Pria itu kehabisan bahan bakar. Sudah seminggu dia tinggal di rumah itu. Dia sudah bisa menggunakan sayapnya untuk terbang sehingga tidak membutuhkan mobil untuk bepergian.
Saat lapar, dia akan terbang menuju gunung dan berburu disana. Gunung itu cukup jauh. Kota lebih dekat dari jarak dia tinggal namun dia lebih memilih gunung. Hal itu disebabkan kemampuannya yang belum sempurna dalam mengendalikan diri. Emosi adalah biang masalah dari segalanya. Saat dia marah, kesal dan sedih, dia akan memunculkan perubahan yang tidak dia sadari.
Kakinya menapak di atas sebuah rumah kosong lain. Lebih besar dari rumah yang ia tempati saat ini. Daerah sekitar hutan mati tempat dia ditemukan memang tidak berpenghuni lagi. Seluruh orang tampaknya mengungsi karena sesuatu.
Pria itu menurunkan sayapnya, seperti sebelumnya, bulu sayapnya akan rontok dan menjadi hancur seperti debu ketika berpisah dari raganya. Tulangnya mengecil dan masuk secepat tiupan angin, kini dia hanya akan merasakan efek ngilu sesaat, tidak sakit apalagi kehabisan tenaga. Semakin dia sering menggunakannya, semakin cepat dia mampu mengendalikannya untuk tumbuh dan hilang dengan cepat.
Berjalan menuruni tangga, dia menemukan anjing mati di lantai dasar yang sudah menjadi tulang. Berbelok ke kanan, dia akhirnya menemukan garasi rumah itu. Sepertinya pemiliknya cukup kaya. Ada beberapa mobil sport tertinggal disana. Ada sebuah motor juga. Dia memeriksa tangki minyak masing-masing kendaraan dan bersyukur menemukan sumber bahan bakar yang cukup untuk menyalan listrik.
Dia akan segera terbang dari halaman rumah yang luas, namun daun telinganya bergerak diikuti rungunya yang menangkap suara helikopter. Secepat kilat dia berlindung di sudut rumah yang terlindung atap. Setelah helikopter itu lewat, dia baru terbang menuju rumah kembali.
Dia menyalakan televisi dan mencari informasi dari sana seperti biasa. Dengan tubuh masih bertelanjang dada, dia memulai latihannya lagi. Berolahraga dan meningkatkan kemampuan bela dirinya.
Dia hampir menyadari apa yang terjadi padanya setelah menonton TV selama beberapa hari ini. Tempat dia ditemukan, adalah hutan belantara dan dilindungi pada awalnya. Beberapa peneliti melakukan hal-hal ilegal disana dengan menggunakan nuklir. Menurut data yang di dapatkan, penelitian itu gagal dan memyebabkan musibah besar yang menewaskan seluruh orang di area terdekat. Seluruh tumbuhan dan hewan perlahan mati akibat terpapar.
.
Tepat dua minggu, pria ini memutuskan untuk membentuk identitas sementara karena dia harus mencari tahu identitas asli dirinya. Apa yang terjadi saat itu dan mencari tahu siapa saja orang-orang yang terlihat di foto itu. Dari media, dia hanya mendapatkan dugaan-dugaan sementara.
Pihak pemerintah masih menyelidiki dan belum menemukan siapa yang bertanggung jawab. Seluruh orang yang mati ditemukan dalam keadaan tidak bisa dikenali karena perubahan DNA dan daging mereka seperti meleleh terkena cairan asam, kulit mengelupas. Partikel radiasi memenuhi tubuh korban dan tidak bisa dibawa keluar dari area. Sehingga seluruhnya dikuburkan didalam hutan.
Pria itu terbang ditengah malam yang gelap gulita. Angin dingin yang menusuk kulit tidak berpengaruh padanya. Dia merentangkan sayapnya lebar lalu terbang menukik. Kuku-kuku kakinya memanjang dan dengan mudah dia menyambar ikan yang sedang naik ke permukaan.
Dia naik semakin tinggi dan menjatuhkan ikan yang terapit dikakinya. Sebelum ikan itu jatuh lagi ke air, dia menukik dengan cepat dan menyambarnya lagi. Kali ini dia menggunakan tangannya. Pupil matanya menjadi keemasan dan dia naik lagi ke atas.
Sebelah tangannya merogoh saku celana dan mengambil pisau. Dia mengiris daging ikan sambil terbang dan memakannya begitu saja. Sisanya ia buang dan jatuh kembali ke dalam lautan.
Dua jam terbang tampa henti, dia mendarat di atas pulau kecil tak berpenghuni. Dia duduk di atas sebuah batang kayu dan memulihkan tenaganya. Pertama kalinya dia terbang selama itu. Dia tahu dia sudah melewati perbatasan laut antar negara. Namun dia tidak yakin kearah negara mana ia pergi. Dia hanya mengikuti instingnya saja.
Dia menoleh ke arah timur, fajar hampir tiba dan dia tidak akan bisa menggunakan sayapnya di siang hari. Terlalu beresiko dilihat orang dengan segala teknologi yang ada.
Maka, dengan tekad yang kuat dia kembali terbang. Terus memasuki negara orang dan mendarat di sebuah padang rumput yang luas. Dengan cepat sayapnya hilang dan dia menggunakan kecepatannya untuk mendekati satu rumah disana.
"Pasangan tua," gumamnya setelah mengintip jendela kamar.
Dia masuk melalui pintu dapur dan memeriksa seluruh ruangan. Mencari-cari apakah dia memiliki anak atau tidak. Menyadari bahwa dia masuk ke dalam rumah yang benar, pria itu kembali keluar.
Dia duduk di atas lantai pintu masuk dan berpura-pura tidur disana. Seperti itulah dia mengelabui pemilik rumah. Saat keduanya keluar, mereka mendapati seorang anak muda yang tersesat dan kehilangan ingatannya. Baju usang dan tubuh yang sengaja dibuat kotor memicu belas kasihan mereka.
Dia sengaja meminta mereka untuk tidak memberitahu polisi dengan segala tipu daya yang ia lakukan. Mempengaruhi pasangan tua itu dengan kata-katanya yang tidak bisa mereka tolak.
Setelah dua bulan tinggal disana. Dia sudah memiliki identitas baru dari kedua orang tua itu. Dia di adopsi oleh mereka dan diberi nama Sean Abraham Lincon.
.
Sean berpura-pura kehilangan ingatan seluruhnya. Namun kemampuannya dalam belajar membuat siapa saja terperangah. Sean bahkan dimasukkan ke universitas ternama dengan perlakuan khusus. Dia dibantu oleh orang tua teman barunya di kota kecil itu untuk kuliah di tempat yang sama dengannya. Mereka bahkan tidak menyadari bahwa Sean bukanlah anak remaja karena perubahan fisiknya.
"Apa yang kamu pikirkan duduk di pinggir lapangan sendirian, Sean?"
Sean menoleh, mendapati dosen yang baru saja mengajarnya duduk di sampingnya. Dosen yang menaruh perhatian lebih pada Sean karena bakatnya. Dosennya ini juga bagian dari tim peneliti. Karena itu Sean sengaja mendekatinya.
"Saya dengar anda akan pergi ke negara Indonesia. Anda akan bergabung dengan tim disana, untuk menyelidiki apa yang terjadi pada desa yang dijuluki Chernobyl kedua. Apa itu benar Profesor Adam?"
"Kamu tahu dengan cepat, aku selalu bertanya-tanya seberapa jenius isi kepala ini?"
Sean tersenyum lebar. Dia membuka bungkus coklat dan memakannya. Dia menyodorkan sebagian pada dosennya itu namun dia menolaknya.
"Bolehkan saya ikut dengan anda?" tanya Sean tampa basa-basi.
