Lebih dari satu Jam Sean berkutat dengan rasa sakit dan ngilu disekujur tubuhnya.Obat yang Freya berikan sama sekali tidak berguna. Ketika Freya menghubungi Adam, barulah Sean menerima obat tambahan dan perlahan rasa ngilu ditubuhnya perlahan menghilang.
Kini, mereka duduk di dalam mobil yang dikendarai oleh Hugo. Sean memutuskan pergi kerumah yang dahulu ia tempati bersama Elsa untuk mendapatkan petunjuk. Elsa sendiri harus menjemput anaknya, sehingga dia hanya memberikan kunci rumah mereka.
Sesampainya disana, Sean mengitari ruangan demi ruangan demi mendapatkan ingatannya. Sayangnya, tidak ada satupun ingatan yang muncul disana.
Rumah itu terdiri dari tiga kamar. Hugo yang pernah beberapa kali berkunjung memberitahu Sean bahwa kamarnya ada di dekat dapur, sementara Elsa dan anaknya di kamar depan. Rumah itu hanya rumah sederhana. Namun terasa cukup nyaman untuk ditinggali.
Ketika memasuki kamarnya, Sean duduk di atas kasurnya. Memandang setiap sisi kamar. Tidak ada banyak barang disana. Sean berpikir mungkin dulu dia tidak berencana untuk tinggal selamanya disana.
Sean bangkit berdiri, dia membuka lemari dan menggeledah isinya. Dibawah tumpukan baju yang terjatuh dibawah hanger, dia menemukan sebuah map coklat. Sean mengambilnya dan segera membukanya.
Hanya ada satu lembar berkas disana, fotokopi surat tanah milik orang lain. "Untuk apa aku menyimpan surat tanah milik orang lain?" tanyanya pada diri sendiri.
Sean membaca alamatnya, lalu ia melipat kertas itu dan memasukkannya kedalam saku celananya. Dia dengan cepat berjalan keluar. Freya dan Hugo yang kebingungan hanya mengikutinya.
"Kemana?" tanya Hugo ketika mereka sudah kembali di dalam mobil.
"Ke daerah xxx jalan A."
Freya menyentuh punggung tangan Sean untuk memeriksa suhunya. Memang tidak dingin seperti tadi, namun Freya sangat yakin suhu Sean diatas normal.
"Kendalikan pikiranmu, Sean. Rileks dan jangan berpikir berlebihan. Kamu tampaknya belum sepenuhnya memahami tubuhmu sendiri." tegur Freya.
"Ada masalah apa?" tanya Hugo dari bangku kemudi, suaranya terdengar kawatir.
"Suhunya kembali tinggi seperti tadi usai menggunakan sayapnya."
"Apa perlu kerumah sakit?" tanya Hugo lagi.
"Itu beresiko, bagaimana kalau aku kehilangan pengendalian diri disana." tolak Sean.
"Tapi tetap saja, kamu perlu dokter spesialis genetika. Profesor tidak akan bisa menangani masalah ini sendirian, bagaimanapun dia butuh ahli genetika yang lebih berpengalaman darinya. Profesor mungkin sangat tertarik denganmu, tapi aku tahu kemampuannya lebih menonjol di bidang nuklir. Profesor mendalami itu sejak awal, dia baru belajar biologi genetika dua tahun terakhir." ujar Freya panjang lebar.
"Benarkah? Tapi siapapun yang kalian panggil profesor ini pasti memiliki otak jenius. Buktinya dia mengambil beberapa keahlian sekaligus." komentar Hugo.
"Satu hal lagi, disini ahli genetika masih sangat langka." tambah Sean. "Pacarmu Barbara, dimana dia?" tanya Sean, sebelumnya nama Barbara mereka sebut sebagai orang yang mengimformasikan kematian dirinya.
"Dia terlihat betah disana, dia bilang gajinya juga besar. Jadi dia lebih sering berada di dalam laboratoriumnya."
"Pacarmu peneliti?"
"Ya, lebih tepatnya dia ahli kimia. Dia bekerja sama dengan peneliti lain di laboratorium milik perusahaan Cell Farma. Sean, kamu ingat sesuatu tentang dia?" tanya Hugo.
"Sesuatu apa?"
"Kamulah yang merekomendasikan dia pada Diandra. Kamu memintanya untuk menjadi sumber informan disana. Tapi sejak kamu dinyatakan meninggal, dia juga berhenti memberikan informasi padaku. Dia bilang aku tak akan mengerti, jadi dia tetap bekerja selayaknya karyawan biasa."
"Bisakah aku bertemu dengannya?"
"Itu... Aku pikir untuk saat ini jangan dulu."
Sean mengerutkan keningnya karena heran. "Kamu mencurigainya?" tanya Sean pada akhirnya.
Hugo tersenyum kecil, "Aku tidak sengaja melihat dia makan diluar bersama Willi. Hal yang tidak lazim baginya, karena dia tidak akan pernah keluar dengan seseorang yang tidak dekat secara emosional. Aku mencoba meretas akun media sosial dan emailnya, tapi aku tidak menemukan bukti apapun. Dia berhenti mengunjungi akunnya setengah tahun yang lalu."
"Kamu... berpikir dia berhianat?" tanya Freya.
"Mungkin, aku tidak punya bukti. Jadi aku hanya menjalaninya dengan tenang."
"Informasi apa yang biasa dia berikan padamu?"
"Tentang kegiatan dilaboratorium, tentang pekerjaan Willi dan posisinya. Siapa saja yang terlihat berhubungan dengan Willi dan arah penelitian mereka. Aku tidak tahu mengapa kamu memintanya menjadi mata-mata saat itu. Tapi apapun informasi yang ia berikan nyatanya tidak berguna, setidaknya menurutku."
"Willi ini... Siapa dia?"
"Kamu pernah bilang Willi ini ketua tim peneliti disana. Apa ini rumahnya?"
Mereka semua menoleh kearah yang sama. Sebuah rumah mewah dikawasan cukup elit. Sean keluar dan melihat sekali lagi kertas yabg tadi ia simpan. Sean mendekati pagar yang pintu masuknya ternyata menggunakan sistem smartlock. Sangat jarang rumah menggunakan smartlock untuk sistem keamanan pagar di sana. Menuruti instingnya, Sean menempelkan ibu jarinya, namun sistem menolak karena tidak sesuai. Lalu ia menggunakan sandi dengan kombinasi namanya atau tanggal lahirnya. Sama saja, sistem tetap menolak.
"Apa menurutmu ini rumah yang kamu maksud?" tanya Hugo.
"Ya, mungkin saja sidik jariku juga berubah."
"Oh, ngomonh-ngomong soal itu, kamu pernah menyuruhku melakukan tes DNA. Aku baru saja mengambil hasilnya tadi pagi."
"Apa hasilnya?" tanya Sean sembari mengukur ketinggian tembok pagar.
"Tidak sesuai, DNA kamu dan Daffin tidak sama."
"Itu bisa disebabkan karena perubahan materi genetik besar-besaran yang terjadi padanya." komentar Freya.
"Itu mung_"
Baik Hugo dan Freya tercengang ditempatnya. Sean, tampa aba-aba melompat secepat kilat dan menghilang dari pandangan.
"Dia melompat seperti kucing." gumam Hugo.
Sean sendiri dengan kecepatan luar biasanya sudah berhasil menerobos masuk kedalam rumah. Seperti dugaannya, rumah itu kosong. Sean sudah mendeteksi itu dengan kemampuan telinganya yang luar biasa sejak mereka sampai.
Seluruh perabotan tertata rapi, dia menyentuh salah satunya dan tidak mendapati debu sama sekali, seperti halnya halaman rumah, terlihat sangat terawat dengan baik. Sean melihat sisi kiri dari ruang tengah yang sangat luas itu. Disana ada lift yang sepertinya sengaja dimatikan. Sean menaiki tangga dan naik ke lantai dua. Memeriksa setiap ruangan. Disana, nyaris setiap sudut ruangan ada foto dirinya dimasa lalu. Tapi tidak ada foto Elsa maupun anaknya. Jika itu adalah rumah yang ia siapkan untuk mereka setelah menikah.
Sean cukup bingung, namun tidak berpikir lebih jauh. Fokusnya adalah mencari apapun petunjuk untuk membantunya mencari kebenaran.
Lantai 3 Sean yakin adalah kamar dimana ia mungkin tidur. Sean memasuki kamar yang paling besar dan paling mewah dari sekian banyak kamar disana. Benar saja, disana Sean menemukan seluruh barang pribadinya. Sebuah brangkas, lemari yang terkunci dengan sistem smartlock. Walk in closet yang berisi pakaian bermerk dan ada banyak gitar di rak pajangan.
Sean berdiri didepan brangkas yang tertanam di dinding. Dia benar-benar tidak ingat kodenya. "Aku harus mendapatkan ingatanku lagi." gumamnya. Dia keluar dari sana menuju balkon. Memperhatikan area belakang rumah. Ada taman yang benar-benar indah, terawat dengan sangat baik. Sebuah kolam renang membentuk sungai yang memanjang mengitari area taman.
Sean kembali ke dalam kamar, memeriksa setiap laci dan menemukan sebuah buku catatan kecil. Sean ingat itu adalah bukunya sejak SMA. Buku catatan yang ibunya suruh buat.
