"Tidak, Tante. Saat aku masuk kesini, aku tidak lihat ada mobil Senja di depan. Makanya aku pikir Senja belum pulang dari kantor."
"Masa sih tidak ada mobilnya? Lalu anak itu naik apa? Hmm...mungkin mobilnya sudah dimasukkan security ke dalam garasi mobil."
"Mungkin, Tante."
Jelas saja mobilnya tidak ada. Tadi kan dia pulang diantar Bumi. Umpat Nesya dalam hati.
***
Sementara itu Senja di kamarnya baru selesai mandi. Setelah berpakaian ia merebahkan dirinya ke atas tempat tidur untuk meregangkan otot-ototnya yang sudah lelah.
Selintas ingatannya tentang Bumi kembali muncul di pikirannya. Ia masih tidak menyangka saja mereka sudah dua kali menghabiskan waktu bersama untuk menyaksikan matahari terbenam. Siapa sangka, pria yang bertemu dengannya secara tidak sengaja itu kini menjadi semakin dekat dengannya.
"Dulu saja kita saling bermusuhan dan tak mau bertemu lagi di lain waktu, sekarang kita malah menyempatkan diri bertemu untuk melihat matahari terbenam. Betapa lucunya takdir ini."
Senja berguling ke samping dengan posisi menelungkup. Kedua tangannya ia letakkan di dagu untuk menopang wajahnya. Bagaimanapun posisinya, tetap saja yang ia ingat adalah Bumi Langit Dirgantara.
"Malaikat Pelindungku? Ah, konyol sekali! Bagaimana mungkin saat itu aku menyebutnya sebagai Malaikat Pelindungku?"
Senja tergelak sendiri mengingat kekonyolannya waktu itu. Saat dimana Bumi menyelamatkannya dari Riko, lalu dia secara spontan menyebut Bumi sebagai Malaikat Pelindungnya.
Entah bagaimana nasib Riko setelah kejadian malam itu, Senja pun tidak tau. Yang jelas semenjak kejadian itu, Riko sama sekali tidak pernah mengganggu Senja lagi. Sepertinya ancaman Bumi berhasil membuat Riko ketakutan.
Tok tok tok.
Pintu kamar Senja diketuk dari luar. Senja pun bangkit lalu membuka pintu kamarnya.
"Maaf, Nona. Nyonya meminta Nona Senja turun ke bawah. Kebetulan di bawah ada Nona Nesya juga," kata salah seorang asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya.
"Kak Nesya ada di bawah? Sejak kapan?" tanya Senja mulai was-was.
"Sepertinya tidak lama setelah Nona pulang, Nona Nesya pun sampai," jawab asisten rumah tangga itu.
"Oh, baiklah, Bi. Katakan pada mama, aku akan segera turun."
"Baik, Nona. Permisi."
Senja pun menutup kamarnya kembali. Ia menyandarkan punggungnya di pintu. Tiba-tiba saja ia merasa was-was. Apakah tadi Nesyq sempat melihatnya turun dari mobil Bumi? Lalu untuk apa Nesya malam-malam begini datang ke rumahnya? Rasanya ia tidak ada janji sebelumnya dengan sepupunya itu.
Akhirnya Senja pun memutuskan untuk turun ke bawah. Ia mendapati ibunya dan Nesya sedang mengobrol di ruang tamu.
"Hai, Kak. Kapan datang?" sapa Senja pada Nesya. Ia pun menghampiri Nesya dan memeluknya sebentar. Kemudian ia duduk di samping ibunya.
"Barusan sampai. Kata Tante Lili, sebelum aku kesini kau baru saja sampai di rumah," jawab Nesya.
Deg.
Senja terkejut dengan jawaban Nesya. Apa itu artinya Nesya memang sempat melihatnya turun dari mobil Bumi?
"Benarkah? Wah, maaf aku tidak sadar Kak Nesya di belakangku tadi," kata Senja berusaha tenang. Ia tidak mau kelihatan sedang menutupi sesuatu.
"Iya. Tapi tadi kata Nesya, dia tidak melihat ada mobilmu di depan. Seingat mama tadi pagi kau berangkat ke kantor dengan mobilmu sendiri kan? Apa security sudah menyimpan mobilmu di garasi mobil?" tanya Liliana kemudian.
Senja langsung terdiam sejenak. Ia sedang memikirkan alasan apa yang tepat untuk menjawab pertanyaan ibunya. Ia tidak mau salah menjawab. Salah menjawab bisa panjang urusannya.
Saat ini baik Nesya maupun Liliana sedang melihat ke arah Senja. Mereka sedang menunggu jawaban seperti apa yang akan keluar dari mulut Senja.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Titha Tantya
nesya mulai curiga.. aigoo.. kayak senja tuh selingkuhan nya bumi tau. padahal kan blm ada ikatan apapun bumi sama nesya
2022-11-09
0
Nanda Lelo
bilang aja mobilmu mogok pas setelah ada pertemuan dg bumi karena kalian ada proyek bareng 😁
2022-09-24
0
Mommy K3
Jawabannya agak dipoles aja tapi gak usah bohong
Gimna coba
2022-07-29
0