Adam, laki-laki yang sudah menginjak kepala lima itu menatapnya untuk beberapa saat. Sean tahu Adam selalu melihatnya dengan sorot penuh kecurigaan. Sejak awal Sean menunjukkan bakat dan kemampuannya dibidang genetika. Sean juga terang-terangan menunjukkan kemampuannya di bidang teknik kimia. Sean baru saja kuliah selama 5 bulan namun langsung mengambil beberapa jurusan yang berbeda.
"Sean... Siapa kamu sebenarnya?" tanya Adam.
Sean berpura-pura tidak mengerti. Dia kembali memasang wajah polosnya. Adam seperti tersentak sesaat. Lalu dia tersenyum dan menepuk pundak Sean dengan pelan.
"Aku akan membawamu asal orang tuamu memberikan surat izin. Kamu baru tingkat awal namun karena keahlianmu, aku pikir Universitas akan memberikanmu izin untuk cuti sementara."
Sean memgangguk dengan penuh semangat. Dia segera memohon izin dengan raut senang. Memberi alasan akan memberi tahu orang tuanya.
Adam menatap punggung Sean. Senyumnya lenyap begitu saja. Dia membuka genggaman tangannya dan mendapati sehelai rambut Sean yang rontok di pundaknya.
Dengan cepat dia kembali menuju ruang laboratorium universitas dimana dia mengajar. Memasukkan rambut Sean kedalam sebuah plastik kaca dan menaruhnya dalam kotak sampel. Dia segera pergi menuju rumahnya. Dimana disana dia memiliki laboratorium miliknya pribadi. Dimana dia menyelidiki genetika hewan dan manusia. Melakukan percobaan-percobaan untuk dirinya sendiri.
Alasan mengapa dia mengambil rambut Sean berawal ketika mereka pertama kali bertemu. Malam ketika Sean baru saja memasuki bangku kuliah, dia mulai menjelajah kota ditengah malam. Tidak sengaja dia bertemu sekumpulan laki-laki mabuk. Mereka mencoba memgganggu Sean sehingga menyebabkan kemarahannya. Kuku-kuku Sean memanjang saat itu, matanya menjadi coklat terang dan dia melumpuhkan sekumpulan orang itu dengan sangat mudah.
Adam, sedang lewat sepulang dari rapat dengan tim peneliti. Dia hendak memasuki mobil ketika melihat Sean menghadapi sekumpulan orang. Saat itu memang sangat sepi, hampir dini hari. Dia hendak menolong namun terpaku di balik mobil ketika dibawah sorot cahaya lampu, Adam melihat kukunya yang tumbuh dengan cepat. Kecepatan Sean yang tidak masuk akal saat bergerak dan saat dia berbalik, Adam bisa melihat pupil matanya yang berubah keemasan.
Saat itu, Adam bahkan tidak berani bergerak sedikitpun. Dia bahkan menahan napasnya kala Sean melewatinya dalam jarak beberapa meter. Hal yang tidak disadari Adam saat itu adalah, bahwa Sean tahu kehadirannya. Tahu identitasnya dan dia memang sengaja memancing sekumpulan pria mabuk itu untuk menarik perhatian Adam.
.
Sean menatap dari jauh kedua orang tua angkat yang telah bersedia menampungnya selama ini. Meskipun semua hanyalah rekayasanya, Sean sudah mulai menyayangi mereka.
Kaki panjangnya melangkah menuju dua orang tua itu. Mereka sedang mengembalakan domba mereka. Keduanya sedang berdiskusi bagaimana cara merayakan ulang tahun Sean. Di dalam akta buatan mereka, Sean lahir pada 12 April, dua hari dari sekarang.
"Mom, Daddy."
Keduanya berbalik dan terkejut karena Sean tiba-tiba pulang tampa pemberitahuan. Mereka segera menghampirinya.
"Sayang, kenapa kamu ada disini? Bukankah kamu kuliah?" tanya ibunya.
"Aku ingin bicara."
Kedua orang tuanya bertukar pandang, ada raut kawatir di wajah keduanya. Hal yang Sean tahu alasannya. Namun dia tidak bisa menghibur mereka. Sean memiliki tujuannya sendiri.
Mereka kembali ke dalam rumah, berkumpul diruang tamu dengan posisi Sean diapit oleh keduanya.
"Izinkan aku ikut dengan Profesor Adam. Dia akan menjadi salah satu peneliti di Indonesia. Membantu menyelidiki penyebab dan dampak ledakan nuklir di sebuah desa."
Ibu angkatnya segera menggenggam tangannya dengan cemas. Dia menggeleng dengan raut sedih.
"Mom, aku ingin melakukan ini. Aku juga ingin mencari asal usulku. Aku memiliki DNA orang Asia. Bagaimana jika ternyata aku berasal dari sana. Aku hanya ingin memastikan. Aku akan segera kembali jika aku salah. Kalian akan tetap jadi orang tuaku."
Sean benar-benar pandai mengatur ekspresi wajahnya. Dia terlihat sama sedihnya. Semangat dan tekadnya ia tunjukkan sehingga orang tuanya mau tidak mau menyetujuinya.
"Terima kasih, aku juga ingin kalian merahasiakan tujuanku datang kesana dari Profesor Adam. Dia tidak akan menerimaku menjadi muridnya jika dia mengetahui tujuanku ini." pinta Sean dengan raut sedih.
"Kami mengerti nak, jangan bersedih. Kami selalu mendukungmu. Siapapun yang melakukan hal buruk padamu, membuangmu dan melukaimu, kami akan melindungimu dari mereka." ujar ibunya sambil memeluknya dengan erat.
"Terima kasih Mom, aku mencintai kalian."
"Kami juga mencintaimu, Son!" sahut ayahnya, memegang pundak Sean untuk memberikan dukungan.
.
Setelah pengurusan surat izin dari universitas, Sean berangkat bersama Adam. Dia juga di dampingi seorang asisten. Masih muda, jika pada umur sebenarnya, Sean pastinya lebih tua darinya, namun karena penampilan Sean yang sedikit berubah, dia terlihat lebih muda dari wanita itu.
Mereka terbang dari Australia dan mendarat di bandara pada tengah hari. Sean merasakan atmosfir yang telah lama ia rindukan. Dia merindukan musim di negara asalnya. Meskipun kehilangan sebagian ingatannya, tapi dia tidak melupakan kisah hidupnya hingga remaja.
"Aku dengar kamu mengalami amnesia, apa kamu benar-benar kehilangan seluruh ingatanmu?" tanya wanita itu.
Sean menoleh, mereka bahkan belum berkenalan, jadi Sean hanya mengabaikan pertanyaannya. Wanita itu tampak kesal, dia melirik Adam yang berjalan di belakang mereka.
"Profesor, apa dia memang menyebalkan seperti ini?" tanyanya.
Mereka berhenti di depan sebuah mobil dimana pengemudinya menyambut mereka dengan wajah senang. Seorang pria tua lainnya. Sean memberikan jabat tangan sebagai sapaan.
"Ayo masuk, kita akan langsung ke pusat penelitian." ujarnya.
Profesor duduk di depan bersama pria itu dan Sean duduk di belakang dengan asisten Adam.
"Aku Freya."
Wanita itu tiba-tiba mengulurkan tangan. Mau tidak mau Sean menjabatnya dan ikut memperkenalkan diri.
"Sean."
Jabat tangan terurai dan Sean kembali sibuk dengan pikirannya. Freya sendiri menatapnya dengan penuh kecurigaan. Sama seperti cara Adam menatapnya, namun Freya juga terlihat tertarik dan penasaran akan sosok Sean yang diceritakan Adam padanya. Apalagi, dialah yang menguji rambut Sean atas perintah Adam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
SDull
smangat yhor
2022-05-24
1