Seminggu tinggal dirumah mertuaku, kamipun pindah kerumah baru. Rumah baru kami memang tidak mewah, namun butuh waktu yang lama kalau ingin menabung membeli rumah itu. Delano bilang rumah itu dibeli berkat bantuan perusahaan.
"Masih belum banyak barang yang dibeli. Nanti kita cicil pelan-pelan," ujar Delano.
"Iya. Nanti kapan-kapan kita belanja bersama saat kamu libur ya?" tanyaku sembari menyeret koper besar ditangan kananku.
"Iya. Dirumah ini cuma ada tempat tidur, lemari dan kipas saja. Belum sempat beli ac,"
Delano berkata sembari menekan handle pintu kamar kami.
"Nggak pakai ac nggak apa. Jangan boros-boros. Kita bisa pakai uangnya buat kebutuhan yang lain,"
"Tidak masalah. Kamu jangan pikirkan uangnya, nanti akan ada rejekinya," ucap Delano.
"Sepertinya masih siang. Bagaimana kalau kita beli kompor, gas dan peralatan dapur lainnya?" tanyaku.
"Boleh. Nanti sekaliab kita belanja saja. Barang elektronik biar toko yang antar." Jawab Delano.
"Ya sudah aku nyapu dulu deh. Banyak debu,"
"Ya. Biar aku yang atur baju di lemari," ujar Delano.
Aku menyapu rumah baru kami dengan senang hati. Siapa yang tidak senang, baru seminggu menikah sudah tidak repot lagi mikirin nabung buat beli rumah.
Prangggg
Pranggggg
Prangggg
Aku terpaksa membatalkan niatku yang ingin membuang debu rumahku di depan teras. Aku lebih memilih mengintip asal suara nyaring itu lewat tirai jendela rumah.
Pranggg
Pranggg
pranggg
Sudah tidak terhitung berapa jumlah barang rentan pecah itu bersarang di lantai. Tidak hnya suara barang pecah, sayup-sayup ku dengar suara perdebatan sengit dari arah rumah tetangga sebelah rumahku.
"Ada apa?" tanya Delano yang tiba-tiba mengagetkan aku dari arah belakang.
"Tidak tahu. Sepertinya tetangga kita sedang bertengkar. Coba dengerin deh," ujarku sembari mataku sedikit naik keatas, dengan jari telunjuk yang mengambang di udara.
"Ckk...jangan dibiasakan suka nguping pembicaraan orang. Terlebih pasangan suami istri," ujar Delano seraya meraup wajahku dengan telapak tangan besarnya.
"Emang kenapa?" tanyaku.
"Emang kamu mau telingamu busuk?"
"Eh?" aku langsung menjauhkan diri dari tirai jendela rumahku.
"Katanya mau nyapu, tuh debu masih diambang pintu. Selesaikan saja pekerjaanmu, nanti debunya keburu di tiup angin dan masuk lagi kedalam rumah. Kalau sudah selesai, kita segera pergi belanja," ucap Delano.
"Iya. Kamu sudah selesai susun baju di lemari?" tanyaku.
"Tinggal separuh lagi." Jawab Delano.
Aku teruskan menyapu debu diambang pintu. Sementara Delano meneruskan menyusun pakaian ke dalam lemari. Suara barang pecahpun tidak lagi terdengar, aku pikir mungkin tetanggaku tidak memiliki lagi barang yang bisa di pecahkan.
Pekerjaanku akhirnya selesai. Namun ketika aku ingin berbalik badan memasuki rumahku, aku melihat seorang pria keluar dari rumah yang kucurigai sebagai asal dari suara nyaring itu.
Pria itu sangat tampan dan dewasa. Aku taksir usianya sekitar 30 an. Pria itu perawakannya tidak berbeda dengan suamiku. Tinggi dan sedikit berisi. Namun jambang diwajahnya yang paling aku sukai, terkesan sangat jantan dan macho.
Ku geleng-gelengkan kepalaku yang sempat liar memikirkan pria lain selain suamiku. Mana aku tahu pria yang keluar menenteng plastik hitam besar itu, adalah pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Aku bisa menebak, isi plastik hitam itu adalah pecahan piring atau gelas yang sudah hancur berantakan.
Pria itu sekilas menatapku, sebelum meletakkan kantung plastik hitam itu kedalam tong sampah yang terbuat dari bahan seng. Aku sedikit melempar senyum kearah pria itu, namun senyum ramahku dibalas dengan wajah dingin dan tidak bersahabat.
"Sombong sekali dia. Apa dia pikir cuma dia saja yang tampan? suamiku juga tampan sempurna. Tapi dia tidak sesombong itu. Pasti dia benar-benar pelaku KDRT," aku menggerutu sembari masuk kedalam rumah.
"Sudah selesai?" tanya Delano yang ternyata baru selesai merapikan lemari.
"Sudah. Apa kita akan berangkat sekarang?" tanyaku sembari mencuci tanganku di washtafel.
"Ayo. Bersiaplah, aku tunggu di mobil." Jawab Delano.
Aku bergegas masuk kedalam kamar untuk mengambil tas. Setelah itu kami pergi untuk mencari barang-barang yang kami butuhkan. Setelah seharian pergi, kami memutuskan kembali. Barang-Barang kami akan diantar sesuai alamat. Itulah sebabnya kami bergegas pulang, karena takut barang kami sudah ada yang mengantar.
Sesuai dugaan kami, satu persatu barang kami datang, bahkan nyaris bersamaan. Begini rasanya bahagia memiliki barang yang serba baru, aku jadi senyum-senyum sendiri.
Pranggg
Pranggg
Pranggg
Lagi-Lagi aku mendengar suara barang pecah disamping rumahku. Namun kali ini tidak hanya aku, Delanopun juga ikut dengar. Yang aku herankan kenapa tetanggaku bisa bertengkar seperti minum obat?
"Kamu jangan gitu ya beb?" tanya Delano sembari menyetel kompor yang baru saja kami beli.
"Gitu gimana?" tanyaku.
"Ya gitu. Kalau marah dikit-dikit pecahin barang, atau melempar barang." Jawab Delano sembari mengencangkan baut.
"Tergantung kasusnya. Kalau kasusnya perselingkuhan, jangankan piring dan gelas, rumah inipun akan aku bakar." Jawabku asal.
"Lagian tetangga punya stok piring berapa lusin ya? apa nggak bisa diomongin baik-baik gitu? kamu jangan gitu ya yank?" tanyaku.
"Gitu gimana?" tanya Delano.
"Ya kayak tetangga sebelah KDRT. Ntar salah dikit mukul, salah dikit nampar. Aku kalau sakit balesnya parah loh?" ujarku.
"Hadeh...apa juga yang mau kita ributkan beb. Setahun lebih kita pacaran, apa pernah kita bertengkar? pada intinya jangan neko-neko dan harus bisa nerima kekurangan dan kelebihan pasangan masing-masing," ucap Delano.
"Iya juga. Moga aja tetangga bisa akur ya? kalau tiap hari dengar barang di banting, gimana mau tidur nyenyak," ujarku.
Aku mengumpulkan kardus-kardus bekas barang yang kami beli siang ini. Aku tidak ingin banyak sampah yang menumpuk di rumahku. Akupun membawanya kedepan untuk kumasukkan ke dalam tong sampah.
Lagi-Lagi aku bertemu dengan pria berwajah dingin, yang tidak lain adalah tetanggaku yang sedang perang badai dengan istrinya. Pria itu kembali membawa plastik hitam besar, dan menaruh plastik beserta isinya kedalam tong sampah.
Kali ini aku menyapanya tidak lagi dengan senyuman. Namun kupanggil dengan sebutan Om.
"Om," sapaku saat kami sama-sama sedang membuang sampah.
Pria yang semula berbalik ingin pergi, jadi menghentikan langkahnya saat kupanggil dirinya Om.
"Panggil aku kakak. Aku tidak setua itu,"
Suara pria itu sungguh berat. Seberat jalan rumah tangganya yang sedang dihantam gelombang tsunami. Namun jujur saja, jenis suara itulah yang paling aku suka. Berat dan penuh wibawa.
"Caren kak. Tetangga baru kalian," aku mengulurkan tangan sembari tersenyum kearah pria itu.
Pria itu menatap tanganku yang terulur, namun mengabaikannya saat melihat sebuah bayangan berkelebat di jendela depan rumahnya. Aku menarik kembali tanganku, dan membiarkan pria itu pergi begitu saja.
Sayup-Sayup aku mendengar ocehan seorang wanita dari arah rumah yang dimasuki pria itu. Aku bisa menebak, pasti akan ada pecahan piring berikutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Siti Muhtarom
next Thor🥰
2022-05-31
0
☠ᵏᵋᶜᶟ尺მȶɦἶ_𝐙⃝🦜
tetangganya serem klo tiap jam tengkar🤭🤭
2022-05-17
0
TK
semangat Thor 😍👍
2022-04-17
1