Sean dan Elsa kini duduk di taman depan rumahnya. Elsa sudah menenteng tas kecilnya. Satu-satunya barang yang ia bawa ketika Sean membawanya kesana.
Sean melirik jendela rumahnya, dimana pembicaraan terjadi antara Adam dan Freya mengenai hasil pemeriksaan darahnya. Ingin sekali Sean ikut berdiskusi, namun dia harus menyelesaikan masalah dengan Elsa dulu. Karena itu, dia menekan kerja otaknya dan sehingga suara disekitarnya menjadi lebih samar.
"El, aku tidak tahu cara mengatakannya dengan baik. Aku berpikir_ Pertunangan kita harus dilupakan sekarang. Aku minta maaf, saat itu aku menerimamu karena...."
"Aku tidak mau!" potong Elsa, dia menolaknya dengan sangat tegas. Menatap Sean dengan wajah marah. "Apa karena wanita itu?"
"Freya tidak ada kaitannya."
"Kamu bahkan membelanya." sinis Elsa.
"Maafkan aku, El. Kita akhiri saja disini. Kamu akan menjadi saudara seperti sebelumnya."
Sean sudah berdiri dan akan kembali masuk ke dalam ketika Elsa mengatakan sesuatu yang membuat dia mengepalkan tangannya.
"Aku tahu rahasia ibu, bagaimana ibu bisa mendapatkan fasilitas dari pria yang kita tidak tahu itu. Aku akan memberitahumu, membantumu. Tapi kamu tidak bisa membatalkan pertunangan."
Sean berbalik, menatap Elsa dengan wajah tegasnya. "Kamu tahu aku benci pemaksaan bukan?" katanya dingin.
"Aku sangat tahu, Daf.... Aku bahkan tahu apa yang terjadi padamu lebih dari dirimu sendiri. Kamu akan kehilangan informasi jika kamu mencanpakkanku."
"El, Menjadi saudara bukan mencampakkanmu. Kita masih akan bertemu."
"Dan aku tidak mau! Aku mencintaimu sejak awal. Aku tidak akan pernah mau hubungan kita menjadi biasa apalagi saudara. Sudah cukup aku mengalah karena ibu. Aku tidak mau mengalah karena wanita lain!"
"Freya tidak_"
"Lihat!" potong Elsa dengan nada cukup tinggi. "Kamu selalu membelanya! Itu menyakitiku Daffin!" Air matanya tumpah begitu saja.
Ingin rasanya Sean pergi saja, namun hati nuraninya tidak menyetujuinya. Bagaimanapun ibunya berpesan untuk menjaga Elsa sebagai saudara yang baik. Ibunya sudah menganggap Elsa seperti anak kandungnya sendiri.
"Maafkan aku," bisik Sean ketika dia memeluk Elsa yang menangis.
Dibalik tirai, Ada Hugo yang iseng mengintip mereka. Dia menghela napas melihat bagaimana Sean memeluk Elsa dengan ekspresi bersalahnya.
"Hah... Dia membuat Daffin serba salah. Wanita memang makhluk merepotkan." gumamnya.
Dia berniat ke dapur seketika terkejut saat matanya menangkap Freya yang ikut mengintip. "Apa yang kamu lakukan?" tanyanya.
"Melihat apa yang kamu intip." Jawab Freya.
Mata Hugo mengikuti pergerakan Freya yang berlalu begitu saja. Wajahnya terlihat kesal. Hugo mengangkat keningnya dengan heran ketika mulut Freya seperti menggerutu tampa suara.
"Apa dia baru saja mengumpati Sean?" gumamnya sambil ikut berlalu.
.
Sean akhirnya mengantar Elsa kerumah yang mereka tempati dulu. Sean ingat alasan Elsa menyewa rumah ini setelah menikah. Karena ia tidak ingin ibu mereka tahu keadaan rumah tangganya.
Setelah suaminya meninggal, Sean membeli rumah itu dan tinggal disana atas permintaan Elsa.
