Makan malam sudah selesai. Mereka kini sedang berkumpul di ruang tamu untuk membahas masalah bisnis dan perjodohan. Senja yang masih merasa terkejut dengan perjodohan ini, memilih untuk mengasingkan diri ke halaman belakang.
Bukan soal perjodohan yang membuatnya terkejut, tapi pria yang menjadi jodohnya Nesya lah yang membuatnya begitu. Kalau boleh jujur, dia masih tidak rela kalau pria yang dijodohkan untuk Nesya adalah pria yang selama ini bermain di pikirannya. Pria yang telah ia sebut sebagai Malaikat Pelindungnya.
Senja duduk di kursi yang ada di halaman belakang. Ia menyandarkan punggungnya dan mendongakkan kepalanya ke atas langit. Saat itu bulan tampak penuh dan bersinar sangat terang dengan bintang-bintang yang berserakan di sekelilingnya. Ia jadi membayangkan bulan itu adalah Bumi dan bintang-bintang itu adalah para wanita di sekeliling Bumi termasuk dirinya dan juga Nesya.
“Huhhhhh....” Senja menghela nafas dengan berat.
“Aku kira dunia ini sangat luas, tapi ternyata tak cukup luas untuk takdir yang ku jalani. Sebegitu sempitnya kah dunia ini sampai pria yang aku inginkan sama dengan pria yang dijodohkan dengan sepupuku sendiri?”
Senja membetulkan duduknya. Ia memejamkan matanya merasakan angin malam yang berhembus pelan menerpa tubuhnya. Ia teringat kali pertama bertemu Bumi. Waktu itu mereka seolah sama-sama tak sudi jika harus bertemu kembali. Tapi seperti termakan omongan sendiri, mereka malah bertemu hampir setiap hari. Bahkan saat ini dirinya selalu ingin bertemu dengan Bumi.
“Kenapa aku malah terjebak pada takdir yang selalu mempertemukan kami kembali? Apa rencana semesta dibalik semua ini?”
“Tidak, aku tidak mau. Aku tidak mau terjebak dalam keadaan seperti ini,” ucap Senja setengah berteriak.
Tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya dari belakang.
“Terjebak seperti apa?” tanya seseorang yang tak lain adalah Dimas.
“Kau? Sejak kapan kau ada disini? Kenapa tidak bergabung dengan yang lain di dalam?” tanya Senja pada Dimas yang sudah duduk di sebelahnya.
“Kau sendiri kenapa disini?” kata Dimas balik bertanya.
“Hei, aku bertanya duluan. Jangan balik bertanya!” gerutu Senja.
“Iya, iya, begitu saja marah,” kata Dimas sambil terkekeh. “Aku bosan saja di dalam. Tidak tau mau bahas apa. Lagipula inikan soal perjodohan Nesya dan Kak Bumi. Biar mereka saja yang membahasnya,” lanjut Dimas.
“Jadi kau adiknya Tuan Bumi, ya?” tanya Senja.
“Iya, adik sambungnya. Kami sebenarnya beda ayah dan beda ibu, tapi Ayah Bima sangat baik padaku dan menganggapku seperti anak kandungnya sendiri.”
“Kalau Tuan Bumi? Apa dia baik juga padamu?”
“Kau lucu sekali memanggilnya Tuan Bumi. Dia juga baik, tapi dia memang jarang sekali bicara. Dia selalu sibuk dengan bisnisnya.”
“Benarkah?”
Dimas mengangguk. “Kau sepertinya tertarik padanya. Apa kau sebelum ini sudah mengenalnya?”
“Ah, tidak. Biasa saja. Aku juga tidak mengenalnya,” kata Senja berkilah, padahal dia sudah beberapa kali bertemu dengan Bumi.
“Oh, begitu. Oh iya, kita belum berkenalan secara langsung. Kenalkan, aku Dimas,” kata Dimas seraya mengulurkan tangannya.
Senja langsung menyambutnya lalu melepaskannya lagi.
“Hei, kenapa tidak bilang apa-apa? Seharusnya kau perkenalkan juga namamu Senja,” tanya Dimas.
“Buat apa? Itu kau sudah tau siapa namaku,” jawab Senja acuh, ia sengaja mengerjai Dimas.
Dimas tergelak melihat tingkah Senja. “Aku tidak menyangka kau bisa menyebalkan juga,” kata Dimas.
“Kau lebih menyebalkan,” balas Senja.
“Kau.”
“Kau.”
Lalu mereka pun tergelak bersama karena kekonyolan yang mereka buat.
Dari kejauhan ada sepasang mata yang memperhatikan kedekatan mereka. Senja tampak tertawa bebas bersama Dimas. Terbersit rasa iri di benak pria yang melihat kebersamaan mereka itu. Entah kenapa ia ingin menggantikan posisi Dimas disana.
Pria itu adalah Bumi. Ia sengaja mencari keberadaan Senja saat sadar gadis itu tidak berkumpul bersama di ruang depan. Ia juga berencana mengobrol sedikit dengan Senja tentang siapa dirinya selama ini yang belum diketahui Senja. Tapi rencananya sepertinya tak berhasil. Senja malah asik mengobrol dengan adiknya, Dimas.
***
Setelah cukup lama bertukar cerita dengan Dimas, Senja memutuskan untuk pergi mengambil minuman karena ia merasa haus. Tapi saat ia berjalan di sebuah lorong yang mengarah ke dapur, tiba-tiba sebuah tangan yang kokoh menarik lengannya, menghimpitnya ke dinding lalu membekap mulutnya agar tak berteriak.
Mata Senja membuat sempurna saat tau yang menariknya adalah Bumi.
“Aku ingin bicara padamu, bisakah kau tidak berteriak?” tanya Bumi dengan tangannya yang masih menutup mulut Senja.
