Dijual?

Adam menatap Bagaskara dengan sangat tenang. Meskipun dia tahu dua orang ini bisa saja membuatnya menghilang dari dunia ini, namun selama dia masih dibutuhkan, Adam yakin nyawanya masih aman.

"Daffin? Aku tidak mengenal siapa yang anda maksud Mr.CEO."

Willi menarik senyum sudut lalu melirik Bagaskara yang masih tenang. Dia merubah posisi duduknya untuk menarik perhatian Adam.

"Sean adalah Daffin jika dia belum memberitahu anda. Meskipun saya yakin dia sudah mengatakannya." ujarnya.

"Aaah, Sean? Dia berencana tinggal disini. Dia bilang dia akan menyelesaikan masalahnya dengan seseorang namun aku tidak tahu siapa itu. Aku tidak tahu rencana yang kalian maksud, apa kalian mengenal Sean muridku?" tanya Adam.

"Dia muridmu?" tanya Bagaskara.

Adam menjawab 'iya' meskipun ia yakin orang dihadapannya ini sudah tahu jawabannya.

"Kalau begitu bisakah kamu mempertemukan aku dengannya?" pintanya.

"Aku tidak tahu dia dimana saat ini."

"Profesor, mari jangan bersandiwara lagi. Alasan anda menerima tawaran kami dari pada kembali mengajar adalah anak itu bukan? Dia adalah bagian dari peneliti kami sebelum ledakan. Kami mencarinya karena yakin dia tidak mati. Dia memiliki apa yang kami inginkan. Cukup bawa dia, kami tidak akan menyakitinya. Bagaimanapun dia adalah bagian Cell Farma."

Perkataan Willi membuat Adam mencurigai satu hal. Ketika nama Diandra disebut saat wanita itu masuk, Adam menjadi sangat yakin siapa orang dihadapannya ini.

"Diandra, bawa hasil tes itu kesini." ujar Willi.

Diandra mengambil sebuah map dari lemari di samping meja kerja Bagaskara dan menyerahkannya pada Adam.

"Daffin adalah obyek kami, jika kamu mau bekerja sama, kamu akan mendapatkan hak istimewa untuk meneliti percobaan kami ini."

Belum selesai keterkejutan Adam setelah mengetahui isi berkas yang ada ditangannya, penawaran Bagaskara membuatnya lebih terkejut lagi. Adam menyadari bahwa sampel Sean tidak akan pernah sampai pada seniornya, bahkan orang didepannya ini tahu apa yang ia lakukan.

"Aku akan memaafkan apa yang coba kamu lakukan, membiarkan orang luar tahu tentang Sean adalah kesalahan besar." Ujar Bagaskara , tenang tapi mengancam. Adam tahu Bagas menahan kemarahannya.

"Bukankah kamu tertarik dengannya? Itu adalah hasil pemeriksaan yang kamu lakukan juga bukan? Dan kami memiliki data yang lebih banyak setelah ibunya menjual Daffin pada kami." ujar Willi.

"Menjual? Apa maksudmu menjual?" Tentu saja Adam terkejut, hal ini tidak pernah ada dalam benaknya.

"Sejak kecil Daffin mengidap penyakit, ibunya yang miskin tidak memiliki biaya dan menyerahkan anaknya untuk kami demi kehidupan mereka. Itu pertukaran yang pantas bukan? Daffin hidup sampai saat ini." jawab Willi.

"Dia manusia bukan hewan." geram Adam.

"Tentu saja dia manusia." sela Bagas datar, "Dia seharusnya dalam pengawasan kami. Berbahaya baginya jika berkeliaran. Dia memerlukan perawatan dari kami untuk terus hidup." lanjutnya.

Adam tidak bisa berkata-kata lagi. Dia tahu Sean bisa saja dalam bahaya sewaktu-waktu, namun menyerahkannya tampa persetujuan akan mengacaukan segalanya. Sean sangat berbahaya saat marah. Tapi Adam tahu orang di dalam ruangan ini sama berbahayanya.

.

Adam keluar sendirian menuju laboratorium. Namun ketika keluar, dia melihat selembar berkas yang jatuh di kaki meja Diandra. Ketika ia mengutipnya, Adam melihat nama asli Sean tertera disana. Itu adalah laporan daftar penerima transfer dari rekening perusahaan, dia menyadari satu hal. Fakta dibalik siapa Mr.X yang mengirim uang setiap bulan pada rekening Sean bahkan setelah ibunya meninggal.

