Lama kutunggu. Tukang ojek dan tukang becak tak ada satupun yang muncul. Sesaat kemudian, kulihat tetangga samping rumahku keluar dengan menggunakan motor, dan sedikit melirik kearahku namun setelahnya segera buang muka.
"Astaga...sombong sekali dia? mentang aku naik kendaraan umum. Senyum kek, klakson kek. Boro-Boro mau nawarin tumpangan. Aku sumpahin ban motornu bocor, dorong motor jauh, karena nggak ketemu tukang tambal ban,"
Aku menggerutu panjang lebar. Pikirku tetanggaku takut aku dekati, karena takut dipinjami duit. Padahal biarpun kismin, suamiku masih bisa memberiku uang jajan.
Setelah menunggu beberapa lama kemudian, seorang tukang ojek menawariku untuk memakai jasanya. Akupun bergegas, karena aku tidak mau matahari membakar kulitku. Namun baru berjalan sekitar 500 meter, aku melihat tetanggaku mendorong motornya, dan kebetulan tempat itu sedikit agak sepi dan jauh dari tukang tambal ban.
Aku tersenyum jahat. Mungkin kalau aku hidup di jaman dulu, aku akan dikatakan sebagai keturunan si pahit lidah. Karena apa yang aku katakan, benar-benar kejadian.
Kutoleh sejenak, saat kami melintasi pria itu. Pria itu juga sempat melihat kearahku dan kemudian kembali berkonsentrasi mendorong motornya.
Saat tiba dipasar, aku mulai belanja sesuai kebutuhan rumah tanggaku selama satu minggu. Jujur saja, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di pasar tradisional selama aku hidup. Berhubung ini tuntutan rumah tangga, jadi aku harus merubah total kebiasaanku sewaktu masih gadis dulu.
"Aduh maaf pak. Saya tidak jadi beli ayamnya," ujar pria yang sepertinya aku kenal.
"Nggak jadi gimana? ayamnya sudah di potong-potong ini,"
Aku lihat pedagang ayam itu tampak kesal dan marah pada pria yang membatalkan pesanan ayamnya.
"Maaf pak. Sepertinya dompet saya kececeran pak. Dadipada ayamnya saya bawa dan nggak saya bayar, mending saya bilang kan pak?"
"Ya nggak bisa gitu dong. Harusnya kamu cek dulu uangmu. Bilang saja kalau miskin, dan nggak mampu beli ayam. Nggak punya duit sok-sok'an pesan ayam. Pasti ngarep gratisan," tukang ayam itu menggerutu.
"Berapa total belanjaan ayam Om ini pak?" tanyaku tanpa menoleh kearah tetangga sombongku itu.
"60 ribu." Jawab pedagang itu.
Aku mengulurkan uang selembar 50 ribuan dan selembar 10 ribuan. Aku kemudian menyodorkan ayam itu pada tetanggaku yang masih belum kuketahui namanya itu.
"Sok jadi pahlawan ya? kalau mau bantu jangan nanggung. Dompetku kececeran, aku tidak mungkin pulang bawa ayam saja. Sekalian aku pakai uangmu, datang ke rumah uangmu akan aku ganti," pria tampan itu bicara panjang lebar setelah berhari-hari sombong terhadapku.
"Aku pikir Om hidup nggak butuh orang lain. Makannya jadi orang jangan sombong Om. Keadaan cepat sekali berbalik," ujarku tapi tanganku masih merogoh isi tasku, untuk meraih dompetku.
"Om butuh berapa? aku juga nggak bawa uang banyak. suamiku cuma kasih aku uang 500 ribu," tanyaku.
"400 ribu." Jawab pria itu singkat.
"Om mau ngutang apa mau ngerampok om? udah tahu aku bawa uang dikit, kalau ngutang tahu diri dikit dong," ketusku.
"Kamu kan nanya, ya saya jawab."
"Ya sudah. Kita bagi dua saja kalau begitu. Tadi udah 60 ribu sisa 190 ribu lagi. Yang hemat, biar cukup. Aku jadi mikir-mikir ini mau beli apa dengan uang 250 ribu," aku mengomel sembari menarik uang 190 ribu dari dompetku.
"Nanti akan aku kembalikan," ujar pria itu sembari meraih uang itu dan pergi begitu saja.
"Apa-Apaan dia? jangankan berterima kasih, nawarin tumpangan pulang aja nggak," aku benar-benar kesal dengan sikap pria dingin itu. Beruntung Delano pria super ramah, meskipun dia memiliki kekurangan yang hanya aku sendiri yang tahu.
Tiiin
Aku melihat tetangga sombongku memberiku klakson satu kali sebelum pulang kerumahnya. Tak ada tawaran padaku, darinya untuk naik motor bebeknya itu. Saat aku sampai kerumah, aku lihat dia dengan santai metikkin sayur kangkung sembari mendengarkan musik dengan headset.
Kulihat dia menghentikan aktifitasnya, saat melihatku datang dengan tangan kiri dan kanan berat membawa barang belanjaan. Pria tampan itu menghampiriku, dan menyodorkan uang 250 ribu padaku.
"Ini uangmu," ujarnya yang kemudian berbalik badan tanpa mengucapkan terima kasih.
"Makasih Om," aku teriakki dia, agar tetanggaku itu sedikit tahu diri.
Tapi dasarnya tetangga kutu kupret. Jangankan merasa bersalah, menolehpun tidak. Aku lihat dia membawa wadah dan sayur kangkungnya masuk kedalam rumah. Kini aku mengerti, dia duduk diluar mungkin sengaja menungguku karena ingin mengembalikan uangku.
Aku bergegas masuk kedalam rumah. Aku sudah tak sabar ingin makan pecel lele buatanku sendiri. Setelah selesai menyusun belanjaan ke dalam kulkas, aku segera mencuci ikan lele yang akan ku eksekusi. Setelah menggorengnya, akupun ingin membuat sambal kesukaanku. Namun sialnya aku lupa membeli terasi.
Tok
Tok
Tok
Kriekkkk
Aku memberikan senyum terbaikku, pada tetangga sombongku. Hanya satu harapku, aku tidak kena usir, sebelum apa yang aku mau bisa kudapatkan.
"Ada apa?" suara pria itu terdengar dingin dan datar.
"Om. Bagi terasinya dong, aku lupa beli tadi." Aku lihat pria itu tampak berpikir keras, sebelum akhirnya masuk kedalam.
Aku tersenyum geli, saat melihat pria itu dengan percaya diri menggunakan celemek berwarna merah muda.
"Nih...lain kali beli, jangan dibiasakan minta," ujarnya sembari menutup pintu.
Kriekkk
Dia membuka pintu kembali, namun tidak lebar seperti sebelumnya.
"Lain kali kamu panggil aku Om, maka aku akan melemparmu ke kandang buaya,"
Brakkkkk
"Iya. Lain kali aku akan memanggilmu dengan sebutan Mbah!" kuteriakki dia. Sungguh hatiku dongkol dibuatnya.
Aku bergegas pulang kerumah sembari menggerutu. Entah kenapa setiap bertemu pria itu, aku selalu dilanda emosi hebat. Setelah selesai memasak, aku langsung menyantap masakkanku sendiri. Setelah kenyang, aku baringakan tubuhku layaknya ular. Karena lelah akupun tertidur.
Prangggg
Prangggg
Prangggg
Tidurku terganggu, saat kudengar suara barang pecah begitu nyaring di telingaku. Kali ini aku ingin konsentrasi menguping, karena aku cukup penasaran kenapa teranggaku sangat suka sekali memecahkan barang-barang dirumahnya.
"Kamu bisa masak nggak sih? nggak ada satupun yang enak di lidahku. Nggak guna banget jadi laki-laki. Gini kamu nyuruh aku nggak lembur tiap hari, tapi kamu suguhin aku makanan sampah seperti ini. Terus kamu cari kerjanya kapan?" Vika memarahi suaminya sesuka hati.
"Kamu tahu sendiri aku bukan koki. Aku masak juga otodidak. harusnya kamu bisa hargain aku dikit dong," ucap Dios.
"Mau dihargai berapa kamu ha? katakan berapa?"
Pranggggg
Vika melempar semua benda yang ada di atas meja. Dios hanya bisa memijat keningnya.
"Maaf ya? lain kali aku akan memasak lebih enak lagi,"
Bisa kudengar pria sombong dan dingin itu membujuk istrinya. Aku tertegun setelah menguping pertengkaran mereka. ternyata sangat tidak menguntungkan rumah yang dibangun berdempetan seperti ini. Semua rahasia rumah tangga bisa dikuping tetangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
teti kurniawati
sudah ditambahkan jadi favorit
2022-12-06
0
Triana Mustafa
Terima jasa reparasi Istri🤭🤭🤭🤭
Bisa tukar tambah😂😂😂😂
2022-10-07
1
Siti Muhtarom
mentang" suaminya nganggur seenak jidatnya aja ngehina. entar di tinggal baru nyesel😤😤😤
2022-05-31
1