Senja yang tadi terkejut perlahan tenang lalu menganggukkan kepalanya. Barulah Bumi menarik tangannya kembali, tapi ia tak merubah posisinya. Jarak di antara mereka sangat tipis sekali. Bahkan saat berbicara, aroma mint dari nafas Bumi dapat dirasakan oleh indra pencium Senja.
“Kenapa kau selalu datang tiba-tiba?” tanya Senja dengan suara pelan agar yang lain tidak mendengar mereka.
“Selalu? Apa sesering itu aku datang dengan tiba-tiba padamu?” Bumi malah balik bertanya.
Wajah Senja tiba-tiba berubah mendung. Ia teringat akan pertemuannya beberapa kali sebelum ia tau bahwa Bumi adalah calon suami sepupunya.
“Kenapa diam?” tanya Bumi lagi saat melihat Senja tak menjawabnya. Gadis di depannya itu hanya diam melihat wajah Bumi.
“Bukankah kau cukup sering datang tiba-tiba lalu menolongku?” tanya Senja kemudian. “Meskipun sekarang kondisinya berbeda,” lanjut Senja dengan lirih.
Ada pedih yang ia rasakan saat mengingat lagi pria di depannya adalah calon suami sepupunya. Kenyataan ini sungguh menyakitkan bagi Senja. Ia sudah terlanjur menaruh harapan pada Malaikat Pelindungnya itu.
“Tidak ada yang berbeda. Dulu, sekarang, atau kapanpun tidak ada yang berubah,” bantah Bumi. “Aku akan selalu menjadi Malaikat Pelindungmu seperti yang kau katakan beberapa hari yang lalu,” sambung Bumi.
Senja tersenyum getir. Mana mungkin Bumi akan terus melindunginya sementara ada wanita lain yang harus dia perhatikan. Dan mirisnya, wanita itu bukanlah Senja, melainkan sepupunya, Nesya.
“Aku bisa melindungi diriku sendiri,” ucap Senja menahan sesak di dada.
“Kau tidak bisa tanpaku,” sanggah Bumi.
“Jangan membuat pernyataan yang ambigu! Apa maksudmu aku tidak bisa tanpamu? Kau calon suami sepupuku. Yang harus kau lindungi adalah dia, bukan aku,” kata Senja.
“Aku cukup mampu melindungi kalian berdua.” Bumi masih tetap pada pendiriannya.
Senja tersenyum sinis menatap Bumi.
“Tolong beri aku alasan kenapa kau bersikeras ingin selalu melindungiku!”
Deg.
Bumi terhenyak dengan pertanyaan Senja. Dia mendadak dilanda kebingungan. Ia juga tak tau kenapa ia sangat ingin melindungi Senja dan akan terus melindunginya. Bahkan ia selalu ingin menjaga Senja dan memastikan gadis itu selalu dalam keadaan baik-baik saja.
“Tidak bisa jawab, Tuan Bumi Langit Dirgantara?” tanya Senja yang menyebut nama Bumi dengan penuh penekanan.
“Kenapa kau tidak pernah bilang dari awal kalau kau Tuan Muda Dirgantara? Kenapa?” tanya Senja lagi.
“Kau kecewa saat tau aku Tuan Muda Dirgantara?” kata Bumi balik bertanya.
Iya, aku kecewa. Aku kecewa karena aku sudah terlanjur berharap bisa dekat denganmu karena aku tidak tau kau adalah calon suami sepupuku. Aku sudah terlanjur menyukaimu tapi sayangnya ada dinding pemisah yang terlalu tinggi untuk aku lalui, dan dinding itu adalah sepupuku sendiri.
“Ya, aku kecewa karena kau selalu menyembunyikan namamu dariku,” jawab Senja.
“Apa bedanya kau tau siapa aku dulu maupun sekarang? Aku mau tidak ada yang berubah di antara kita. Tetap anggap aku sebagai Malaikat Pelindungmu. Jangan pernah merubah sikapmu padaku, Senja!”
Senja mendorong Bumi agar memberikan jarak lebih luas di antara mereka.
“Tenang saja. Tidak akan ada yang berubah di antara kita. Kita akan tetap menjadi dua orang asing yang tidak saling mengenal,” ucap Senja dengan tegas.
Bumi tertegun mendengar ucapan Senja. Apa maksudnya dia menganggap mereka sebagai orang asing? Tidakkah Senja merasa mereka sudah mulai ada kedekatan?
Senja tak mau berlama-lama lagi disana. Ia segera meninggalkan Bumi yang terdiam begitu saja. Ia juga tak mau Bumi tau kalau ia sudah terlanjur menyukai Malaikat Pelindungnya itu.
Sepeninggalan Senja, Bumi bersandar di dinding. Ia jadi dilema. Kenapa rasanya hubungannya dengan Senja kian menjauh? Padahal seharusnya mereka makin dekat karena hubungan keluarga mereka yang akan bersatu.
Nesya? Setelah lama tidak bertemu dengannya, ternyata hari ini perasaannya biasa saja pada wanita itu. Malah dari tadi yang selalu menyita perhatiannya adalah Senja. Senja, dan hanya Senja. Sudah benarkah ia melanjutkan perjodohannya dengan Nesya sementara ia selalu memikirkan Senja?
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Titha Tantya
iya tolak aja perjodohannya bumi.. mumpung blm sampe tunangan apalagi menikah..
2022-11-09
0
Nanda Lelo
tak betol lah bg,, kau batalkan saja lah perjodohan itu,,
2022-09-24
1
Ris Andika Pujiono
kasian auy kebersamaan mereka hanya sebrntar rasanta blm puasaku yuh bacanys
2022-07-26
0