Pertemuan dengan CEO Cell Farma

Sejak Sean tidak muncul dan terlihat dimanapun, orang-orang yang pernah terlibat dengannya benar-benar diawasi dengan ketat. Adam dan Freya bahkan sudah menemukan beberapa alat pelacak yang pasang pada barang mereka.

Hugo dan Elsa dibuntuti beberapa kali. Meski begitu, mereka semua bersikap seolah tidak tahu apa-apa. Mereka beraktifitas seperti biasa seolah tidak ada yang terjadi.

Sean sudah dua minggu tidak muncul. Tidak bisa dihubungi dan mereka semua benar-benar kawatir. Elsa beberapa kali mendatangi kediaman Adam dan Freya yang kini tinggal terpisah. Mengira Sean menemui mereka. Nyatanya keduanya sama tidak tahunya.

Hugo dan Freya sedang makan siang bersama. Dua orang ini cukup sering berdiskusi sejak Sean pergi. Adam akan selalu direpotkan oleh Willi, berbeda dengan dirinya yang hanya dijadikan staf biasa. Adam benar-benar lebih banyak menghabiskan waktu di dalam Cell Farma dari pada pusat penelitian milik pemerintah. Toh tidak ada yang bisa dilakukan disana, beberapa peneliti juga sudah dipulangkan dengan alasan tidak ada yang bisa ditemukan. Pemerintah benar-benar hanya membuat citra saja. Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan dari banyak peneliti, namun mereka tentu saja tidak akan bicara apapun pada media.

"Aku kawatir pada profesor. Dia seharusnya kembali mengajar dari pada terjun kembali dalam perusahaan." ujar Freya.

"Lalu kenapa kalian tidak ikut pulang seperti yang lain?"

Freya dan Hugo sedang berada disebuah kafe diluar gedung perusahaan. Freya sendiri sudah memiliki mobil fasilitas dari perusahaan. Mobil yang pastinya memiliki alat pelacak. Karena itu, dia akan menggunakan kendaraan umum atau taksi untuk bepergian diluar pekerjaan.

"Karena Profesor terlalu baik. Dia hanya seorang ayah yang kehilangan keluarganya karena pekerjaannya. Sejak melihat perubahan fisik Sean malam itu, Profesor mencari tahu tentangnya. Semakin lama ketertarikannya semakin besar. Setelah peristiwa yang terus terjadi disini... Aku pikir Profesor melihat Sean sebagai anaknya."

"Anaknya?" Hugo benar-benar tidak mengerti.

"Profesor... Keluarganya mengalami kecelakaan pesawat ketika menyusulnya. Hari dimana akan menjadi penyesalannya. Dia kehilangan anak dan istrinya pada hari ulang tahunnya sendiri."

Freya mengaduk kopi dinginnya dengan wajah sedih. Dia teringat bagaimana keegoisan dirinya juga yang membuat ibunya meninggal.

"Lalu kamu sendiri?"

Freya mengedipkan matanya beberapa kali sebelum mengangkat wajahnya kembali. "Aku? Tentu saja karena Profesor." jawabnya.

"Huh? Jangan bohong padaku. Karena Sean kan?"

Freya mengerutkan kening sebelum akhirnya paham maksud Hugo. Dia berdecih lalu meminum kopinya sampai habis.

"Untuk apa aku memikirkan pria aneh dan menyebalkan seperti dia. Profesor adalah satu-satunya alasanku. Karena Profesor adalah keluargaku sekarang!" sergah Freya kesal.

"Ckckck! Katakan itu pada wajahmu yang memerah." ujar Hugo setengah tertawa.

Secara reflek Freya memegang pipinya dan menunjukkan penolakan keras. "Jangan mengarang!"

Freya bangkit dari duduknya, dia hendak kembali karena sudah waktunya kembali bekerja. Namun kedatangan Barbara dan Willi membuat kakinya tak jadi melangkah. Alih-alih pergi, dia duduk kembali.

"Mantanmu disini." bisiknya pada Hugo yang memang membelakangi pintu masuk.

Hugo hanya memutar sediki kepalanya, matanya sesaat bertemu dengan Barbara namun secepat kilat wanita itu menunduk. Hugo hanya mengangkat satu alisnya sebelum memperbaiki posisi duduknya.

"Menurutku mereka terlalu dekat dari sekedar atasan dan bawahan." celetuk Freya.

