Di tempat yang berbeda terlihat hilir mudik kendaraan kesana kemari membelah kota tersebut, begitu banyak gedung-gedung pencakar langit berjejer di setiap tempat.
Tid tid, bunyi klakson terus menerus terdengar di sepanjang jalan, membuat sang pengemudi kesal.
"Sabar napa! Gue juga sama kena macet," gerutu sang pengemudi.
"Woy, jalan woy!" teriak pengendara mobil lain.
"Ishh, tuh orang bener-bener, ya. Enggak lihat apa, di depan macet parah."
"Kamu sabar aja Rey! Kamu 'kan tahu kota J itu selalu macet," ucap pria di sampingnya mengingatkan.
Rey membuang nafasnya secara kasar, ia kembali melanjutkan perjalanannya setelah jalanan mulai lengang.
Reyhan Al-Hussein nama lengkapnya, dia merupakan anak pertama dari Arman Al-Hussein dan Dinda Permana. Saat ini usianya 24 menginjak 25 tahun.
"Rey, nanti kamu suruh Gilang untuk mengecek barang-barang yang sudah datang! Papa ingin istirahat dulu," kata Arman yang mendudukkan tubuhnya setelah mereka tiba di rumah.
"Siap pah." jawab Rey sambil berjalan ke kamar atas.
"Pah, capek, ya?" tanya Mama Dinda yang datang menghampiri suaminya.
"Iya mah, hari ini pembeli sangat ramai. Papa mandi dulu mah, gak enak gerah." Papa pamit pada sang istri meninggalkannya sendirian sedangkan Mama Dinda hanya tersenyum.
"Dinda, Arman mana? Tadi ibu dengar suaranya," tanya sang mertua menghampiri Dinda.
"Oh, itu mas Arman mandi dulu, aku kebelakang dulu, Bu. Takut kuenya gosong," ujar Dinda dengan cengengesan.
"Sudah sana! Ibu sudah gak sabar ingin memakan kue buatan kamu."
Mama Dinda pergi kedapur dan tak lama kemudian Reyhan turun menghampiri sang nenek.
"Selamat sore nek," sapa Rey, ia ikut duduk di karpet bulu.
"Sore juga cucu nenek yang paling ganteng."
"Aku emang ganteng nek, dari orok malah." Reyhan membanggakan dirinya yang merasa ganteng.
"Siapa bilang Abang ganteng?" celetuk seseorang dengan tiba-tiba, ia ikut duduk di samping sang Kaka.
"Ya Abanglah! Masa hantu," cebik Rey kesal.
"Kalau Abang emang merasa ganteng, buktikan!" tantang sang adik.
"Mel, Abang harus buktikan pakai apa? Masa Abang harus nanyain orang satu-satu. Hey, coba lihat! Gue ganteng gak? 'Kan tidak mungkin, mell!" Rey berucap dengan kesal, ia mengacak rambut adiknya dengan gemas.
"Hahaha bisa di coba tuh bang, tulis di jidat Abang juga boleh." Ledek Amel penuh tawa sedangkan tangannya sibuk menyisir rambut yang sempat berantakan akibat ulah sang Kaka.
"Hey, Abang itu emang ganteng, Mel. Banyak ko yang suka sama Abang," Reyhan masih saja mengelak jika dia laku sama cewek.
"Buktinya sampai sekarang Abang gak pernah bawa cewe, mana pacarnya? Katanya ganteng. Masa ganteng gak laku-laku." Amel terus meledek sang Kaka sampai ia tertawa terpingkal-pingkal.
"Kau ini, lama kelamaan bikin Abang kesal, sini! Tak karungin kamu, lalu buang ke laut aja." Reyhan tambah kesal, ia memiting kepala sang adik di ketiaknya.
"Abang lepasin hahaha, ampun bang! rambut aku ruksak tahu!" Amel terus berusaha kabur dari sang Kaka, tapi Rey terus mengacak-acak rambut Amel sesekali menggelitiknya.
"Kalian ini kenapa sih? Mama dengar ribut mulu," saut Mama yang membawa piring berisikan kue.
"Abang lepasin ih, aku mau kue!" pinta Amel, akhirnya Reyhan melepaskan sang adik dan ia ikut mengambil satu potong kue yang di bawa sang mama.
"Papa juga mau dong!" Arman ikut mengambil kue buatan sang istri kemudian ikut duduk di samping sang ibu.
"Abaaaang!" pekik Amel dengan kesal.
Sebab Rey mengambil kue yang ada di tangan Amel.
"Apa sih, Mel?" tanya Reyhan dengan cuek, ia terus mengunyah.
"Kalau mau, ambil sendiri bang! jangan yang ada di tanganku!" dengus Amel kesal.
"Ohh, ini, kirain Abang, ini ada di piring," balas Rey cuek.
Amel kesal, ia melemparkan bantal sofa kearah sang Daka. Tapi sayang, lemparannya tidak kena, malah Rey bisa menangkapnya dengan gesit.
Tingkah mereka terus di perhatikan oleh sang nenek.
"Andai Sofi masih bersama kita," celutuk Saras berandai.
Ucapan Saras membuat semua orang memberhentikan aktifitasnya.
"Bu!" Arman memperhatikan wajah sang ibu, dia memegang tangan ibunya.
"Benar Arman, jika Sofi masih bersama kita, pasti saat ini kita akan berkumpul bersama."
Rey dan Amel diam, mereka tidak tau apa yang terjadi. Meski mereka penasaran tapi mereka hanya diam. Rey melirik kearah Amel seolah bertanya "ada apa?" tapi Amel mengangkat bahunya tidak tau.
"Bu, lupakan masalah itu! Sekarang kita fokus kedepan!" Arman berusaha menenangkan Saras, agar ibunya tidak bersedih.
"Bagaimana ibu melupakannya Arman? Ibu sendiri yang mengusir adikmu." Emosi Saras meluap, ia tak mampu lagi menyembunyikan kesalahannya. Selama ini dia selalu merasa bersalah, hidupnya merasa tidak tenang.
Deg
Jantung Arman berdebar tak karuan, ia mematung mendengar ucapan sang ibu. Ada rasa takut saat mendengar kenyataannya.
"Apa maksud ibu? Bukannya ibu bilang Sofi kabur bersama seorang pria!" tanya Dinda penasaran.
Saras mematung, ia menyadari ucapannya. Dia begitu gugup, rahasia yang ia sembunyikan harus terbongkar oleh ucapannya sendiri.
"Jawab, Bu! Apa maksud dari perkataan ibu?" kali ini suara Arman meninggi.
"A Arman ma maafkan Ibu," ucap Saras terbata.
"Maaf untuk apa? Tolong jelaskan yang sejelas-jelasnya, Bu! Agar aku tak salah faham pada Ibu," Arman terus saja mendesak agar ibunya mau berbicara jujur.
"I ibu telah mengusir adikmu, Ibu telah berbohong padamu," ucap Ibu di sela tangisnya.
Semua orang membelalakkan matanya, mereka tak percaya dengan apa yang terjadi sebenarnya.
"Apa!? Kenapa, kenapa Ibu lakukan itu? Apa salah Sofi pada Ibu? Dan kenapa ibu berbohong padaku, Bu?" Arman tak mampu menahan emosinya, ia begitu kecewa terhadap sang ibu.
Bu Saras sudah menangis sesegukan, perlahan dia menceritakan asal mula dia sampai tega mengusir sang anak.
Arman sudah mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras, matanya memerah menahan tangis dan amarah.
"Kenapa Ibu lakukan ini padanya? apa karena harta ibu jadi seperti ini? Aku tidak menyangka Ibu melakukan hal seperti itu! dia adikku, Bu. dia anakmu! anak kandungmu! darah dagingmu!" akhirnya Arman meluapkan amarahnya sambil menekan kata anak dari setiap ucapannya.
Arman pergi meninggalkan sang Ibu, dia mengambil kunci mobil yang ada di meja.
"Arman, maafkan Ibu. Arman! Arman!" teriak Saras mengejar langkah sang anak.
Saras terus memanggilnya, tapi Arman tak menghiraukan ucapannya. Saras menangis sesegukan dia menyesal, sangat menyesal. Dinda dan Amel ikut menangis dan mereka saling berpelukan, saling menguatkan satu sama lain. Sedangkan Rey, ia menyusul sang Papa karena takut terjadi sesuatu di saat emosi menguasai jiwa sang papa.
Berfikirlah dahulu sebelum kalian bertindak, karena setiap penyesalan pasti akan datang belakangan. Kalau datangnya di awal, itu namanya pendaftaran markonaaahh....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Lina ciello
malah wes meninggal anakmu bu 🥲
2024-09-01
0
gemini
maksudnya anak kandung Arman itu apa, bukan nya Sofi adik Arman 🤔🤔🤔atau mereka saudara tiri terus si Arman gak sengaja hamilin Sofi??? 🤔🤔🤔🤔
2022-08-15
0
Siti Zen
markonah mampir kesini😅😅
2022-08-14
0