Mulai

Freya tidak tahu harus mengatakan apa saat ini. Bagaimana tidak, mereka dihadapkan pada satu ruangan sebesar Aula penuh bahan kimia. Sebuah laboratorium rahasia berkedok penelitian obat. Dia tidak menyangka karena status negara ini.

Dia cukup kagum bagaimana media atau pihak berwajib tidak mengendus apa yang ada disini. Bukan hanya bahan dasar, campuran bahkan turunannya, mereka juga menyimpan seluruh hasil uji coba di dalam lemari-lemari kecil dengan labelnya masing-masing.

"Ini adalah ruangan kalian akan menciptakan formula yang akan mengisi senjata rudal. Aku tidak tahu apakah kalian pernah membuatnya, tapi kita mendapatkan banyak pesanan dan harus menyelesaikannya dalam dua bulan."

"Salah satu organisasi dunia atau negara tertentu?" tanya Adam.

Willi tertawa rendah. "Kita hanya menerima pesanan. Bagiku, uang lebih penting dari pada politik. Mereka memberi uang dan kita berikan apa yang mereka mau."

"Ini ilegal, kan?" celetuk Freya tampa bisa direm.

"Ilegal?" Willi tersenyum pongah, "Bagaimana kamu menyebut ini ilegal ketika pejabat itu menerima banyak uang dari kami? Mereka itu hanya ular licik yang mudah."

Freya jelas tidak menyukai perkataan itu. Namun Adam menyuruhnya diam dengan sorot matanya. Barbara yang hanya diam sejak tadi, tampak tertarik dengan Freya. Bagaimana keberanian Freya menyela Willi membuatnya cukup takjub.

Mereka pindah ke lantai selanjutnya, lalu masuk kedalam suatu ruangan dimana ada pembatas kaca tebal untuk benar-benar masuk kedalam ruangan utama. Mereka wajib memakai alat pelindung diri lengkap untuk masuk ke dalam. Hal itu karena ada ratusan jenis virus yang juga dikembangkan disana.

"Kita juga menerima pesanan virus baru. Namun mengembangkan varian baru yang bisa ditularkan dari hewan kemanusia cukup memakan waktu. Kami menunggu kontribusi anda disini. Mari kita pindah ke bagian lain." tukasnya pada Adam.

Mereka pindah dari satu gedung ke bangunan sebelahnya. Bangunan satu lantai namun sangat luas.

"Semua senjata ini... milik siapa? Bagaimana Cell Farma membawanya kesini tampa diketahui?" tanya Adam.

"Semuanya dirakit disini. Hanya saja... belum sempurna seluruhnya. Tugas kalian, aku dan kita semua untuk mengembangkannya."

"Senjata bukan keahlianku, omong-omong."

"Profesor Adam, aku memberitahumu hal ini karena kita akan mengembangkan nuklir untuk senjata-senjata ini."

"Ini juga pesanan?"

"Tentu saja, kami tidak membuatnya dengan cuma-cuma."

Freya dan Adam jelas memikirkan satu hal. Jika Cell Farma terlibat dengan proyek ilegal di dalam hutan, untuk apa mereka melakukan hal itu jika mereka punya ratusan ahli dan tempat sempurna untuk membuat senjata?

.

Freya dan Adam kini tinggal di sebuah rumah milik perusahaan. Tidak terlalu mewah tapi tidak bisa dikatakan sederhana.

"Mereka berbahaya Profesor? Kita bisa mati kapan saja." ujar Freya ketika duduk diruang tamu.

Adam diam saja. Dia juga terlihat sedikit kawatir pada mereka, terutama Freya dimana ia yang membawanya ikut terlibat.

"Maafkan aku, tapi kamu bisa pulang ke Australia. Ini berbahaya, aku akan meyakinkan mereka bahwa kamu akan tutup mulut."

Freya menatap Adam dengan pandangan tidak setuju. Jelas akan menolak mentah-mentah ide itu.

"Profesor, jangan bilang anda tidak mempercayaiku."