Sepanjang jalan menuju laboratorium, Adam menggabungkan beberapa fakta yang ada. Perkataan mereka yang menyatakan membeli Sean dengan imbalan saat itu, tapi faktanya sampai sekarang Sean masih menerima dana bahkan ketika Sean menghilang.

'Jika ia dibeli, harusnya uang berhenti ditransfer ketika ibunya meninggal, atau paling tidak ketika Sean tidak bersama mereka lagi.'

Adam melewati Freya begitu saja ketika mereka berpapasan. Freya yang bingung, berbalik dan mengejarnya.

"Profesor?" panggilnya.

"Oh, Freya. Kamu akan kemana?" tanya Adam.

"Keruangan Barbara, dia meminta data pekerjaanku." Freya menyadari ada yang salah dari Adam, karena itu dia belum beranjak. "Ada masalah, Profesor?" tanyanya.

Adam menggeleng, "Kita bahas nanti, lanjutkan pekerjaanmu." jawabnya.

Freya hanya menatap kepergian Adam dengan rasa kawatir dan juga penasaran. Freya yakin ada sesuatu sehingga Adam terlihat tertekan seperti itu.

.

Sean sedang menonton TV ketika pintu rumah Freya terbuka. Si pemilik datang bersama Adam. Hari sudah cukup gelap ketika mereka pulang.

"Lembur?" sapa Sean tampa menoleh.

Dia sedang asik mengganti channel TV sambil berbaring. Beberapa bungkus snack dan dua cangkir kopi yang satu lainnya telah habis. Melihat ruang tamunya yang berantakan, Freya tentu saja naik darah.

"Aku ingat kamu punya dua rumah, kenapa kamu menghabiskan waktu disini dan memakan makananku?" kesal Freya.

"Aku sudah menganggap ini rumah ketigaku. Rumahku diawasi kalau kamu lupa." jawabnya.

"Lalu rumah ini tidak? Aku tidak lupa kamu punya kemampuan berpindah secepat angin. Mereka tidak akan tahu walaupun kamu di dalam rumah." Sean hanya memasang wajah bodoh, pura-pura lupa bahwa dia punya kemampuan itu.

Adam duduk dengan tenang dan Freya menyusul setelahnya. "Aku meminta Hugo kesini." kata Adam memberi tahu.

"Kenapa?" tanya Sean.

"Menurutku dia bisa membantu untuk menyusup kedalam sistem data Cell Farma. Profesor perlu mengonfirmasi sesuatu." sahut Freya.

Sean yang sudah duduk mengernyit pada Freya. "Dari mana kamu yakin dia bisa?" tanya Sean. Dia tahu Hugo mungkin bisa tapi dia tidak menyangka Freya bisa menyimpulkan kemampuannya dari pertemuan beberapa kali tampa interaksi bearti waktu lalu. Sean belum tahu kalau Hugo sudah cukup sering bertemu Freya ketika dia dalam fase tidurnya.

"Kami berbincang beberapa kali ketika kamu menghilang. Dia bercerita banyak tentang dirinya dan__"

"Tentang dirinya?" potong Sean dengan raut heran.

"Apa masalahnya? Lagi pula itu tidak penting dibahas saat ini."

Sean tahu itu, tapi dia merasa ada yang salah dalam kepalanya. Memilih abai, dia beralih pada Adam dan mulai serius. Rautnya berubah menjadi lebih tegas dan dewasa.

"Ada yang ingin anda ketahui? Kita hanya perlu mengetahui siapa Mr.X ini." tanya Sean.

"Karena hal itulah aku ingin melakukannya, Sean."

Adam menghela napas dan menceritakan pertemuannya dengan Bagaskara. Juga fakta bahwa Diandra adalah asistent pribadi Bagas. Sampai fakta bahwa Bagaskara yang menyuruh Diandra mengirim uang tiap bulan padanya. Hanya satu hal yang tidak ia katakan, yaitu permintaan Bagas untuk menyerahkan Sean pada mereka dengan imbalan diberi akses dan data penelitian Sean.

Sean tidak bereaksi apapun. Dia diam cukup lama. Sampai-sampai Adam dan Freya merasa was-was. Pintu diketuk seseorang. Freya segera mengintip siapa yang datang sebelum membuka pintu.

Hugo masuk dan duduk di samping Sean yang masih terdiam. Menoleh pada Adam dan Freya yang menggeleng pelan.

Mata Sean berubah keemasan. Hal yang diketahui oleh mereka adalah tanda bahwa Sean menyimpan kemarahan. Kuku-kukunya mulai menghitam dan memanjang.

"No! Sean!" Freya segera berjongkok di hadapannya dan menggenggam tangan Sean dengan panik. "Tenanglah, kumohon kendalikan dirimu."

"Dia menjanjikan anda sesuatu, bukan?"

Ketiganya lebih terkejut ketika suara Sean berubah menjadi lebih berat.

"Ya, Bagaskara menginginkanmu. Dia memintaku untuk menyerahkanmu dengan imbalan bergabung dengan penelitian mereka tentang dirimu." jawab Adam, dia berusaha tenang namun siapapun bisa mengetahui dia sedang kawatir. "Sean, tolong tenang. Kita bisa atur rencana lagi." tambahnya.

"Sean, please... kendalikan dirimu." lirih Freya, kuku Sean sudah menekan telapak tangannya.

Sean menunduk, melihat tangan Freya yang membiru karena cengkramannya. Dia mengerjap dan dalam sekejap kukunya kembali normal. Meski matanya masih keemasan, namun kemarahan jelas sedikit mereda.

Freya bangun dan duduk di samping Sean. Menunduk melihat tangannya yang tidak sebiru tadi namun ada bekas kuku Sean yang sedikit membuatnya memar. Tekanan kuku Sean tidak main-main, ujung kukunya tidak begitu runcing namun tekanan yang kuat membuat rasa sakitnya jauh lebih besar.

"Sean, tenanglah." bujuk Hugo, meski ia belum tahu ceritanya, namun dia yakin ada yang tidak benar terjadi.

"Aku tidak yakin dengan fakta yang dikatakannya tentang ibumu, kita perlu bukti lebih banyak." kata Adam.

Sean tidak menjawab, dia bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu. "Sean?" panggil Hugo.

"Aku pergi sebentar." ujarnya tampa menoleh.

Freya mengejarnya, menahan tangannya ketika Sean membuka pintu. "Aku ikut denganmu." katanya tegas.

"Tetap disini."

"Aku ikut atau kamu juga tetap disini!" tegas Freya.

Sean ingin berpikir dan sendirian adalah hal yang ia inginkan saat ini. Namun melihat tangan Freya yang bergetar dan membiru ditengah telapak tangan dan punggung tangannya, dia meraih Freya dan membuat gadis itu memeluknya sebelum dengan cepat berlari keluar dan terbang membelah udara yang dingin.

Hugo dan Adam hanya bisa diam melihat kepergian mereka. Berharap bahwa tidak ada yang melihat Sean apalagi mengambil gambar.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Hugo.

Maka malam itu Adam membicarakan hal itu dengan Hugo dan memikirkan beberapa cara untuk mengetahui rahasia dari Bagaskara maupun Cell Farma. Menyusun beberapa rencana yang memungkinkan dan membahas bahaya yang mungkin akan mereka hadapi.

Sementara itu, Sean terbang menuju pantai tampa penghuni jauh dipinggiran hutan. Dia diam cukup lama sebelum menoleh pada Freya yang duduk di sampingnya. Meraih kedua tangan gadis itu untuk memeriksanya.

"Apa ini sakit?"

Freya menarik tangannya dan menggeleng pelan. "Tidak lagi," jawabnya.

"Maaf, aku masih belum bisa mengendalikan diriku."

"Tidak juga, kamu cukup berhasil tadi. Berusahalah lebih keras lagi."

Angin pantai cukup kencang dan dingin. Sinar bulan juga tidak terlihat, mereka berada dalam kegelapan pekat. Hanya sinar dari permukaan air laut yang terlihat. Freya mengeluarkan ponselnya dan menyalakan senter. Setidaknya dia bisa melihat cahaya.

"Bukankah aneh dia terus membiayaiku? Aku pernah melihat buku rekening ibuku saat menyelidiki siapa Mr.X. Hugo mencuri data bank dan menemukan bahwa uang dikirimkan jauh sebelum aku lahir. Memang tidak masuk akal ibu menjualku saat anak-anak."

Freya menoleh dengan cepat. "Benarkah?" Sean menoleh dan mengangguk dengan yakin. Dia memperbaiki rambut Freya yang berantakan.

"Aku bisa sendiri, aku bukan anak kecil!" gerutu Freya mengambil alih rambutnya yang coba diikat kembali oleh Sean.

Sean tersenyum tipis, kembali menghadap pantai. "Yang membuatku marah adalah fakta bahwa mereka yang membuat aku selama ini begitu menderita. Aku terus dibodohi bahkan oleh ibuku sendiri. Terus disuruh percaya meskipun tidak masuk akal. Ibu selalu merahasiakan segala sesuatu. Sampai saat dimana Juan terang-terangan menjadikan aku bahan percobaannya. Aku sadar setelah ledakan itu, bahwa sedikit banyak ibuku tahu dan terlibat. Tapi aku menolak fakta itu karena dia ibuku. Satu-satunya keluargaku. Aku ingin tetap menganggapnya baik dalam ingatanku."

Freya menatap Sean dengan sendu. Sangat mengerti bagaimana rasanya seorang ibu yang ingin kita percaya ternyata membohongi kita.

Sean marah karena tidak ingin mendengar orang lain menyebut ibunya menjualnya. Kata-kata itu terlalu menusuk hatinya.

"Berikan tanganmu." pinta Freya.

Sean menoleh, menapnya bingung namun melakukan apa yang diminta oleh Freya. Freya mengulurkan kakinya dan meletakkan tangan Sean dalam genggaman diatas pahanya.

"Andalkan kami dan percaya pada kami. Profesor tidak akan pernah menghianatimu."

Sean menatap mata penuh keyakinan dan kesungguhan Freya. Tersenyum tipis lalu menarik tangannya kembali. Kemudian dengan gerakan ringan, sayapnya keluar dan kembali memayungi mereka.

Ketika Freya masih dalam kebingungannya, telinga gadis itu menangkap suara hujan yang turun. Dia sadar Sean melakukan itu untuk melindungi mereka dari air hujan.

"Wah... kamu tahu hujan sebelum airnya menyentuh bumi." ujarnya penuh kekaguman.

"Aku mendengar suara jatuhnya di daerah lain. Aku yakin akan sampai pada kita dalam hitungan detik."

"Oh, benarkah? Apa karena suara ombak aku tidak menyadarinya?"

"Mungkin saja, duduklah dihadapanku agar aku lebih mudah membawamu tampa terkena air hujan."

"Kita akan pergi?"

"Kamu ingin terus disini?"

Freya tidak menjawab, dia segera berpindah dan perlahan ikut berdiri ketika Sean berdiri. Dengan pelan Sean menarik pinggangnya dan memeluk Freya ketika akhirnya dia membuka sayapnya untuk kembali terbang.

Sean berhenti pada sebuah pulau tak berpenghuni. Disana hujan tidak turu. Pulaunya tidak begitu besar dan tidak banyak pohon, hanya tumbuhan semak dan ilalang yang banyak disana. Pulau kecil yang sewaktu-waktu bisa tenggelam jika air laut naik.

Sean belum melepaskan pelukannya. Menatap binar mata Freya yang terpantul menatap dirinya.

"Mau sampai kapan memelukku?" tanya Sean jahil.

"Kamu yang tidak melepaskan tanganmu dariku!" sahut Freya dengan wajah memerah. Dia menurunkan tangannya dari leher Sean dan berusaha melepaskan tangan Sean di pinggangnya.

"Freya." panggil Sean. Membuat ia berhenti bergerak. "Terima kasih, aku merasa jauh lebih baik." lanjutnya.

"Kita ke-keluarga sekarang." jawab Freya lalu berbalik. Tidak tahan akan wajah menyilaukan Sean yang menatapnya.

Sean tersenyum dan menarik tangannya. Dia mundur dan melihat-lihat pada area sekitar. Merasa aman, dia berbaring di atas pasir dan menatap langit.

Freya menghela napas dan mengikutinya. Berbaring beberapa meter dari Sean. Tidak terlalu banyak angin kencang, langit tidak banyak bintang, hanya beberapa saja yang terlihat oleh mata mereka.

Menjelang tengah malam, Sean dan Freya membahas pandangan mereka tentang kehidupan. Beralih pada pengalaman dan kisah mereka, berakhir membahas sedikit langkah yang akan mereka lakukan disana. Sampai-sampai tampa sadar Freya tertidur dan Sean membawanya pulang dalam keadaan tertidur lelap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!