"Kamu ingat tempat ini?" tanya Elsa. Sean mengikutinya setelah keluar dari mobil. Ketempat dimana ada sumur tua di samping rumah itu.
"Tentu saja aku ingat." jawab Sean datar.
Sumur itu adalah saksi dimana peristiwa pembunuhan suami Elsa menjadi kematian bunuh diri. Sean bisa mengingat bagaimana saat itu dia nyaris kehilangan akal ketika melihat Elsa dilukai oleh suaminya.
Saat itu dia bertamu kesana ketika Elsa mengundangnya. Elsa menyiapkan sebuah minuman dan pergi memanggil suaminya. Sean baru saja menghabiskan minumannya ketika mendengar teriakan Elsa. Dia berlari kesana dan melihat tangan Elsa yang berdarah.
Suaminya meminta maaf tapi Elsa malah menjauhinya seolah sangat takut padanya. Melihat hal itu, Sean segera mendorong suami Elsa dan mencekiknya. Kepalanya dipenuhi amarah yang tidak terkendali ketika melihat Elsa dilukai. Sean sendiri saat itu berusaha melawan keinginan brutalnya. Tapi dia seperti tidak bisa menguasai tubuhnya sendiri.
Flasback.
"Kamu menyakiti saudaraku!" bentak Sean, "Pergilah keneraka!" ujarnya. Lalu mengangkat tubuh suami Elsa yang sudah lemas dan mendorongnya masuk ke dalam sumur.
Setelahnya, Sean ditarik oleh Elsa pergi dari sana. Membawanya pergi dengan mobil untuk kembali kerumah ibu mereka. Sesampainya disana, Sean yang masih marah diberikan obat penenang oleh sang ibu. Obat itu membuatnya kehilangan kesadarannya.
Flasback end.
Sean memegang tepian sumur itu, melihat airnya yang jernih. Dia baru menyadari satu hal, pada saat itu, dia memang sering kehilangan kendali setelah ibunya mengganti jenis obatnya. Sebelum menjadi Sean yang sekarang, sejak lahir Sean memang selalu mengonsumsi obat-obatan. Ibunya berkata dia mengidap penyakit langka. Dia juga menjalani kemoterapi setiap beberapa kali dalam sebulan sampai dia dewasa.
"Sean, ada satu rahasia yang aku tahu dari pembicaraan ibu dengan seorang dokter saat itu." ujar Elsa, dia berbalik dan berjalan masuk ke dalam rumah. Sean mengikutinya dari belakang.
"Kamu menjalani kemoterapi, minum obat-obatan dan segala jenis pengobatan bukan?" Mereka akhirnya duduk di sofa.
"Aku tidak berani bercerita saat itu karena aku takut kamu kecewa pada ibu. Ibu juga memintaku merahasiakannya." lanjut Elsa.
"Apa! Tentang apa?" sahut Sean tidak sabar.
"Kemoterapi itu, bukan untuk pengobatan. Itu mereka lakukan untuk membuat tubuhmu rutin menerima radiasi. Suntikan yang mereka berikan, bertujuan untuk uji coba. Aku tidak tahu apa yang mereka masukkan, aku tidak mengerti hal itu. Aku mendengar mereka selalu melakukan itu sejak lama. Tapi aku tidak tahu sejak kapan itu dimulai."
Sean terdiam beberapa saat, sampai mulutnya bergerak untuk menjawab. "Itu dimulai sejak aku masih bayi." ujarnya.
"Apa?"
"Ibuku bilang sejak bayi aku sudah menjalani pengobatan karena penyakit langka yang aku derita. Aku tidak tahu apa yang benar sekarang." gumamnya.
Dia juga tidak tahu apakah perkataan Elsa merupakan kebenaran atau tidak. Namun melihat gelagat ibunya selama ini, Sean memiliki keyakinan untuk hal itu.
"Sean, jangan pergi dariku."
Sean yang masih terkejut dan pusing memikirkan alasan perbuatan ibunya, menatap Elsa yang tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Tampa ekspresi, hanya menatapnya dalam diam.
Sean sedang memutar otaknya untuk membuat Elsa lebih banyak bicara. Bagaimanapun, Sean yakin Elsa tak hanya punya satu informasi itu.
"El, aku tidak akan melakukannya." katanya.
"Aku senang mendengarnya, tetap disampingku dan jaga jarak dari wanita itu."
Sean mengangguk meski mengingkari dalam hati. Elsa berjalan menghampirinya dan memeluk Sean dengan erat.
"Kamu ingat buku catatan ibu yang sering ia bawa?" tanya Sean.
Senyum diwajah Elsa pudar, dia menarik diri dan menunjukkan ekspresi bingung. "Kenapa dengan buku itu? Kamu hanya perlu mencari di kamar ibu, kan?"
"Aku sudah melakukannya, tapi buku itu tidak ada." jawab Sean sembari melepaskan tangan Elsa dan bangkit berdiri.
"Kamu mau kemana?" tanya Elsa, rautnya berubah kawatir.
"Aku akan mencarinya lagi."
"Aku ikut!"
Sean benar-benar kesal namun dia harus menahannya. "Istirahatlah, kamu sudah terlalu lelah." kata Sean sebagai bentuk penolakan.
"Aku akan membantumu mencari_"
"El, aku tidak akan bertemu Freya, Ok! Aku kerumah yang berbeda." tekan Sean setengah kesal.
Tampaknya Elsa menyadari sikapnya yang berlebihan. Dia mengangguk dan tersenyum untuk membuat suasana menjadi lebih nyaman lagi.
.
Sean tidak benar-benar pergi kerumah lamanya. Dia memacu mobilnya menuju rumah barunya. Sayangnya, ditengah jalan dia harus berurusan dengan beberapa mobil yang mengikutinya. Sean membeli beberapa cemilan untuk orang-orang dirumahnya, namun saat itu dia sedang tidak beruntung bertemu salah satu anggota kepolisian yang berpatroli di jalan.
Wajah Sean jelas sudah di sebar antara mereka. Sean yakin mereka sengaja melakukan itu agar semua anggota polisi melaporkan jika melihatnya. Karena itu saat ini di sedang kejar-kejaran dengan mereka.
Sean menghubungi Hugo dan beruntung temannya itu langsung menjawab panggilannya.
"Hugo, tunjukkan lokasi sepi dari manusia didekat lokasiku sekarang."
"Huh? Ada apa, apa kamu terkena masalah?"
Sean tidak segera menjawab karena sedang berkosentrasi pada jalan. Namun ia tahu Hugo sedang menuju laptopnya di lantai dua.
"Freya dan Profesor masih disana?" tanya Sean.
"Ya, mereka ada di dekatku."
"Periksa sekitar rumah, apakah mereka kesana?"
Sean mendengar umpatan Freya dan kalimat-kalimat kekawatirannya. Sean tahu ini akan terjadi. Rumahnya mana mungkin tidak didatangi ketika Diandra tahu dia kembali. Namun yang menjadi pertanyaan Sean adalah, mengapa mereka selama ini hanya seperti mengintai dulu sebelum bertindak agresif? Sean hanya berpikir mungkin ini hanya taktik saja. Meski begitu dia harus segera menemukan tempat baru lagi.
"Mereka tahu kamu tidak ada disini tapi kenapa datang kesini?" tanya Hugo.
"Menangkapmu sebagai jaminan mungkin." jawab Sean dengan asal.
Sean tersenyum mendengar makian Hugo padanya.
"Aku berhasil melacak lokasimu. Belok kanan di depan lalu... belok kiri di persimpangan tiga. Disana ada pemakaman umum yang cukup luas."
"Baiklah, kalian bisa kabur lewat jalan rahasia."
"Jalan apa? Aku tidak tidak tahu dimana itu Sean." jawab Hugo frustasi.
"Lewat pintu belakang, ada kolam renang kecil disana, keringkan airnya kalian akan menemukan pintu kecil disana. Jalannya sedikit kecil jadi kalian harus hati-hati."
"Sial! Sean! Kamu mau membuatku menjadi hewan pengerat? Dimana itu berakhir?" tanya Hugo dengan kesal.