"Bukan begitu, aku hanya_"

"Kawatir? Aku tahu aku sedikit sembrono. Tapi pergi disaat anda sendirian dengan mereka itu tidak mungkin. Lagi pula..." Freya menjeda, dia teringat permintaan Sean. "Lagi pula saya tidak punya siapa-siapa lagi. Anda adalah orang tua dan keluarga saya sekarang." lanjutnya. Benar dia memang menganggap Adam seperti itu, tapi yang mengganggunya adalah bagaimana di tiba-tiba teringat Sean.

"Anak baik.... Aku mengerti. Jadi ayo sama-sama selesaikan ini dan kita akan kembali ke negara kita."

Freya terkekeh pelan. "Anda sangat tertarik dengan Sean sampai melakukan hal berbahaya, Profesor."

"Kamu benar, sejak dia masuk ke Universitas, aku sudah mengamatinya. Semakin mengenalnya aku juga semakin ingin tahu lebih banyak. Dia mirip sepertimu, Nak. Kesepian dan butuh keluarga. Apa yang dia alami begitu menyakitkan, bahkan sejak kecil."

"Sejak kecil?" ulang Freya tidak mengerti.

"Perubahan pada tubuhnya tidak akan terjadi dalam waktu sebentar. Aku curiga dia sudah dijadikan bahan percobaan sejak dia anak-anak. Dilihat dari susunan DNA dan perubahan signifikan yang terjadi. Dia pasti mengalami sakit berkali-kali sebelum akhirnya berada lama di dalam laboratorium dalam hutan itu. Apa yang terjadi padanya, itulah yang mendorongku membantunya. Sean butuh bantuan untuk terus mengenali tubuhnya sendiri."

"Dia bilang sejak lama ibunya menyiapkan segalanya, lalu Elsa membantu sejak ibunya meninggal. Sean belum bercerita secara rinci, tapi sepertinya dia menderita sakit sejak kecil."

"Aku ragu itu sakit yang secara umum menimpa seseorang. Aku bahkan lebih curiga pada ibunya sejak awal." sahut Adam.

Ponsel Freya bergetar, menunjukkan panggilan dari Sean. "Halo?" jawabnya.

"Tunggu sebentar."

Sambungan terputus dan Freya segera mengirim lokasi mereka. Dia terlihat kawatir.

"Terjadi sesuatu?" tanya Adam.

"Dia terdengar sedikit sesak napas. Aku sudah mengirim lokasi kita."

Freya segera keluar sambil memperhatikan sudut rumah jika mereka diawasi melalui kamera tersembunyi. Adam ikut memeriksa seluruh rumah dan luar rumah.

Setelah beberapa menit, bunyi gedebuk cukup keras terdengar dari halaman rumah. Adam dan Freya bahkan ketakutan karena rumah mereka cukup dekat dengan tetangga lainnya. Mereka segera berlari dan menghampiri Sean yang sudah pingsan dengan sayap yang mulai menghilang.

Setelah tubuhnya kembali seperti semula, Adam dengan cepat membawa Sean masuk sebelum seseorang melihatnya. Benar saja, beberapa tetangga mereka datang dan bertanya apa ada sesuatu yang jatuh di sekitar rumah mereka. Adam yang memang selalu tenang dengan kalem menjawab bahwa dia juga penasaran.

"Aku juga mencari, tapi karena tidak ada apa-apa aku kembali masuk ke dalam. Aku pikir itu di rumah warga lain. Apa ada sesuatu?" tanyanya.

"Tidak tahu, ya sudah. Kami permisi, maaf mengganggumu." ujar salah satu dari mereka.

Ketika Adam masuk, Sean sudah sadar kembali. Dia malah tersenyum seolah tidak terjadi apapun pada tubuhnya. Freya hanya mengangkat bahu ketika Adam masuk. Tanda dia juga tidak mengerti yang terjadi dengan Sean.

"Kamu tadi pingsan dan sekarang sehat tampa cidera apapun."

"Tubuhku semakin baik mengatasi kerusakannya. Aku jadi benar-benar penasaran, Profesor. Ini tidak terjadi saat aku menyentuh Elsa."

