Diandra sedang menikmati secangkir kopi panas disebuah kafe. Matanya menatap lurus kearah luar jendela. Ingatannya kembali pada kejadian dimana dia melihat Sean.
Tidak lama berselang, dua orang muncul dan duduk di hadapannya. Seorang laki-laki berumur empat puluhan namun terlihat masih sangat tampan dan gagah. Seorang lagi adalah gadis muda yang memiliki wajah cantik khas indonesia. Mereka berdua adalah Billi, pria yang mengepalai laboratorium milik Cell Farma. Dia juga menjabat sebagai salah satu direktur diperusahaan itu. Sementara gadis muda ini adalah Barbara, kekasih Hugo yang saat ini mengabaikan hubungannya dengan alasan sibuk pada pekerjaannya. Dia mengorbankan hubungan yang sudah ia jalani selama 3 tahun terakhir.
"Daffin masih hidup." ujar Diandra.
"Sudah kuduga, dia tidak akan semudah itu mati setelah berbagai bukti percobaan yang kita dapat. Kita harus mendapatkannya kembali." jawab Billi.
"Tentu saja, itulah alasan aku menemui kalian." Diandra menunjukkan satu foto. "Mereka berdua yang membawa Daffin kembali. Aku masih menyelidiki bagaimana Daffin sampai di Australia tampa bukti apapun. Tidak ada jejak dia menggunakan pesawat atau kapal."
"Wajahnya berubah, dia mungkin menggunakan identitas baru." sahut Billi.
Diandra baralih pada Barbara yang sejak tadi diam saja. Gadis itu tampak terkejut dengan fakta yang ada.
"Bagaimana menurutmu, Barbara?"
Barbara tersentak kecil, Billi ikut menatap wajah Barbara. Dia lalu mengangkat tangannya dan meraih dagu Barbara sehingga wajah gadis itu fokus padanya.
"Kamu tidak menghianatiku, kan. Sayang?" tanyanya dengan nada rendah penuh intimidasi.
"Aku tidak, Bill. Hugo tidak menceritakan apapun tentang Daffin usai ledakan itu. Setelahnya kamu tahu sendiri bahwa kami jarang bertemu." Billi menarik tangannya dan bersikap santai lagi.
"Dia membuat identitas barunya di Australia. Tidak ada jejak dari dinas kependudukan dengan nama Sean dengan wajah Daffin yang baru."
"Jadi namanya sekarang Sean?" sahut Billi.
"Aku akan menemui Hugo untuk menyelidikinya." usul Barbara.
"Ide bagus, kamu juga harus menjalin hubungan baik dengan pacarmu itu. Terlalu lama selingkuh itu tidak baik." tutur Diandra dengan sinis.
"Aku tidak akan menyetujui saran itu." sambar Billi dengan cepat. Wajahnya berubah merah padam. Dia menatap Diandra dengan sorot yang menyala-nyala.
Diandra menelan salivanya dengan susah payah. Bagaimanapun dia mengenal Billi dengan baik. Tidak baik baginya jika membuat pria dihadapannya itu marah.
"Sikapmu terlalu lancang mencampuri urusanku. Tugasmu untuk menyelidikinya, aku ingin Daffin didapatkan secepat mungkin." kata Billi dengan dingin.
"Maaf Bill, aku lepas kendali." jawab Diandra pelan.
Billi tampak melunak, "Dia sudah tahu?" tanyanya dengan nada yang biasa lagi.
"Aku sudah memberitahunya sebelum menemui kalian." jawab Diandra.
"Dia bos nya, tentu saja dia yang harus tahu anaknya masih hidup." Billi bangkit dan meraih tangan Barbara agar ikut berdiri. "Kabari aku jika kamu sudah mendapatkannya. Saat Juan sembuh total, anak gila itu pasti akan senang." lanjutnya, lalu pergi dengan Barbara yang berada dalam pelukannya.
"Ck, mereka semakin mengumbarnya. Sialan!" gerutu Diandra kesal.
.
Sean sedang berada di dalam rumah mewah miliknya. Saat ini dia berhadapan dengan wanita tua yang selalu membersihkan rumahnya. Wanita itu tampak ketakutan, menyangka kalau Sean adalah pencuri.
"Nenek Anti, Nenek ingat saya? Setidaknya suara saya." tanya Sean.
Posisi mereka adalah, Sean berdiri sementara Nenek Anti terjerembab ke lantai. Saat Sean ingin menolongnya, Nenek itu malah mundur. Sehingga Sean kembali berdiri dan ingin menjelaskan terlebih dahulu.
"Siapa kamu? Kamu bukan pencuri?" tanya Nenek Anti.
"Kenapa aku harus mencuri dirumahku sendiri?"
Mendengar jawaban Sean, nenek Anti mengernyit heran. Dia bangun dari lantai dan menatap Sean lebih lekat.
"Jangan berbicara bohong nak, pemilik nama ini bernama Daffin. Dia yang menugaskanku menjaga rumah ini sementara dia bekerja keluar negeri."
Sean tersenyum, dia sangat ingat pembicaraan itu. Dia berbohong pada nenek untuk menyamarkan kepergiannya.
"Saya pergi keluar negeri untuk operasi plastik nek. Ini saya, Daffin. Saya pernah mengatakan bahwa jika saya kembali, saya akan memberikan anda ini bukan?"
Daffin mengeluarkan sebuah map coklat tipis dari saku jaketnya. Map itu ia gulung kecil. Nenek menerima map itu. Membuka gulungan dan mengeluarkan isinya.
Matanya berkaca-kaca setelah membacanya. Lalu dia menatap Sean dengan wajah bingung. Antara percaya dan tidak melihat perubahan Sean yang sangat jauh dari sebelumnya.
"Jika benar kamu Daffin, sebutkan pasword ruang bawah tanah. Daffin pernah memberitahu nenek tentang hal itu. Bahwa yang mengetahui rumah ini hanya dia sendiri."
"Ilmu pengetahuan tidak memiliki batasan. Itu adalah kalimat yang menjadi prinsip hidupku selama aku belajar. Karena itu aku menggunakan kombinasi angka dari kata Ilmu. Nek, sebenarnya... Anda dalam bahaya ketika mengetahui identitasku saat ini."
Mendengar itu nenek Anti menegang ditempatnya. Keterkejutan dan ketakutan menjadi satu. Kaki rapuhnya bahkan sudah bergetar.
"Ja-jangan menyakitiku!" ujar nenek Anti.
"Tentu saja tidak asal nenek bisa diam. Aku akan tahu jika nenek menghianatiku." Nenek Anti mengangguk dengan cepat. "Bagus, bekerjalah seperti biasa. Ingat untuk tetap diam atau cucumu satu-satunya akan ikut merasakan akibatnya."
"Ba-baik tuan! Ss-saya permisi!"
Nenek Anti segera pergi meninggalkan Sean yang masih memasang wajah penuh ancaman. Setelah pintu utama tertutup, Sean mendengar tepuk tangan dan langkah kaki dibelakangnya.
"Sangat berprikemanusiaan Sean, Kamu berani mengancam nenek tidak berdaya?" sinis Freya sembari duduk di sofa ruang tamu tersebut.
"Dia terpaksa melakukannya, jangan begitu." bela Hugo yang ikut duduk di sofa lain.
"Ngomong-ngomong apa isi map itu? Dia terlihat sangat terharu." tanya Freya.
"Surat rumah, aku membeli rumah yang ia kontrak sebelum pergi hari itu. Aku menjanjikan itu ketika aku kembali."
"Wah... Kamu sangat baik padanya." ucap Hugo.
Freya membenarkan dalam hatinya, namun ia terlihat gengsi untuk menunjukkannya. Dia malah mencibir atas pujian Hugo.
"Profesor? Bagaimana? Apakah tempat itu layak?" tanya Freya ketika Adam masuk dari arah dapur. Dia sejak tadi berada di dalam ruang bawah tanah Sean. Ruang penuh alat penelitian.
"Apa orang lain tahu tempat ini?" tanya Adam, mengabaikan pertanyaan Freya.
"Diandra, hanya saja aku tidak tahu apakah ia tahu aku menempatkan alat-alat itu disana. Wanita itu punya cara untuk tahu segala hal."
"Benar, aku bahkan tidak akan heran kalau dia sudah mendapatkan data kalian." sahut Hugo.
"Siapa dia?" tanya Freya.
"Tangan kanan mr.X."
Adam menoleh pada Hugo. "Mr.X? Sean juga menyebut inisial ini kemarin." Adam kembali menoleh pada Sean.
"Aku tidak tahu identitasnya. Ibuku, Diandra dan semua orang dalam tim saat itu menyebutnya begitu."
"Aku mencurigai beberapa orang namun tidak memiliki bukti kongkrit." kata Hugo.
"Siapa?"
"Aku sebut juga kalian tidak akan tahu, kalian orang baru." jawab Hugo atas pertanyaan Freya.
"Ck, katakan saja!" kesal Freya.
"Seorang dengan kekuasaan yang lebih besar, bisa jadi pejabat, pemikik Cell Farma sendiri, atau mungkin Billi. Kata Barbara Billi sosok penting di labor mereka. Dia juga salah satu direktur disana."
"Yah, Profesor! Jangan terlalu jauh. Siapapun dia bukan urusan kita. Aku lebih suka kembali kenegara kita." tutur Freya, dia menunjukkan ketidak sukaan dan tidak minatnya ia pada identitas orang dibalik semua ini.
"Fre, apa kita harus terbang lebih tinggi?" ancam Sean.
Freya menatapnya dengan tatapan menghina. Lalu mengulangi kalimat Sean dengan nada penuh ejekan. Seolah dia sama sekali tidak takut akan ancaman pria mutan dihadapannya.
Hugo terkikik geli ditempatnya. Sangat takjub dengan sifat Freya yang cuek itu. Adam bahkan terlihat kawatir. Pasalnya Sean bukanlah manusia biasa. Dia bisa kehilangan kontrol kapan saja dan mereka belum mengetahui cara untuk mengendalikannya.
Yang mereka tidak sadari adalah pergerakan Sean setelahnya. Tiba-tiba saja situasinya menjadi sangat canggung sekali bagi Adam daj juga Hugo. Bgaimana tidak, mereka menyaksikan adegan intimidasi layaknya difilm-film jika seorang pria arogan menggoda wanita yang disukainya.
"Katakan sekali lagi, aku ingin mendengarnya lagi." kata Sean dengan nada rendah yang mengancam. Dia mengungkung Freya diantara kedua lengannya. Menopang tubuhnya sendiri dengan lututnya pada sofa.
"Menyingkir dariku!" usir Freya, dia mengalihkan pandangannya kearah lain. Tidak sanggup menatap bola mata Sean yang sudah berubah keemasan.
"Katakan dulu." bisik Sean. Dalam hati menertawakan ekspresi Freya. Dia sangat menikmati bagaimana jantung gadis itu seakan ingin melompat saking cepatnya memompa.
"Katakan apa! Menyingkir dari_"
Freya tampa sadar menatap mata Sean. Tentu saja dia tidak bisa berkata-kata lagi. Pesona wajah tampan sekaligus cantik itu amat sempurna.
"Sial! Aku akan menurutimu. Puas!" ujarnya dengan kesal.
Sean terkekeh pelan. Dia menarik diri dan kembali serius. Duduk disamping Freya dan menatap bergantian Hugo dan Adam yang terlihat canggung.
"Profesor, bagaiman kalau anda bergabung dengan mereka?" tawarnya.
"Kamu gila? Dia bisa dalam bahaya!" sahut Hugo dengan cepat.
"Ide itu tidak buruk. Tapi juga bukan solusi yang tepat. Sean, aku tidak begitu mempercayai pemerintah kalian. Terutama Anton, mereka terlihat sangat tidak serius dan hanya mengulur waktu. Dia lebih fokus membangun opini masyarakat lewat media. Aku merasa kami hanya alat untuk meyakinkan rakyat kalian. Cepat atau lambat, kami akan dipulangkan. Jika itu terjadi kerjasama kita akan batal."
"Aku tidak yakin, tapi mungkin saja beberapa pihak membayarnya. Sebelum ledakan, aku masih ingat kalau mereka sudah menyiapkan satu senjata pemusnah massal dan dua senjata biologi."
"Sean, jangan bilang kalau...."
Hugo tidak melanjutkan ucapannya kala Sean tersenyum masam padanya.
"Benar, akulah yang menyebabkan ledakan itu terjadi. Akulah yang menghancurkan tempat itu dan membunuh mereka semua."
Baik Hugo, Adam maupun Freya terdiam ditempat mereka. Semua mata mengarah pada Sean. Mereka jelas terkejut dan syok atas pengakuan itu. Apalagi Hugo, sebagai sahabat yang mengetahui Sean luar dalam, seperti tidak percaya Sean melakukan tindakan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments