Liburan kuliah telah usai. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu pujaan hatiku yang sudah pergi selama satu minggu ke kota Malang. Tiap hari selama di kota itu, Delano selalu memamerkan hasil jepretan ponselnya kepadaku.
Selama seminggu disana hampir tiap tempat pariwisata dia kunjungi. Mulai dari wisata petik buah apel, buah naga, buah jambu, sampai buah strawberry. Mereka juga mampir ke wisata kebun sayur yang ditanam dengan cara hidroponik.
Delano juga menunjukkan padaku wisata paralayang. dimana seseorang yang berani akan ketinggian, akan bermain parasut yang akan dibantu oleh ahlinya. Dan yang terakhir Delano menunjukkan padaku wisata musium angkut yang menyimpan bayak kekayaan di dalamnya. Musium itu menyimpan puluhan koleksi mobil dan motor antik. Dan masih bayak peninggalan bersejarah lainnya.
"Oleh-Olehmu ntar aku bawa ke kampus ya beb?" ucap Delano diseberang telpon.
Daripada oleh-oleh. Aku lebih ingin bertemu pacar tampanku. Bukan apa-apa, disaat sedang kasmaran begini, sehari terasa tidak bertemu selama satu tahun.
"Aku nggak mau satu. Pokoknya yang banyak," bibirku sengaja kubuat muncung kedepan, agar aksi manjaku diketahui olehnya.
"Iya. Aku beli baju couple buat kita. Nanti kita pakai pas ngampus ya?"
"Iya." Jawabku dengan senyum mengembang dibibirku.
Seperti janji Delano padaku. Setiba dari kota Malang, pacarku itu langsung datang kerumahku untuk memberiku oleh-oleh. Tidak hanya aku saja, mama, papa dan nenek juga kebagian. Jadi bertambah satu pula nilai plus dimataku. Dia tidak hanya sayang aku, tapi juga sayang keluargaku.
Sesuai janji yang sudah disepakati, keesokkan harinya aku dan Delano pergi ke kampus menggunakan baju couple yang dia beli dari kota Malang. Senangnya hatiku hari ini, karena semua orang menjadikan kami pusat perhatian.
"Kata mama dan nenekku makasih oleh-olehnya. Katanya semoga kamu lulus dengan nilai bagus, punya karier bagus, dan cepat melamar aku," ucapku.
"Sungguh? senang sekali sudah dapat lampu hijau dari keluargamu. Kamu tenang saja, aku juga niat nikah muda kok. Nanti kalau sudah lulus dan dapat pekerjaan bagus, aku akan langsung melamarmu,"
Kata-Kata Delano seperti angin surga bagiku. kata-Kata itu selalu terngiang-ngiang di telingaku, sehingga aku terkadang susah tidur dibuatnya.
*****
7 bulan telah berlalu. Saat ini aku tengah mengatur gayaku di depan kamera. Yah...saat ini kami tengah memakai seragam toga, karena hari ini hari kami di wisuda. Senyum semringah terbit dari bibir kami, karena penantian panjang kami sudah berakhir. Setelah hari ini kami akan melangkah ke tahap yang lebih ekstrim lagi, dimana ijazah kami akan mulai memasuki tempat-tempat yang membuat kami bisa menjadi orang sukses.
Aku cukup bangga, meski hanya lulus dengan predikat memuaskan. Beda denganku, beda pula dengan pacarku. Aku sangat bangga memiliki dia. Selain tampan dan sempurna menurut pandanganku, dia juga berotak cerdas. Delano lulus dengan predikat cumlaude.
Untuk pertama kalinya pula aku bertemu dengan keluarga pacarku. Delano hanya mempunyai seorang adik perempuan yang masih duduk dibangku SMA.
"Cantik sekali. Siapa namamu?"
Wanita parubaya yang menanyakan nama padaku adalah ibu yang melahirkan Delano. Dia terlihat sangat cantik, dia terlihat lebih muda dari usianya. Ditanya seperti itu, tentu saja tutur bahasaku dibuat sehalus mungkin, agar calon mertuaku itu terkesan padaku.
"Carenina tante." Jawabku disertai senyum terbaikku.
"Calon mantu mama," timpal Delano yang membuaku jadi salah tingkah.
"Kamu ini. Lihat tuh, Caren jadi malu. Oh ya apa orang tuamu tidak hadir?" tante Wina kembali bertanya padaku.
"Datang. Tapi tadi duluan pulang, karena ada pekerjaan lain." Jawabku.
"Ikut kita ke Studio foto yuk? biar buat kenang-kenangan," ujar tante Wina.
Astaga. Apa ini sudah termasuk foto keluarga? tentu saja aku senang menerima tawaran itu. Sekalian aku bisa nebeng buat menggandakan foto wisudaku yang belum sempat aku lakukan.
"Baiklah tante. Caren ikut." Jawabku.
Kamipun menuju studio foto untuk mengabadikan moment langka itu. Ada beberapa sesi foto yang kami lakukan, dan terakhir adalah sesi fotoku bersama Delano.
"Sekarang kalian sudah lulus. Sudah saatnya kalian berjuang mencari kerja. Setelah dapat kerja, kalau bisa jangan lama-lama pacaran. Untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan,"
Sungguh hatiku berbunga-bunga saat mendengar ucapan tante Wina yang seolah sudah memberikan lampu hijau pada kami.
"Kenapa? mama sudah tidak sabar pengen gendong cucu ya?" tanya Delano pada tante Wina.
"Tentu saja. Mama pengen cucu yang banyak. Soalnya anak mama cuma dua, ditambah lagi Carenina anak tunggal kan ya?"
"I-Iya tante." Jawabku kikuk.
"Mama tenang saja. Nanti akan Ano buatkan yang banyak, biar bisa berantakin rumah mama," ujar Delano.
Seperti itulah siang itu obrolan kami sangat hangat. Obrolan itu berlangsung hingga kami makan siang bersama di salah satu restauran padang. Aku merasa sangat nyaman dan tidak lagi canggung berada di tengah-tengah keluarga Delano.
Setelah makan siang bersama, merekapun mengantarku pulang meskipun tidak ikut masuk kedalam dan berkenalan dengan keluargaku. Tapi aku ada senangnya juga mereka tidak ikut masuk. Aku takut mama dan Nenekku banyak tanya, dan ujung-ujungnya ingin membahas soal pernikahanku dengan Delano.
*****
Satu bulan mencari kerja, Delano mendapat panggilan kerja di salah satu perusahaan bonafit. Aku merasa sangat bangga padanya. Sementara aku masih saja menunggu panggilan kerja yang tidak kunjung kudapatkan.
Rasa banggaku terhadap Delano bertambah pesat, saat tiga bulan bekerja tiba-tiba dia sudah di promosikan menjadi seorang manager. Sementara aku masih saja belum mendapat panggilan apapun meski aku sudah menyebar hampir 30 cv di tiap perusahaan terkenal.
"Baby. Sesuai janjiku, aku ingin melamarmu setelah aku mendapatkan pekerjaan bagus. Aku tidak ingin menundanya lagi, karena mama sudah pengen punya mantu,"
Delano menggenggam kedua tanganku. Lamarannya sangat manis, karena dia mengajakku dinner disalah satu kafe terkenal.
"Tapi aku belum bekerja. Sementara kariermu semakin menanjak. Apa kamu nggak malu punya istri pengangguran sukses?" tanyaku dengan wajah murung.
"Kamu itu tulang rusukku, bukan tulang punggungku. Istri memang sebaiknya di rumah, selagi suami mampun menafkahi."
Jawaban Delano sungguh membuatku terharu. Aku tidak menyangka dia benar-benar sangat mencintaiku, setidaknya itulah yang aku pikirkan.
"Baiklah aku akan bicarakan ini dengan orang tuaku," ucapku.
"Aku sudah tidak sabar ingin hidup berdua denganmu. Aku juga sudah membeli rumah untuk kita. Ya meski cuma di perumahan sederhana, tapi lumayanlah buat kita berlindung."
"Kamu sudah beli rumah?" tanyaku.
"Ya. Aku ingin setelah menikah, kita langsung pindah ke rumah baru." Jawab Delano
Tentu saja aku bertambah girang mendengar ucapan Delano. Minimal aku bisa menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Misalnya percekcokkan antara mertua dan menantu. Atau percekcokkan dengan adik ipar. Setelah samapi dirumah, aku tidak membuang waktu lagi. Aku beri kabar keluargaku, tentang nian baik Delano yang ingin resmi melamarku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ尺მȶɦἶ_𝐙⃝🦜
orang malang kah Thor 🙄🙄🤭
2022-05-17
0
TK
kilat 👏👏👏
2022-04-17
0
Antye Chaca
Aku udah boom like dan favorite juga, saling dukung yuu 🤗
2022-04-10
0