"Ayo pergi, aku akan mengantarmu sebelum pulang." respon Hugo yang tak ingin membahasnya.

Freya menyusul Hugo setelah memberi sapaan basa basi pada keduanya ketika pandangan mereka bertemu. Bagaimanapun Freya bekerja pada perusahaan yang sama dan Willi adalah atasannya.

"Perhatikan pandanganmu, Sayang. Jangan sampai aku melubangi kepala mantanmu dan menggantinya isinya dengan kotoran." ancam Willi dengan nada biasa namun malah terdengar lebih mengerikan.

"Aku harus mendapatkan informasi, Bukan?" protes Barbara

"Gunakan gadis luar itu. Dia sudah cukup."

Barbara mengangguk dan mulai makan ketika pesanan mereka tiba. Begitupun dengan Willi yang tampak tidak puas dengan respon Barbara.

"Daffin menghilang selama 2 minggu ini. Apa kamu benar-benar sudah mengorek informasi dengan benar?"

"Ya, aku pernah mendengar Elsa mencarinya. Namun mereka sama-sama tidak menemukannya dimanapun."

"Kita harus mendapatkannya sebelum dia mengamuk. Sejak dia tahu anak itu masih hidup, dia menjadi lebih terobsesi lagi."

"Bagaimana dengan satu orang lainnya yang masih hidup itu? Kamu bilang dia akan membantu jika sudah sembuh."

"Juan?" Willi tersenyum remeh. "Anak itu akan berguna untuk memancing Sean suatu saat. Sekarang biarkan dia menyembuhkan diri dengan baik."

"Sangat ajaib dia bisa selamat."

"Ajaib, ya. Kata itu boleh juga." sahut Willi dengan ekspresi remeh. Barbara yang tidak mengerti memilih diam dari pada dibuat pusing oleh isi kepala Willi.

.

Sore hari, Freya dan Adam sudah kembali kerumah masing-masing. Berulang kali Freya memeriksa ponselnya ketika ada kesempatan sepanjang hari selama Sean menghilang. Berharap ada kabar karena dia sungguh kesal dengan Sean. Baginya, Sean alasan mereka berdua tetap tinggal namun orang itu malah menghilang.

"Dia tidur atau mati. Dia masih manusia bukan hewan yang perlu hibernasi." gerutunya ketika memasuki dapur dan meminum segelas air dingin.

Freya baru akan membuka pintu kamarnya ketika dia menyadari ada orang yang baru saja masuk kerumahnya. Dengan cepat dia berbalik dan berjalan waspada keruang tamu.

Kewaspadaannya berubah menjadi kekesalan ketika melihat siapa yang duduk di atas sofa dengan wajah tampa dosa.

"Merindukanku, hmm?" kata Sean sambil menunjuk telinganya untuk memberi tahu bahwa dia mendengar gerutuan Freya tadi.

"Aku lapar, aku tidak bisa turun ke restoran hotel karena ada cctv." kata Sean, namub Freya tidak menggubris. Dia malah kembali masuk dan membanting pintu kamarnya dengan kesal.

"Ya ampun, apa dia sedang PMS? Aku hanya bilang lapar." gumam Sean sambil berjalan menuju dapur.

Dia membuka kulkas dan mengeluarkan sesuatu yang bisa di masak. Mengolahnya dengan lihai sambil bersiul pelan. Dia tertawa pelan ketika mendengar Freya masih memakinya di dalam. Gadis itu sedang mandi karena ada suara air dari sana.

Setelah masakan selesai, Freya keluar dan menatap Sean yang sudah menghidangkan dua piring nasi goreng lengkap dengan toping cumi dan udang.

"Jangan marah-marah, makanlah."

"Kamu bertingkah seolah ini rumahmu." kata Freya dengan sinis. Namun dia tetap memakan masakan Sean dengan lahap.

"Ada informasi baru apa?"

Mendengar nada bicara Sean yang serius, Freya menghela napas dan minum seteguk air putih.

"Tunanganmu terus menuduh kami menyembunyikanmu! Kamu tidak mengabarinya?"

Awalnya Sean tidak ingin menjawab, bukan hal ini yang ingin ia ketahui. Namun melihat wajah kesal Freya, mau tidak mau dia akhirnya menjawabnya.

"Aku tidur, Freya. Apa mungkin aku menghubungi seseorang ketika tidur?"

"Kamu tidak akan tidur terus dalam dua minggu, ada waktu kamu makan dan mandi bukan?"