Sean membukanya, seperti yang ia ingat, hanya berisi nomor telepon penting, alamat beberapa tempat, catatan kecil seperti tulisan asal yang ia tulis dan tanggal serta kejadian yang menurutnya penting. Seingat Sean, dia tidak pernah membawa buku itu lagi sejak ibunya meninggal.
di akhir catatan, matanya tertuju terpaku pada satu tulisan. Tulisan yang sama seperti pada foto yang ia temukan dilokasi ledakan.
"Ilmu pengetahuan tidak memiliki batasan" bisiknya. "Jadi, foto itu mungkin milikku?"
Sean memasukkan kembali catatan itu dalam laci lalu keluar. Dengan cepat dia sudah sampai pada lantai satu. Dia mencari-cari sekeliling rumah, luar rumah bahkan pekarangan jika ada satu tempat yang mungkin ia lewatkan. Ingatannya akan pertemuan dengan Diandra, ia mungkin menyiapkan rumah ini untuk sesuatu.
Sean berhenti pada sudut dapur. Sebuah ruangan pendingin. Ini bukan kafe atau restoran, Sean tidak tahu untuk apa dia menyiapkan ruangan ini. Di dalam ruang itu ada sebuah pintu. Ketika dia membukanya, dia menemukan tangga menuju lantai bawah tanah.
Sean menuruni tangga itu dan sampai pada sebuah pintu yang lagi-lagi menggunakan sistem smartlock. Sean meneliti pintu besi itu dari atas sampai bawah. Ada ukiran tulisan yang hanya seperti goresan. Kalimat yang sama seperti di belakang foto dan buku catatannya.
"Ilmu?" gumamnya. Dia menekan angka dari kata itu sesuai urutan dalam alfabet. Benar saja, pintu terbuka menandakan sandi itu benar. "Kenapa kamu gampang dibaca Daffin." katanya pada dirinya dimasa lalu.
Sean tidak terkejut begitu dia melihat apa yang ada didalam ruangan itu. Sangat luas, tertata sangat baik sesuai standart dan keamanan laboratorium. Benar, ruangan itu berisi berbagai alat dan perlengkapan untuk penelitian. Seluruh lemari berisi reagen kimia, baik berbentuk padat maupun cair. Beberapa zat radioaktif dalam wadah dengan keamanan khusus juga tersedia disana.
.
Freya dan Hugo berbalik ketika pintu pagar terbuka dari dalam. Sean keluar dengan wajah datar seperti biasa.
"Apa yang kamu temukan?"
"Ini rumah siapa?"
Sean tidak menjawab dua pertanyaan dari dua orang itu. Dia malah masuk kedalam mobil kembali.
"Hei kawan! Maukah kamu menjelaskan pada kami?" ujar Hugo.
"Ini rumah yang aku cari. Mulai besok aku akan tinggal disini. Tapi sebelum itu, aku perlu menunggu seseorang."
"Siapa?" tanya Freya yang kini duduk di samping Hugo di bangku depan.
"Seseorang yang menjaga rumah ini selama aku pergi."
Keduanya saling bertukar pandang. Namun memilih diam dan mengikuti saja perkataan Sean. Saat ini, kondisi Sean sebenarnya tidak stabil. Memancing emosinya hanya akan membuat keadaan menjadi buruk.
Hugo keluar untuk membeli minuman dan makanan ringan untuk mereka. Freya sendiri sedang berkirim pesan dengan Adam dan menjelaskan apa yang terjadi pada mereka. Sean sendiri, duduk bersandar di kursi penumpang. Dia menutup matanya, berusaha berkosentrasi. Berharap mungkin saja ia akan mendapatkan ingatannya.
Baru beberapa puluh menit berlalu, sebuah mobil berhenti tepat di belakang mobil mereka. Pengendaranya keluar bersamaan dengan Hugo yang baru saja kembali. Keduanya saling lempar pandang dengan pertanyaan masing-masing didalam kepala mereka.
Sean dan Freya ikut keluar, melihat siapa yang datang. Saat itulah, sekumpulan ingatan tak terbendung menghampiri kepalanya. Sean sangat tahu siapa wanita yang berdiri menatapnya itu. Namun kepalanya terasa berputar dan perutnya tiba-tiba mual. Freya berusaha menopang tubuhnya dan Hugo buru-buru memasukkannya kedalam mobil. Hanya sepersekian detik, Sean pingsan disana. Tampa aba-aba, Hugo mendorong Freya masuk dan segera menjalankan mobil untuk pergi dari sana. Meninggalkan wanita yang masih menatap penuh curiga kearah mobil mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments