"Oh tidak, tentu saja aku tidak seperti itu, lagi pula aku tidak akan pernah mungkin memukul seorang wanita. Itu bukan type ku." Jelas Nio yang kembali tersenyum kikuk.
"Ah ternyata kamu ini sungguh lelaki yang sangat baik ya, syukur lah kalau begitu." Rena pun akhirnya menepuk-nepuk pelan pundak Nio.
"Nampaknya bajumu ini tidak bisa kering dengan cepat hanya dengan memakai tisu, sepertinya kamu memang harus mengganti bajumu." Tambah Rena lagi.
"Oh iya tidak masalah, nanti sesampai di kamar, aku akan mengganti bajuku."
"Baik lah kalau begitu, ingat ya, jangan sampai tidak di ganti! Nanti kamu bisa masuk angin."
"Iya, terima kasih sebelumnya sudah memperhatikan ku."
"Tentu saja, mulai saat ini dan seterusnya ibu akan terus memperhatikanmu." Rena pun kembali tersenyum dan mengusap lembut pipi Nio, seolah Nio itu memang benar-benar anak kandung baginya.
Namun berbeda halnya dengan Nio yang nyatanya bukan darah daging Rena, setiap sentuhan Rena justru lagi-lagi membuat jiwanya bergetar, apalagi saat itu mata Nio kembali tak sengaja menangkap belahan dada Rena yang cukup terlihat karena kimononya yang tipis. Membuat Nio kembali harus menelan ludahnya dan menahan sekuat tenaga hasratnya yang kembali menggebu.
"Ya sudah, kalau begitu ibu masuk ke kamar duluan ya." Akhirnya Rena pun pamit dan langsung beranjak pergi menuju kamarnya.
Saat itu Nio masih diam terpaku di tempatnya berdiri, sembari terus memandangi kepergian Rena yang terus melangkah menjauhinya.
"Sampai kapan aku harus menahan rasa seperti ini?" Tanya Nio dalam benaknya sembari mulai memandangi bagian bawahnya yang sejak tadi mulai berdiri saat melihat lekuk tubuh seksi Rena.
Pagi hari yang cerah...
Pagi itu Nio turun dari kamarnya dengan sudah berpakaian rapi, ia memilih untuk pergi ke kampus lebih pagi hari itu karena ingin ke perpustakaan terlebih dulu.
Saat itu Rena terlihat sudah berkutat di meja makan, meski di rumah itu ada pembantu, namun nampaknya tak membuat Rena merasa menjadi nyonya seperti kebanyakan perempuan lain. Ia justru memilih memasak sendiri sarapan untuk keluarga barunya itu. Bisa di katakan, pak Rudi benar-benar beruntung karena memiliki istri seperti Rena.
"Selamat pagi Nio." Sapa Rena dengan ramah.
Pagi itu Rena terlihat sudah nampak begitu fresh, rambutnya nampak basah sepertinya dia habis keramas, bibirnya yang memang berwarna merah delima, pagi itu nampak seolah berkilat seperti diberi lipbalm.
"Pagi." Jawab Nio yang langsung duduk di kursinya.
"Dimana papa?" Tanya Nio lagi.
"Papamu masih tidur di kamar, sepertinya dia masih begitu kelelahan." Jawab Rena dengan tenang.
"Oh ok." Nio pun mengangguk-angguk.
"Tumben sekali papa begitu, biasanya dia paling semangat di hari kerja. Apa,,, apa mereka sudah langsung melakukan hal semacam itu semalam?" Tanya Nio dalam hati.
Rena pun melanjutkan aktivitasnya dalam menghidangkan beberapa menu sarapan ke atas meja, membuat posisinya beberapa kali harus sedikit menunduk demi bisa menata piring dan makanan di atas mejanya. Hal itu lagi-lagi membuat belahan dadanya terpampang nyata, Rena yang saat itu sedang berdiri di samping Nio pun berinisiatif untuk mengambilkan makanan untuk anak tirinya itu.
"Kamu coba lah yang ini, mumpung masih panas." Ucapnya sembari mengambil beberapa potong dimsum ayam dan rumput laut, lalu meletakkannya ke dalam piring Nio.
Membuat aroma harum dari rambut Rena pun tercium begitu nyata di indera penciuman Nio. Di tambah lagi aroma vanila dari tubuh Rena seakan begitu menyegarkan bagi Nio, hingga tanpa Rena sadari, Nio pun sedikit mendekatkan dirinya pada tubuh Rena untuk mengendus aroma tubuhnya lebih dalam.
"Makan lah yang banyak, ini semua ibu yang memasaknya." Ucap Rena lagi sembari tersenyum manis menatap Nio.
Nio pun langsung menjauhkan wajahnya, lalu ia hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Kini Nio seakan telah dibuat semakin terperangkap dengan kecanduannya pada Rena yang dirasanya begitu menggoda, hingga membuatnya sangat kesulitan untuk mengontrol diri dan perasaannya terhadap Rena.
Hari-hari berikutnya pun sama, kini tanpa terasa sudah hampir sebulan ia tinggal bersama ibu tirinya, hampir sebulan itu pula ia mati-matian menahan diri agar tidak menerkam Rena yang begitu menggoda, yang seolah terus menerus memancing birahinya. Sikap Rena yang begitu lembut dan manis padanya pun turut membuat perasaannya semakin hari kian bertambah dalam.
Hingga pada suatu malam, Nio yang semakin sulit membendung rasanya, mulai mencari cara untuk bagaimana agar ia bisa mengetahui segala aktivitas yang Rena lakukan saat di dalam kamar.
"Kira-kira Rena sedang apa di dalam sana? Kenapa setelah makan malam dia tidak terlihat keluar dari kamar?" Tanya Nio dalam hati.
Nio benar-benar di buat gelisah Karena hanya saat Rena sedang di dalam kamar itulah Nio sama sekali tak dapat melihatnya.
Beberapa saat berjalan mondar mandir di kamarnya, akhirnya tanpa sengaja ia melirik ke arah balkon, balkon kamarnya dan kamar ayahnya tepat bersebelahan dan hanya memiliki pagar pembatas dengan tinggi hanya 1 meter. Nio pun akhirnya langsung keluar menuju balkon, rasa nekatnya mulai muncul, lalu mulai mengendap-endap seperti maling dan memanjat pagar pembatas antara balkon kamarnya dan ayahnya dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan suara.
Kini ia pun tiba di balkon kamar sang ayah, ada pintu kaca yang menghubungkan balkon itu ke kamar ayahnya dan beberapa jendela. Dan sangat kebetulan, salah satu gorden jendela kamar ayahnya pada malam itu tidak tertutup rapat hingga membuat Nio bisa dengan mudah mengintip ke dalamnya.
Nio perlahan pun mulai mengintip dari balik jendela, seketika matanya membulat sempurna saat berhasil melihat dengan jelas ke dalam kamar itu, meski suasana di dalam kamar itu sedikit remang-remang karena beberapa lampu telah di padamkan, namun matanya masih bisa menangkap dengan jelas bagaimana Rena dan ayahnya sedang melakukan hubungan intim.
Dengan sangat jelas pula ia melihat bagaimana bentuk dan isi dalam tubuh Rena tanpa sehelai benang pun. Saat itu posisi Rena terlihat sedang mendominasi permainan, ia duduk di atas tubuh ayahnya yang kala itu hanya terbaring pasrah.
Tubuh Rena terlihat terus bergoyang-goyang seolah penuh irama di atas tubuh ayahnya, terlihat ia begitu agresif saat itu, membuat kepunyaan Nio seketika berdiri tegak, nafasnya mulai tak teratur saat menyaksikan bagaimana Rena yang begitu menggairahkan, sangat berbeda dengan sang ayah yang justru terlihat pasrah di bawah kendali Rena.
Semakin lama melihat, permainan Rena nampak semakin liar, Nio sungguh tidak mengira jika Rena yang lembut dan terlihat kalem bisa bersikap begitu buas dan binal saat di ranjang. Merasa tak bisa menahannya lagi, Nio pun memilih untuk pergi kembali ke kamarnya. Perasaan gelisah dan tak karuan kini semakin ia rasakan akibat Nio juniornya yang sudah berdiri tegak seolah minta di keluarkan secepatnya.
Merasa takkan puas jika melakukannya sendiri di kamar mandi, akhirnya Nio pun memutuskan untuk langsung menelpon Sonia.
"Nio, tumben kamu menelponku malam-malam begini, ada apa?"
"Kamu dimana?" Tanya Nio tanpa basa basi.
"Aku? Emm aku sedang di jalan mau pulang, kebetulan sekarang aku tak jauh dari daerah rumahmu hehe. Kenapa?"
"Bisa ke rumahku sekarang?"
"Sekarang?? Malam-malam begini?"
"Iya! bisa?"
"Bisa-bisa saja tapi..."
"Baik lah, kalau begitu datang lah, aku tunggu kamu sekarang juga."
"Benarkah ini?"
"Iya, cepat lah datang, aku tunggu ya, sekarang!"
"Ok."
Panggilan pun berakhir, Sonia menutup telponnya dengan perasaan bingung, namun seketika ia tersenyum karena merasa senang Nio mengundangnya untuk datang ke rumah.
"Emm apa kamu sedang menginginkannya malam ini? Apa kamu mulai membutuhkan ku? Hahaha, oh akhirnya." Gumam Sonia dalam hati.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 140 Episodes
Comments
Imas Maela
nio sampe segitunya...
2022-12-07
4