"Kamu lupa aku tidak normal lagi? Aku benar-benar tidur."

Freya terdiam dengan wajah terkejutnya. Dia mengerjap beberapa kali, menelengkan kepalanya lalu kembali menatap Sean dengan bingung.

"Kamu memasang infus sebelum tidur?"

Satu-satunya hal yang tidak masuk akal bagi Freya adalah hal itu, bagaimana Sean mengisi energi ketika tidak dipasangi infus. Terakhir kali Adam yang memasang untuknya.

"Karena itu aku sangat lapar. Aku pernah tertidur nyaris dua bulan setelah ledakan. Aku pernah cerita, bukan?"

"Ya, tapi maksudku... yah. Hanya manusia ajaib yang bisa bertahan tampa makan dan minum selama itu."

Sean sudah selesai makan dan bersandar. Dia mengetuk-ngetukkan jarinya pada meja. "Ada pengganggu di depan rumahmu." katanya.

"Sial! Mereka mungkin meletakkan kamera disekitar sini."

Freya segera bangkit, mengambil piring dan gelas Sean lalu mencucinya dengan cepat sebelum berlari ke depan pintu. Ketika dia membuka pintu, wajahnya langsung memerah karena marah.

Dia berbalik dan menghampiri Sean yang sudah duduk di ruang tamu sambil tertawa padanya. Freya segera memukul bagian tubuh mana saja yang bisa ia gapai. Luar biasa kesal karena Sean mengerjainya lagi.

Adam, orang yang dikatakan pengganggu oleh Sean hanya menggeleng pasrah. Berusaha untuk terbiasa dengan dua manusia yang sudah ia anggap seperti anaknya itu.

"Hei! Berhenti... Kamu hanya akan menyakiti diri sendiri." nasehat Adam pada Freya.

Sean hanya tertawa-tawa lalu menangkap bantal sofa yang dijadikan Freya sebagai alat pukul. Dengan kesal Ferya menendang tulang kecil Sean sekeras dia bisa. Meski begitu, Sean yang tidak merasakan sakit hanya mengangkat kakinya tinggi-tinggi pada gadis itu untuk mengejeknya.

Dengan kesal Freya menampik kakinya lalu duduk di samping Adam. Wajahnya masih menunjukkan permusuhan yang amat tinggi.

"Apa yang kamu rasakan? Apa tidur membantumu?" tanya Adam.

Sean mengangguk singkat, wajahnya kembali serius. "Aku merasa sangat sehat." jawabnya singkat.

"Sean, aku mengirim sampel dan hasil tes darahmu pada seniorku. Orang yang lebih ahli denganku. Aku melakukannya karena perubahan sel leukosit sangat signifikan. Terutama sel T. CD4 dalam darahmu juga melebihi tiga kali lipat batas normal manusia biasa. Aku sedang menunggu hasil pemeriksaan seniorku dan pendapatnya juga. Kita akan meneliti DNA apa saja yang ada dalam tubuhmu. Karena menurutku, mereka mencoba mencampurkan DNA hewan padamu." Adam memberi jeda sejenak, tampak kurang yakin akan apa yang ingin dia sampaikan. "Ketika aku terus mengamati sel darahmu, hal yang unik adalah... ketahanan darahmu yang luar biasa. Setidaknya morfologi Eritrosit akan mengalami perubahan dalam waktu 24 jam setelah berada diluar tubuh manusia. Tapi darahmu..." Adam menatap Sean dengan kekawatiran dan juga kebingungan. "Masih sama seolah ia hidup. Ini hanya spekulasi pribadi, tapi aku pikir, sel tubuhmu bertahan lebih lama dari manusia normal. Setelah seminggu berlalu, baru terlihat perubahan sedikit demi sedikit."

Sean belum memberikan tanggapan. Dia jadi teringat tentang pembicaraan dirinya bersama sang ibu ketika beranjak remaja. Dimana saat itu Sean merasakan ujung jari tangan dan kakinya seolah memanjang sesaat. Namun ibunya saat itu hanya mengatakan bahwa itu ilusi yang diciptakan otaknya karena pengaruh obatnya. Sean saat itu hanya percaya saja, bahkan ketika dia melihatnya beberapa kali dengan sangat jelas dan menunjukkan pada ibunya. Ibu Sean hanya mengatakan tidak melihat apapun. Keesokan harinya, Sean menerima suntikan obat dan peristiwa itu tidak pernah terjadi lagi.