"Saluran air di tepi jalan raya tidak jauh dari rumahku."
Sambungan terputus. Sean terkekeh menyadari Hugo yang kesal karena disuruh melewati jalan yang dia kira kotor. Sebenarnya Sean hanya mengerjainya, jalan itu memang kecil, tapi untuk tinggi mereka masih bisa berdiri walau menunduk sedikit. Jalannya hanya untuk satu orang. Mendekati saluran air kota, barulah jalan menjadi kecil dan mereka harus sedikit membungkuk. Pintu keluarnya dibuat dengan sangat baik sehingga tidak akan ada yang menyadari ada pintu kecil disana.
Hari sudah mulai gelap dan Sean memarkirkan mobilnya di depan supermarket yang ramai. Dengan kecepatannya, dia turun dan melewati polisi yang mengejarnya secepat kilat sehingga mereka tidak menyadarinya. Ketika mereka memeriksa mobil Sean, tentu saja mereka hanya menemukan mobil kosong.
Sean sudah berada di pemakaman. Dia mencari lokasi yang sedikit lebih kedalam agar jauh dari tepi jalan. Ketika dirasa aman, Sean mengeluarkan sayapnya. Berharap bahwa dia akan baik-baik saja. Dia bisa saja menaiki kendaraan umum, namun Sean tidak ingin mengambil resiko lagi.
Sean mendarat disebuah pantai. Dia melihat kebelakang dan melihat hotel disana. Tampaknya tempat itu merupakan tempat wisata. Sean melirik ke kanan, dimana ada sepasang wanita dan pria sedang berjalan dengan santai sambil berpegangan tangan.
Sean mundur dan menyembunyikan dirinya disebalik pohon kelapa disana. Melihat bagaimana dua orang itu saling merangkul satu sama lain.
"Tempat ini privat, jadi kamu tidak perlu kawatir ada orang yang mengambil gambarmu." ujar si pria nyadari kekawatiran pacarnya.
"Tetap saja, aku harus waspada. Jika mereka tahu karirku akan tamat."
Sean tertawa dalam hati melihat pasangan selingkuh itu. Dia berbalik dan berjalan cepat menuju hotel tampa meninggalkan suara.
Sean sudah meminta Hugo membuatkannya beberapa identitas palsu. Sehingga saat dia menyewa kamar hotel disana, Sean memakai nama dan identitas baru. Dia ingin beriatirahat untuk beberapa hari disana.
.
Sementara itu, di sebuah ruangan di dalam kantor kepolisian. Anton dengan pakaian bebas mendengar cerita bagaimana Sean bisa lolos lagi.
"Kami sudah memeriksa seluruh cctv di dekat ia menghilang. Ada dua cctv di parkiran. Beberapa kamera dari mobil yang terparkir, ada banyangan halus yang dipastikan adalah manusia. Gerakannya secepat hembusan angin sehingga kamera hanya bisa menangkap gambar blur yang parah." ujar salah satu dari mereka.
"Berikan aku vidionya." pinta Anton.
Setelah Anton mendapatkan kopiannya. Dia tidak menunggu analisa lain yang menurutnya tidak berguna. Dia langsung menuju rumah Willi.
Sesampainya disana, Anton memperlihatkan rekaman itu. Willi tersenyum melihatnya. "Meskipun itu hanya banyangan, melihat postur tubuhnya saja, sudah dipastikan itu dia." kata Barbara yang ikut mengamati.
"Tapi bagaimana bisa dia melakukan itu? Maksudku, itu bukan seperti kemampuan manusia. Tapi jelas itu manusia." Anton tampak bingung sendiri.
"Tentu saja bisa kalau itu dia. Pergilah, aku akan menyimpan vidio ini. Berikan padaku besok rekaman cctv selama dia ada di asrama."
Anton mengangguk meski tidak menyukai setiap perintah yang datang dari Willi. Namun mengingat uang yang mengalir kerekeningnya, dia dengan patuh akan melakukan apa saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments