"Na?" sampai Aksara mendekat, Nada masih saja terbengong. "Mikirin apa? Pasti lagi mikirin kalau seandainya gue jadi imam rumah tangga kita?"
Perkataan Aksara begitu jelas ditangkap gendang telinga Nada. Nada tak menjawab, dia memutar bola matanya lalu berjalan mendahului Aksara. Karena sebenarnya sih, sedikit terlintas juga dipikiran Nada kalau seandainya Aksara jadi imam rumah tangganya. Eh, ya seperti itulah.
Aksara menyusul langkah Nada. "Kalau lo mau pulang dulu gak papa. Kerjaan gue masih banyak," kata Aksara yang kini telah melangkahkan kakinya sejajar dengan Nada.
"Jadi lo ngusir gue."
"Bukan gitu maksud gue. Ya, daripada kemalaman kan. Tapi kalau lo mau nunggu di sini sih gak papa. Lo bawa motor gak?"
Nada hanya menggelengkan kepalanya.
"Ya udah, nanti gue antar ya?"
Nada ragu. Iya atau tidak? Maunya iya tapi gengsi.
"Kalau gak dijawab berarti iya. Lo tunggu di dalam aja. Di luar dingin. Kayaknya satu jam lagi udah selesai." Setelah itu Aksara kembali bergabung dengan teman kerjanya mengemasi semua dekorasi yang sudah tidak terpakai.
Nada hanya tersenyum kecil sambil melihat gerakan Aksara sesaat. Aksara memang sangat giat bekerja. Semangatnya itu luar biasa.
Nada berjalan masuk ke dalam cafe. Lalu dia duduk sambil memainkan ponselnya.
"Loh, kamu belum pulang?"
Pertanyaan Alvin berhasil membuat Nada mendongak. "Belum, Pak."
"Nungguin Aksara? Sebentar aku panggil biar dia pulang dulu saja."
"Hmm, tidak usah Pak. Tidak apa, saya menunggu di sini saja. Biar pekerjaan Aksa selesai dulu," tolak Nada yang merasa tidak enak jika Aksara harus pulang lebih dulu karena dirinya.
"Tidak apa-apa. Aksa sudah bekerja dari tadi pagi, saatnya dia pulang," kata Alvin sambil berlalu. Terdengar di kejauhan suaranya memanggil Aksara.
Beberapa saat kemudian Aksara datang. Dia tersenyum pada gadis yang setia menunggunya sedari tadi. "So sweet banget setia nungguin gue dari tadi."
Nada menatap tajam Aksara. Dia sendiri juga tidak mengerti, kenapa rasanya dia betah di cafe itu.
"Sebentar ya, gue ambil jaket sama tas dulu." Aksara masuk ke dalam ruang karyawan. Beberapa saat kemudian dia sudah keluar dengan membawa tas yang sudah dia pakai, jaket, dan helm.
Aksara meletakkan helmnya di atas meja. Dia membuka lipatan jaketnya dan kemudian dia pakaikan di punggung Nada. "Lo pakai, dingin diluar."
Gerakan Aksara seolah slow motion. Jantungnya berhasil berdetak lebih kencang.
"Eh, hmmm, tapi lo..."
"Gak papa. Gue udah pakai kemeja panjang. Lo pakai ya, biar gak kedinginan."
Nada akhirnya menurutinya. Dia kini memasukkan kedua lengannya untuk memakai jaket itu. Setelah terpakai dengan sempurna, Nada dibuat terlena sendiri oleh harum parfum Aksara yang melekat di jaket itu yang entah semenjak kapan Nada sukai.
"Ni helmnya. Pinjam punya cafe." Aksara menyodorkan helm yang berwarna hitam itu pada Nada. "Yuk." Lalu dia mengajak Nada keluar dari cafe.
Nada berdiri dan mengikuti Aksara dari cafe sambil membawa helm itu.
Aksara memakai helmnya lalu menaiki motornya. Dia hidupkan motornya terlebih dahulu lalu sedikit berjalan dan berhenti di depan Nada.
Nada memakai helmnya. Dia kini justru menatap Aksara. Bukannya tidak pernah naik motor, tapi ini terasa beda. Naik motor dibonceng oleh Aksara? Benar-benar tidak pernah terpikirkan oleh Nada sedikitpun.
"Na, ayo? Kok malah bengong," ucap Aksara yang melihat Nada tak juga naik ke boncengannya.
Karena Nada memakai gaun, dia duduk dengan posisi miring di boncengan Aksara.
"Kalau duduk kayak gitu pegangan gue, nanti lo jatuh."
"Hah, modus."
"Ya udah terserah lo." Aksara juga tidak bisa memaksa. Dia kini mulai melajukan motornya.
Baru saja motor berjalan, keseimbangan Nada seolah akan hilang. Seketika dia berpegangan pinggang Aksara erat-erat.
Aksara tersenyum tipis melihat kedua tangan Nada kini ada di pinggangnya. Dadanya terasa berdebar-debar. Dari puluhan gadis yang pernah dia bonceng dan berpegangan dirinya bahkan lebih dari ini tapi hanya Nada yang mampu menggetarkan hatinya. Rasanya Aksara ingin semakin memelankan laju motornya saja. Agar momen ini bergerak melambat.
Hal yang sama dirasakan oleh Nada. Ada perasaan yang meletup-letup yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ini memang kali pertama dia dibonceng pria dengan posisi seperti ini. Seperti ada magnet yang menariknya untuk semakin mengeratkan pelukannya saat angin dingin malam itu menerpa dirinya.
Mereka berdua seolah tidak ingin mengakhiri adegan itu. Ada sedikit kekecewaan saat Aksara telah menghentikan motornya di depan rumah Nada.
Nada tidak juga turun dari boncengan Aksara. Hingga ada satu usapan lembut di tangannya yang berhasil membuyarkan lamunan Nada. "Gak mau turun? Atau mau ikut gue ke rumah aja?"
Seketika Nada turun dan melepas helmnya. "Makasih," ucapnya.
"Gitu aja?" Aksara tersenyum menggoda Nada sambil meraih helm yang ada di tangan Nada dan mengaitkannya di dekat dashboard.
"Emang mau apa? Bayar kayak tukang ojek?"
Aksara kini mengambil ponselnya yang ada di sakunya. "Berapa nomor lo?"
"Buat apa?"
"Ya, buat disimpan lah. Masak kita udah berteman tapi gak saling save nomor."
Nada nampak berpikir beberapa saat lalu dia menyebutkan nomor ponselnya.
Aksara segera menyimpannya lalu dia hubungkan lewat pesan whatsapp dan mengirim pesan ke Nada. "Itu nomor gue, di save juga ya," kata Aksara sambil memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
Nada tak menjawabnya.
"Ya udah gue pulang dulu." Aksara memutar motornya dan bersiap melaju.
"Aksa, jaket lo." Nada sampai lupa dengan jaket Aksara yang masih saja melekat di tubuhnya.
"Besok aja gak papa." kata Aksara yang mulai menjalankan motornya.
"Iya, hati-hati." kata Nada dengan pelan. Entahlah, Aksara mendengarnya atau tidak.
Dia kini masuk ke dalam gerbang yang masih sedikit terbuka. Setelah berada dalam gerbang, Nada menutup gerbang rumahnya dengan rapat lalu masuk ke dalam rumah.
Saat memasuki ruang tamu, Nada mendapati tatapan dari Papa dan Kakaknya. Tatapan mencurigakan.
"Aku tadi khawatir waktu Papa cerita kamu datang ke acara tunangannya Reno sendirian."
Mendengar Kakaknya berbicara, kini Nada ikut duduk di sebelah Papanya. "Khawatir kenapa Kak? Aku juga gak mungkin berbuat nekat."
"Iya sih, kayaknya sekarang udah benar-benar move on. Niat hati nyamar untuk menjerat Reno, eh, malah terjerat cinta lain." Satya menggoda adiknya yang kini pipinya telah bersemu merah. "Siapa cowok yang nganterin barusan?"
"Aksara ya?" Pak Teguh memastikan.
"Loh, Papa kok udah tahu?"
"Iya, dia pernah datang ke sini sekali."
"Kalau dari penilaian Papa gimana dia?"
"Dia itu keliatan cowok baik-baik, sopan dan yang pasti dia itu ganteng. Lebih ganteng dari Reno sih kalau menurut Papa."
Nada semakin memanyunkan bibirnya. "Ih, Papa berlebihan kalau muji dia."
"Kakak jadi pengen tahu."
"Kakak udah tahu, dia itu cowok yang pernah minta foto sama aku di cafe waktu pulang dari bandara," cerita singkat Nada.
Seketika wajah Satya berubah menjadi serius. "Yang bener? Terus dia tahu kalau kamu Nada Azalea?"
Nada menggelengkan kepalanya. "Yang Aksa tahu ya aku Nada Pratiwi."
"Nanti dia kecewa udah kamu bohongi kayak gini. Jujur aja."
"Emang bohong atau jujur juga gak ada manfaatnya buat hubungan aku sama Aksa."
"Nada, kalau seorang cowok sudah meminjamkan jaketnya pada cewek, itu tandanya dia udah serius."
Nada menatap jaket Aksara yang masih dia pakai. Antara percaya dan tidak percaya dengan omongan Kakaknya itu. "Hmm, masak sih? Aku gak percaya. Udah ah, aku mau tidur. Capek." Nada berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar.
Dia masih bisa menangkap suara tawa dari Papa dan Kakaknya itu.
Aksara serius dengannya? Benarkah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Sri Raganti Ols
Bener kt author jatuh hati kan ma aksara emmm emmm mau dong dipinjemin jaketa dianterin pulang,,,ah aksara kmu so sweet bgt sih,,kebayang gantlenya,bisa ngimamin,giat kerja ah pokonya laki bgt dah,,nambh lagi ni koleksinya,,,cuman pemasaran seganteng apa aksara bisa ngalahin bang rizal ga??
2022-12-11
1
Bundanya Pandu Pharamadina
Aksara Nada
2022-11-07
1
ohana
udah so sweet nih
2022-08-03
1