"Mungkinkah imun tubuhnya bekerja lebih cepat karena kemampuan selnya yang memiliki daya tahan kuat?" Pertanyaan Freya membuat Sean kembali dari pikirannya.

"Itu mungkin saja. Kita butuh lebih banyak waktu untuk mengetahuinya." jawab Adam.

"Tidak masalah, kita bisa melakukan itu ketika kembali ke Australia. Saat ini, ayo susun rencana." kata Sean.

.

Adam dan Freya memperhatikan kegiatan rutin Willi sebelum masuk kedalam ruang laboratorium. Dia akan pergi ke gedung perusahaan Cel Farma dan naik ke lantai atas. Semula mereka mengira hal itu wajar mengingat dia adalah salah satu direktur Celk Farma. Namun yang membuat mereka heran adalah, Willi rutin kesana bukan untuk rapat atau mengawasi kinerja karyawan, tapi menuju lantai paling atas, dimana tidak seorangpun boleh masuk. Lantai pribadi khusus pemilik perusahaan.

Bukan rahasia lagi kalau keduanya berteman baik, itu tidak aneh. Tapi yang membuat kecurigaan mencuat adalah Adam pernah mendengar nama Diandra beberapa kali disebut oleh karyawan lain. Adam bertanya pada mereka dan jawaban yang ia dapat membuatnya terkejut, Diandra adalah asisten pribadi sang pemilik Cell Farma.

"Profesor Adam?"

Adam menoleh ketika Willi muncul di pintu masuk. Adam hanya mengangguk singkat sebagai sapaan pagi. Namun sepertinya Willi bukan hanya menyapa, seperti beberapa kali kesempatan sebelumnya, dia akan melakukan introgasi dengan dalih berbincang ringan.

"Pekerjaan anda sangat baik, anda membuat kemajuan untuk perusahaan. Aku senang rekan bisnis kita puas dengan hasil minggu lalu."

"Bukan apa-apa." jawab Adam kalem.

Willi tersenyum, dia melirik dua peneliti lain dan memberi kode untuk keluar ruangan. Adam tentu saja menyadarinya, namun dia tetap melanjutkan pekerjaannya.

"CEO sekaligus pemilik Cell Farma ingin bertemu dengan anda, Profesor." ujar Willi.

Adam menghentikan pekerjaannya. Menaruh atensi sepenuhnya pada Willi. "Apa yang dia inginkan dari pria tua sepertiku?" tanya Adam.

"Sebuah kerja sama, mungkin? Silahkan ikuti saya."

Willi melepaskan baju pelindung dan mengikuti Willi menuju gedung utama dimana segala urusan management dilakukan.

Keluar dari lift, mereka disambut oleh Diandra. Adam yang belum pernah bertemu dengannya tentu saja tidak mengenali wajah Diandra. Dia hanya menjawab sapaan sopan wanita itu dengan anggukan singkat.

"Tuan, Profesor Adam disini." katanya pada seorang laki-laki yang Adam perkirakan hanya sedikit lebih tua dari Willi.

Adam membaca papan nama diatas meja. Bertukiskan Bagaskara emmanuel. CEO Cell Farma. Ketika Bagaskara berdiri, dia menatap Adak dengan sorot tajam yang terasa familiar baginya. Namun Adam tidak ingin cepat-cepat berspekulasi, dia tidak memiliki bukti atas pemikirannya.

"Silahkan duduk, maaf membuat pekerjaan anda terganggu Profesor." ujarnya dengan wibawa yang menekan.

Mereka bertiga duduk di sofa ruangan itu, sementara Diandra kembali keluar. Mengatakan akan membawakan kopi untuk mereka.

"Aku bukan orang yang pandai berbasa-basi. Aku cukup muak Willi tidak mendapatkan apapun darimu mengenai apa yang aku inginkan." ujarnya dingin.

"Apa yang anda inginkan?" tanya Adam tenang.

"Aku senang kamu bertanya," katanya, memberikan senyum tipis yang terkesan mengancam. "Apa yang Daffin rencanakan denganmu? Anak itu meminta bantuanmu, bukan?."

Seketika Adam merasa bulu kuduknya naik. Meskipun ia lebih tua, namun aura Bagas yang seperti pembunuh berdarah dingin membuatnya merinding. Yang lebih mengejutkannya adalah nama Daffin keluar mulutnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!