"Hah?"

Itu adalah respon kedua orang yang sedang menatap Sean dengan kening mengerut bingung.

"Seperti sebelumnya, suhu tubuhku turun drastis setelah membawa Elsa dan Hugo ke tempat aman. Jadi aku melakukan hal yang sama seperti padamu." Sean menoleh pada Freya, lalu beralih pada Adam lagi. "Tapi itu tidak berefek apapun. Jadi dengan tenaga tersisa aku terbang kesini. Aku jatuh dari ketinggian karena sayapku yang tidak bisa kukendalikan lagi."

"Lalu apa hubungannya dengan Freya?" tanya Adam.

"Tanganku digenggam," sahut Sean.

Adam tentu saja tidak mengerti, sementara itu Freya merasakan suhu wajahnya meningkat entah kenapa.

"Saat suhu tubuhku menurun, aku akan lemah. Lalu aku menyentuh suhu tubuh Freya yang normal. Dalam hitungan beberapa detik, tubuhku mengenalinya dan menyesuikan kembali. Ini seperti... aliran air yang dingin dicampur ke air panas, dia akan menjadi normal bukan?"

"Tapi katamu dengan Elsa tidak berfugsi. Apa tidak bisa dengan orang lain?"

"Entahlah, aku mencobanya dengan Hugo tadi."

"Cukup mencurigakan, apa kalian saling__"

"Katamu tadi membawa mereka ketempat aman, apa terjadi sesuatu?" potong Freya yang wajahnya sudah memerah.

Sean tersenyum, pelan-pelan memperhatikan wajah Freya dari dekat. Lalu dia menyeringai dan melemparkan pandangan mengejek.

"Lihat wajahmu, apa kamu sangat senang menjadi spesial? Karena aku hanya bereaksi dan sembuh ketika menyentuh kulitmu?" godanya dengan nada penuh ejekan.

"Dalam mimpimu! Menjauh dasar cabul!" bentak Freya dan bergeser untuk menjauh.

Sean tertawa senang melihat wajah kesal Freya. Adam hanya menggeleng pelan. Dia mulai terbiasa dengan hubungan mereka yang seperti love hate relationship itu.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Adam, kali ini lebih serius.

Sean mengangguk, "Mereka mencoba menangkapku dengan senapan bius seolah aku adalah gajah lepas yang berbahaya."

"Gajah apanya, lebih cocok anjing gila." celetuk Freya tampa sadar. Tampaknya dia masih sangat kesal.

"Benarkah?" Sean mulai lagi, "Mau digigit anjing gila ini, hm? Aku akan dengan senang hati sehingga kamu bisa tidur dengan nyenyak."

"Dasar gila!" umpat Freya dengan kesal.

"Anak-anak... Ayolah." Tampaknya Adam mulai jengah. "Ayo lebih serius." ujarnya kemudian.

"Maaf Profesor." kata Freya. Sementara Sean hanya memasang wajah tidak peduli.

"Mereka ini dari pihak mana?" tanya Adam.

"Aku pikir Anton benar-benar membuatku menjadi target penangkapan sebagai penjahat sekelas *******. Anda bertanya siapa di belakang semua ini? Tentu saja Diandra atas perintah Willi." jawab Sean dengan sangat yakin.

"Barbara dan Willi itu pacaran, ya?" tanya Freya tiba-tiba

"Memang kenapa?" tanya Sean curiga.

"Yah, mereka terlihat berbeda satu sama lain."

"Itu tidak penting..." keluh Adam. "Untuk saat ini kita harus fokus pada mereka. Sebisa mungkin tidak tertangkap oleh permainan kata-kata mereka. Perlahan kita bisa menyelidiki Mr.X ini. Siapa dan apa posisinya sehingga Diandra tampak patuh padanya."

"Apa kalian bertemu wanita itu disana?"

"Belum."

"Saat ini kalian akan disibukkan dengan pekerjaan dari mereka. Untuk sementara aku akan benar-benar menghilang." kata Sean.

Freya segera menyahut. "Kamu mau kemana?" tanyanya.

"Hibernasi." jawabnya singkat.

"Apa kamu pikir tidur akan membantumu?" tanya Adam.

"Entahlah, bagaimana menurut anda? Itu karena saya selalu merasa lebih lemah setelah melakukan banyak gerakan."

"Kita perlu memeriksa kondisimu."

"Ikut!"

Freya berdiri bahkan sebelum keduanya memutuskan akan pergi atau tidak.

"Mau kemana?" goda Sean.

"Kerumahmu, kan?" sahutnya dengan yakin.

Adam tertawa dan menggeleng pelan. "Ayo kesana, sepertinya anak ini sudah tidak sabar." kata Adam.

"Ayolah... siapa yang tidak semangat. Profesor akhirnya meneliti manusia langka ini."

"Langka ya, hm??" Sean meletakkan tangannya dipuncak kepala Freya dan menekan-nekannya agak keras.

"Yak! Lepas, Duh!" kesal Freya yang berusaha melepaskan diri.

"Dasar pendek!" ejek Sean begitu ia melepaskan Freya. Lalu berjalan menuju pintu keluar.

"Aku tinggi! Tinggiku normal untuk wanita!" kesal Freya.

Omong-omong Freya memiliki tinggi 160. Sementara Sean sendiri memiliki tinggi 185. Perbedaan yang cukup jauh, karena itu dia mengejek Freya dengan sebutan pendek.

Sesampainya diluar, ketiganya baru ingat bahwa mereka tidak punya kendaraan karena Sean datang dengan terbang, bukan naik mobil.

"Panggil taksi saja." usul Adam, lalu mengeluarkan ponselnya.

"Wow... bahasa Indonesia anda semakin lancar Profesor." puji Freya.

"Kita harus terbiasa, tidak semua orang bisa bahasa inggris disini. Kita harus menyesuikan diri."

"Nah, gadis bodoh ini mana mengerti tentang hal itu, Profesor." lagi-lagi Sean melemparkan ejekan.

Karena kesal, Freya menendang tulang keringnya. Bukannya mengaduh, dia hanya menatap Freya dengan sorot meremehkan.

"Kaki kecilmu tak akan bisa menyakitiku." katanya.

Tentu saja Freya semakin kesal. Dia akhirnya diam dan memilih berdiri di samping profesor yang tersenyum saja melihat kelakuan mereka berdua.

.

Semua orang memperhatikan bagaimana nal sebesar itu menusuk pembuluh darah Sean. Adam mengambil cukup banyak darahnya dan diletakkan kedalam masing-masing tabung sesuai fungsinya.

Freya hanya duduk manis sambil menunggu. Hal yang membuat atmosfir tidak nyaman adalah kehadiran Elsa yang memasang wajah dinginnya. Ya, Sean akhirnya membawa wanita itu kesana karena rumah itu satu-satunya yang memiliki pengamanan ketat. Dia sudah mengganti seluruh pasword dan nenek Anti tidak lagi diperkerjakan.

"Sean... kamu akan menyakiti diri sendiri kalau jadi bahan percobaan lagi." ujar Elsa. Sejak tahu tujuan Adam kesana dia adalah satu-satunya yang tidak setuju.

"Ck, Profesor membantunya! Bukan sekedar menjadikan bahan percoban. Jaga bicaramu!" kesal Freya.

Keduanya saling adu tatapan tajam. Baik Sean dan Adam fokus pada kegiatan mereka. Tidak mengidahkan permusuhan dua wanita ini. Hugo yang duduk di pojok juga tidak begitu peduli, dia lebih tertarik memperhatikan apa yang dilakukan Adam.

Begitu hasil pemeriksaan darah keluar dari alat mereka setelah beberapa menit, Adam semakin takjub sekaligus bingung sendiri.

"Aku butuh waktu untuk mengerti hal ini." ujarnya kemudian. "Aku juga butuh perpustakaanku dirumah." lanjutnya lebih kepada diri sendiri.

"Aku akan membawakannya untukmu setelah tidur panjangku." jawab Sean.

"Tidur panjang?" ulang Elsa. "Kemana kamu akan pergi? Bagaimana dengan orang-orang kemarin?" sambung Hugo.

"Jangan kawatirkan mereka, mereka tidak akan menangkap kalian jika ridak ada aku. Katakan saja tidak tahu dan kembalilah kerumah lamaku."

"Aku mau ikut kamu saja, Sean. Aku tidak punya siapa-siapa lagi."

"Lalu bagaimana dengan tokomu? Kamu kan juga harus cari uang." sela Hugo.

"Aku tidak ingin kesana dulu."

"Aku minta maaf," kata Sean, lalu bangkit berdiri. "Aku akan pergi dimana tidak ada siapapun. Aku ingin sendiri."

"Sean, lihat ini!" panggil Adam yang sejak tadi fokus pada mikroskop elektron.

Ketika Sean menghampirinya, dia segera bergeser agar Sean bisa melihat apa yang ia ingin tunjukkan.

"Apa ini?"

"Diantara rantai DNA milikmu, aku menemukan beberapa DNA asing yang saling berikatan dengan DNA aslimu. Aku pikir hal itu yang menyebabkan tampilan fisikmu berubah dan sewatu tes DNA dengan sampel tubuh lamamu sama sekali tidak cocok. Aku tidak mengerti."

"Tapi bukan itu point pentingnya, Profesor." ujar Sean ketika menarik diri lalu bergeser lagi. Adam mengangguk mengerti.

"Aku tahu, tapi penting untuk memahami bagaimana sistem kerja tubuhmu saat ini sebelum kita membuat formula untuk menekannya. Lagi pula, aku pikir caramu kemarin lebih baik dari pada obat yang mungkin saja membahayakan tubuhmu."

"Kemarin cara apa?" tanya Hugo, "Kami juga harus tahu agar saat Sean seperti itu kami bisa menolongnya." lanjutnya.

"Kalian tidak akan bisa, aku hanya butuh dia." Sean menunjuk Freya dengan matanya.

"Ba-bagaimana bisa?" tanya Elsa, wajahnya sudah tidak enak.

"Sentuhan." jawab Sean tampa rasa bersalah.

Rahang Elsa mengeras, dia berbalik dan keluar dari ruangan itu dengan raut penuh kemarahan.

"Kamu membuatnya salah paham, bodoh!" sergah Freya.

"Memangnya bukan seperti yang kami pikirkan, ya?" sela Hugo.

"Memang apa yang kamu pikirkan? Sentuhan! Dia hanya perlu menyentuh tangan atau area manapun secara langsung." Selesai menjelaskan, Freya melirik Sean yang tersenyum menggodanya lagi.

"Maksudku... pokoknya hanya sentuh kulit saja. Seperti pegang tangan!" lanjutnya salah tingkah.

"Jadi aku boleh menyentuh area mana saja yang terbuka?" tanya Sean.

"Si mesum ini! Aku akan membunuhmu kalau kamu berani!"

"Oh... Aku takut sekali." sahut Sean pura-pura takut.

"Kalian ini, aku rasa kamu perlu menjelaskan pada tunanganmu, Sean. Jangan membuat dia membenci Freya lebih dari ini." nasehat Adam padanya.

"Aku juga berpikir begitu, perjelas juga hubungan kalian agar dia tidak berpikir negatif lagi." sambung Hugo.

Sean jelas-jelas sangat enggan. Namun dia tahu perktaan Adam dan Hugo ada benarnya. Elsa butuh keputusannya. Dia juga bisa lebih merasa bebas dan tidak perlu merasa bersalah akan perasaannya. Sean dulu sangat menghargainya seperti seorang saudara. Namun karena perkataan Juan saat itu, perasaan itu kian memudar.

Sejak suami Elsa mati ditangannya, Sean semakin merasa bersalah dan melakukan yng terbaik untuk menebusnya. Sayangnya Elsa memanfaatkan itu untuk menyatakan perasaannya dan membuat Sean menjadi tunangannya.

Lalu, apa alasan Sean membunuh suami Elsa saat itu?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!